“Hidup berawal dari mimpi” sebuah kalimat singkat yang benar-benar menginspirasiku menjadi seorang pemimpi. Pemimpi yang kini mampu hidup di tengah masyarakat dan dielu-elukan namanya.
Aku Veranda, seorang wanita belia berusia 18
tahun yang kini menjadi Idol di kalangan remaja. Aku salah satu member sebuah
Idol Grup di Indonesia yang sedang naik daun, JKT 48.
Dari kecil, aku tak berniat menjadi seorang
penyanyi apalagi dancer karena aku tau kemampuanku tak memumpuni untuk itu. Aku
lebih suka berlenggak-lenggok di atas catwalk atau berpose di depan camera. Aku
ingin menjadi Top model Indonesia. Namun, tiga tahun silam, semenjak dibukanya
audisi JKT48, aku merubah pemikiranku. ‘Inikah kesempatan yang Tuhan berikan?
Apa salahnya untuk dicoba?’ Banyak jalan untuk mewujudkan sebuah impian,
mungkin ini salah satunya. Dan benar, saat ini aku telah dikenal oleh khalayak,
satu langkah lagi yah satu satu langkah lagi aku akan bisa mewujudkan impianku
itu.
Mengejar mimpi bukan berarti tidak ada konsekuensi
untuk itu. Aku ingat sebuah petuah dari seseorang yang ku sebut ‘PAPA’ bahwa
‘hidup adalah sebuah pilihan. Kamu berhak untuk memilih jalan yang kamu anggap
itu benar sesukamu. Tapi, kamu tidak akan bisa memilih konsekuensi atas
pilihanmu itu’.
Aku sangat setuju dengan pernyataan yang papa
lontarkan. Benar. Sebuah ‘Golden Rules’ yang melekat pada diri setiap member
JKT48, mengharuskanku untuk tidak berpacaran. Tidak berpacaran bukan berarti
‘haram’ untuk aku mencintai seseorang. Itu adalah hak setiap manusia di bumi
ini. Mencintai dan dicintai. Mungkin aku sedikit tertekan dengan keadaan ini,
karena aku masih remaja. Aku ingin bahagia dengan adanya seorang kekasih di
sampingku. Kekasih yang bisa menyemangatiku dan mendukung karierku ini.
***
-Author-
Pagi ini, Veranda menikmati aktivitasnya sebagai seorang pemimpi. Dia melamun dengan kedua mata yang terpejam, dan dagu yang sengaja ia sangga dengan tangan kanannya. Terlihat sebagai pemalas sekali.
Pagi ini, Veranda menikmati aktivitasnya sebagai seorang pemimpi. Dia melamun dengan kedua mata yang terpejam, dan dagu yang sengaja ia sangga dengan tangan kanannya. Terlihat sebagai pemalas sekali.
Pikiran Ve melayang-layang menembus cakrawala imajinasinya
membayang kencannya bersama dengan seseorang yang sangat ia cintai. Mereka
berdansa menari layaknya seorang pangeran dan putri. Oh...Indahnya.
“Bruugghh” mimpi Ve buyar seketika. Sial.
Gara-gara sanggaan tangannya bergeser, dagunya jadi terbentur meja. Sakitnya.
‘Aww..’ rintihnya sembari mengelus-elus dagu.
“ Hah. Lagi-lagi cuma mimpi” gerutu Ve kesal
memanyunkan bibirnya lebih dari 5cm.
“Pluuupph” seorang teman masuk tiba-tiba dan
menempelkan buku bergambar monyet tepat bibir Ve. Terlihat mesrah sekali Ve
mencium buku bergambar monyet itu.
“Hahaha...” tawa seseorang itu.
“Ve..Ve...kalau kamu butuh cowok buat kamu
pacarin bilang aku gih. Jangan khawatir, aku akan cariin. Jangan nyium-nyium
gambar monyet gitu, geli benget aku ngeliatnya” Ejeknya kemudian.
‘Sreekk’ Ve memundurkan kursinya dengan kasar
sebagai isyarat dia benar-benar marah atas candaan yang menurutnya tidak lucu
sama sekali. Ve berdiri seketika, lalu berjalan meninggalkannya.
“Ve... Veranda...!!” teriak seseorang itu
memanggil nama ‘Veranda’ namun dihiraukannya. Ve terus berjalan ke luar kelas.
***
Di sebuah bangku panjang di bawah pohon rindang
belakang sekolah, Ve menyandarkan punggungnya. Di sini adalah tempat
favoritenya untuk menghilangkan segala gundah gulananya. ‘Dia. Kenapa harus dia
yang mengejekku seperti itu?’ batinnya bertanya-tanya.
Dan lagi, otak Ve bekerja. Namun bukan sebagai
pemimpi, tapi ber-flashback tiga
tahun silam. Dia masih masih ingat sekali. Ketika dirinya sedang berstatus
‘trainee’ dan sedang menampilkan setlist perdananya ‘Pejama Drive’. Seorang
pria berbaju merah berlogo JKT48 duduk di tengah-tengah penonton memegang
lightstick terlihat sangat bersemangat meneriakan nama ‘Veranda’. Semangatnya
tersampaikan dalam diri Ve. Meskipun hanya sekali Ve melihatnya. Berkatnya, Ve
menjadi seperti ini. Motivasi yang dia berikan untuk Ve sungguh luar biasa. Tak
disadari perasaan lain yang di sebut ‘cinta’ itu tumbuh. Dia bukan hanya
sekedar fans. Dia special. Special di mata dan juga di hati Ve.
Yah. Dia. Dia orang yang sama dengan sosok
manusia yang mengejek Ve pagi ini. Adit namanya.
***
Pelajaran baru dimulai, tak nampak sosok ‘gebetan
nasional’ dalam kelas. Ve sengaja membolos. ‘Bad mood’ menyerangnya.
Sesekali Adit menoleh ke arah bangku Ve. Kosong
tak berpenghuni.
‘Seharusnya aku nggak bikin dia bad mood seperti
tadi. Alasan apa yang nanti akan aku berikan kalau-kalau Pak Hendra memanggil
namanya? Arrgggghhhh’ Adit benar-benar bingung, mengacak-ngacak rambutnya hitam
ketalnya.
‘Veranda’ Adit kaget. Sesuatu yang baru dia
pikirkan sudah terjadi terlebih dahulu sebelum dia mendapatkan alasan yang
tepat untuk menutupi bolosnya Ve pagi ini.
Dia mengangkat tangan kanannya.
“iyah. Adit ada apa?” dengan ramahnya pak Hendra
bertanya.
“ehhmm...anu, pak. Tadi Veranda ijin. Dia sedang
tidak enak badan. Boleh saya menemaninya di UKS? Kebetulan saya anggota PMR
yang sedang piket hari ini” ucap Adit merangkai alasan penuh dusta itu. Tak
disangka pak Hendra mempercayainya dan mempersilahkan Adit untuk menemani Veranda.
***
“Maaf”
Suara khas dari seseorang yang baru saja datang
dan duduk di dekat Ve sukses membuyarkan lamunan Ve.
“Adit?” Ve sedikit terkejut dengan kedatangannya.
‘Bagaimana bisa dia tau keberadaanku di sini?’
“Maafin aku, Ve. Nggak seharusnya aku becandain
kamu kayak pagi tadi. Aku sadar kalau itu terlalu kekanak-kanakkan. Maaf..maaf”
Adit memohon-mohon dengan wajah yang memelas.
‘Shutttt’ telunjuk Ve menempel di bibir Adit.
Lalu, Ve menatap lekat kedua mata di hadapannya itu “Aku udah maafin kamu kok”
ucapnya seraya tersenyum membuat Adit diam seribu bahasa.
‘Sebegitu cepatnya kamu memaafkan kesalahan aku,
Ve?’
‘Sekesal-kesalnya aku sama kamu, aku nggak akan
pernah bisa membenci kamu, Dit’
‘Itu melegakan hati aku, Ve. Karena aku ga ingin
sedikit-pun menyakiti kamu’
Mereka benar-benar terjebak dalam situasi hening
dengan pikiran mereka masing-masing yang seolah mereka tau apa yang sedang
dipirkan oleh orang disampingnya.
“Ehhm...bagaimana kalau kita pulang bareng, rumah
kita ‘kan searah” Ajak Adit mencoba membangun sebuah percakapan dengan Ve.
“Hah?” Mata Ve terbelalak. Berasa seperti mimpi.
Entah sadar atau tidak Adit mengajak Ve pulang bersama. Ini pertama kalinya dan
Ve sangat senang.
“Ehmm...Lupakan” ucap Adit tak enak hati,
harusnya dia berpikir lebih panjang jika ingin mengajak seorang idol seperti
Veranda.
‘Bodoh, bodoh. Mana mungkin Veranda mau di
boncengin dengan sepeda butut kamu, Dit?’ Pikirnya kemudian.
“Aku mau” jawab Ve tanpa basa-basi. Ve memang tak
ingin menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Pulang bersama dengan seseorang yag
special di hatinya.
“Jangan...Ve, jangan. Kamu nggak pantes pulang
bareng sama aku. Apalagi pake sepeda butut aku. Kamu ‘kan Idol. Apa kata fans kamu
nanti?” Lancarnya Adit merendah.
“Please, jangan panggil aku Idol. Di sini aku
temen kamu. Temen kamu yang menginginkan kamu sebagai ... ”. Ups sepertinya Ve
hampir keceplosan. Untungnya dia sadar dan segera menghentikan perkataannnya.
Namun itu membuat pertanyaan besar dalam hati Adit.
“Menginginkan aku sebagai...?” Adit memberi
penekanan tiga kata terakhir Ve tadi.
Ve segera memutar otak untuk menutupi perasaan
cintanya pada Adit.
Adit memegang kedua pundak Ve tatapannya berubah
menusuk ke dalam bola mata Ve.
‘Please, Dit. Jangan tatap aku seperti itu. Aku
bisa mati karena debaran jantung yang tidak karuan ini’
“Menginkan aku sebagai apa , Ve?” Adit mengulangi
pertanyaan yang sama.
“Ehhm... Kamu jangan salah paham dulu. Maksud aku
tuh, aku menginginkan kamu sebagai sahabat aku. Yah...hanya sabatan kok. Nggak
lebih dari itu” Ve memaksakan senyumnya untuk mengucapkan kalimat dusta itu.
Walau sebenarnya hati Ve sangat sakit ketika harus mengutarakannya demi
menyembunyikan perasaannya pada Adit. ‘Aku ingin dia menjadi kekasihku, Tuhan.
Tapi mana mungkin aku mengungkapkannya. Dimana harga diriku sebagai wanita?'
Mendengar jawaban Ve, tatapan mata Adit menjadi
sayu. Mungkin dia terlalu percaya diri kalau-kalau Ve mempunyai perasan yang
sama padanya. ‘Aku pikir kamu menginginkan aku sebagi kekasihmu. Ternyata salah
besar. Sadar Dit. Sadar. Kamu siapa? Ve siapa? Harapanmu itu terlalu tinggi
untuk menjadi kekasih seorang idol’ batin Adit seolah berperang menghadapi
kenyataan ini.
***
Persis dengan apa yang mereka janjikan, mereka
pulang bersama dengan sepeda butut milik Adit. Hal yang tidak lumrah dilakukan
oleh seorang Idol. Tapi itu tak masalah bagi Ve, asalkan dia bisa berdekatan
dengan orang yang ia cintai.
Sebelumnya, diparkiran sepeda. Ketika Ve hendak
naik kebelakang bagian sepeda, Adit menyodorkan sesuatu. “pakai ini”
perintahnya pada Ve.
Ve meraihnya, “untuk apa?” Ve benar-benar bingung
kenapa Adit memberinya kacamata Tsundere.
“untuk penyamaran. Oke?” jawab Adit diiiringi
tawa kecilnya membuat Ve makin bingung.
“Golden Rules, Ve” tambahnya kemudian.
‘Astaga, kenapa aku lupa kalau aku ini idol yang
terikat oleh sebuah aturan yang tidak manusiawi itu?’ ucap Ve dalam hati,
pikirannya masih dalam lamunan mengamati kacamata tsundere ini, ‘hah. Yang ada
orang mengira aku cewek sok kecantikan pakai ginian di siang hari’
“udah jangan kebanyakan mikir. Pakai aja. Dari
pada berita siang ini menjadi TTWW di twitter nanti, ‘kan ga lucu kalau salah
paham gitu” ucap Adit yang sudah siap diatas sepedanya menyadarkan Ve dari
lamunannya yang kemudian terpaksa mengikuti perintah konyol Adit. Scene
berikutnya, Ve menaiki sepeda Adit dan melingkarkan kedua tangannya di pinggang
Adit. Mesrah sekali. Orang yang melihatnya pasti mengira kalau mereka pacaran.
Semilir angin berhembus membuat Ve menyenderkan
kepalanya di punggung Adit. Nyaman sekali. Mereka semakin dekat sehingga tak
ada dinding yang menghalangi mereka untuk bersentuhan satu sama lain. Detak
jantung keduanya pun makin tidak karuan.
Adit memegang erat tangan Ve di pinggangnya,
sedikit ada getaran pada tangannya. Ve bisa merasakannya. Ini membuat Ve yakin
kalau sebenarnya Adit juga mencintainya.
‘Jika suatu hari nanti Adit mengutarakan perasaan
cintanya padaku, sudah pasti akan aku terima. Kalaupun karena ini aku harus graduate dari jkt48, tetap akan aku
lakukan demi Adit yang aku cintai. Mimpiku? Aku yakin ada jalan lain untuk
mewujudkannya. Sedangkan Cintanya? Adakah cowok lain yang mampu membuatku
sebahagia ini? Sampai detik ini pun aku belum menemukannya’ pikiran picik
bersarang dalam otak Ve hanya karena Cinta. Cinta searah yang tak terungkapkan
dalam kata-katanya.
Adit menoleh ke bagian belakang sepedanya. Tak
nampak gerakan yang Ve perlihatkan selain terlihat nyaman menyenderkan
kepalanya pada punggung Adit. Mungkin Ve tertidur. Seketika, keisengan
terlintas di benak Adit. Dengan sengaja ia memberhentikan laju sepedanya dengan
mendadak, membuat kepala Ve terdorong ke depan mengikuti punggung Adit yang
sudah lebih dahulu terdorong ke depan dan Ve pun kembali di alam sadarnya dari
lamunan piciknya.
“Ada apa, Dit?” tanya Ve polos
Adit agak bingung mencari alasannya. Kalau Ve
sampai tau kalau tadi hanya keisengannya saja, pasti Ve kembali bad mood
seperti pagi tadi. Celingak-celinguk tidak jelas sampai matanya tertuju pada
penjual es krim.
“Sebentar yah” Adit turun dari sepedanya.
Sedangkan Ve menepi ke trotoar yang kebetulan ada sebuah bangku kayu panjang.
Ve menunggu Adit di sana.
Selang beberapa menit, Adit datang membawa dua es
krim.
“Satu untuk kamu. Satu untuk aku” ucapnya sambil
memberi es krim rasa coklat itu kepada Ve. Romantis sekali.
“Setelah lulus nanti kamu mau kemana, Ve? Apa
masih menjadi member jkt48?” Adit mencoba membangun percakapan dengan orang
yang duduk disampingnya itu.
“Menjadi member jkt48 hanya sebagai jembatan aku
untuk mewujudkan impianku yang sebenarnya, Dit. Aku nggak akan selamanya di
jkt48. Suatu saat nanti, kalau aku sudah dapat mengembangkan potensi yang aku
punya di jkt48 ini, aku akan memutuskan untuk graduate dan aku akan mencoba merambah ke dunia modeling. Dunia
yang selama ini aku cita-citakan. Karena aku ingin jadi top model indonesia.
Kalau bisa sih, internasional. Hehe harapanku ketinggian yah?” jelas Ve panjang
lebar yang diakhiri tawa kecil yang tersirat ada kepesimisan dalam diri Ve.
“nggak lah. Meski harapan kita tinggi, asalkan
kita udah berniat dan berusaha keras mewujudkannya, aku yakin harapan itu
akan terwujud. Ingat lagu shonici? ‘Usaha keras itu tak akan mengkhianati’ dan
aku akan selalu support kamu kok, Ve. Sampai kapan pun itu” sebagai fans, teman
atau pun sosok yang mencintai Ve, Adit benar-benar mampu menjadi teman bicara
yang asyik, yang tidak menjatuhkan dan tidak pula membanggakan Ve. Hanya
kata-kata dukunganlah yang saat ini menjadi jurus andalannya.
Lama mereka terdiam. Karena Ve sibuk memikirkan
kata-kata Adit tadi. Sebuah kalimat yang tidak terlalu panjang, namun untuk
mengaplikasikannya sangat susah. Kerja keras? Yah. Tiga tahun lamanya Ve telah
berusaha keras. Sekarang ia cukup menunggu buah impian itu terwujud dikemudian
hari. Keyakinan itu kini berada dalam diri Ve.
Tiba-tiba, Adit mengarahkan matanya pada bibir
Ve. Lama ia mengamati. Entah untuk apa. Kemudian wajahnya ia dekatkan pada bibir
Ve, terlihat seperti akan mencium. Semakin dekat dan dekat. Meski Ve
menggunakan kacamata hitam, ia mampu melihat scene itu dengan jelas. Matanya
terpejam seolah Ve sudah memasang kuda-kuda kalau Adit mencumbunya. Ketika
jarak itu semakin dekat, terpaut 10 cm bibir Adit dengan bibir Ve, tak di
sangka oleh Ve, ibu jari Adit mengusap sisa-sisa es krim di sudut bibir Ve.
“kayak anak kecil aja kamu, Ve. Makan es krim
masih belepotan gitu” ucapnya berhasil membuat mata Ve terbelalak dibalik
kacamata hitamnya. Malu sekali. Itu rasa yang ia tunjukkan dalam salah
tingkahnya setelah mendengar ucapan Adit.
***
Makin hari, hubungan mereka semakin dekat. Dekat
bukan berarti pacaran. Status mereka menggantung. Sebuah kata “pacaran” pun
belum mereka ikrarkan.
Malam ini, sepertinya Adit sudah tidak bisa lagi
membendung perasaannya. Dengan kemeja kotak-kotak biru kecil lengan pendek di
padupadankan dengan celana jins hitam, Adit menghadap bayangan dirinya dalam
cermin. Berlatih merangkai kata cinta yang indah untuk Ve.
Ketika ia merasa sudah siap, sesegera mungkin
Adit kerumah Ve. Dia mengendap-endap jalan ke pekarangan rumah Ve. Sebuah batu
kecil yang dibungkus dengan sebuah kertas memo, dia lemparkan tepat pada
jendela kamar Ve yang kebetulan masih terbuka.
‘Tukk’ sebuah batu kecil mengenai kepala Ve.
“Aw. Apaan ini?” Ve membuka kertas memo itu,
‘Yuk, kita keluar’.
‘Siapa yang mengirimkan ini?’ Ve penasaran, lalu
dia menengok di balik jendela kamarnya, ternyata ada Adit di bawah. Dengan
gerakan tangannya, Ve bisa membaca isyarat bahwa Adit memaksanya untuk keluar.
Ve mengangkat ibu jarinya sebagai pertanda dia bersedia. Cepat-cepat ia berlari
kebawah, menuruni tiap anak tangga yang menghubungkan lantai bawah dengan
lantai atas. Hati Ve berbunga-bunga. First
time, Adit mengajaknya keluar malam. Ngedet? Mungkin. Yang pasti ini untuk
kali pertama dirinya keluar bersama seorang cowok semenjak embel-embel 'idol’
melekat pada dirinya. Dalam hatinya, muncul harapan kalau malam ini Adit akan
mengungkapkan sebuah kata cinta untuknya. Pasti akan menjadi malam yang
bersejarah untuk hidupnya.
***
Di atas gedung pencakar langit, Adit mengajak Ve
menikmati betapa indahnya kota metropolitan ini di malam hari. Kilauan
lampu-lampu kota layaknya ‘kunang-kunang’ menambah kesan romantis malam ini.
Senyum tak bisa lepas dari bibir Ve. Benar-benar membuatnya tercengang kagum.
“Ve. Sebenarnya tujuan aku mengajak kamu ke
tempat ini karena ada sesuatu yang ingin aku sampaikan ke kamu” ucap Adit
hati-hati, takut mengganggu Ve yang masih diliputi perasaan gembira malam ini.
“Mau menyampaikan apa, Dit?” tanya Ve yang masih
memakukan pandangan matanya pada ‘kunang-kunang’ buatan manusia itu.
Adit mulai memberanikan diri memegang kedua
pundak Ve, memaksanya agar berhadapan dengannya. Mata bertemu mata. Kembali
detak jantung keduanya tak karuan. Selanjutnya, Adit memegang kedua tangan Ve,
bersiap merangkai kata-kata yang sudah ia latih sebelum mengajak Ve ke tempat
ini.
“Ve. Tiga tahun lamanya aku kenal kamu. Itu bukan
waktu yang singkat. Aku sangat bahagia melewati masa tiga tahun itu dengan
mengenal sosok Veranda. Sebagai seorang fans aku bisa menjadi saksi perjalanan
karier kamu. Dari Ve yang mungkin hanya satu dua orang yang mengenalnya, sampai
sekarang hampir semua orang yang mengakui fans jkt48 mengenal siapa Veranda.
Aku ingin terus menjadi seseorang yang sampai kapan pun bisa mensupport kamu
sampai kamu bisa mewujudkan impianmu. Ve, sebenarnya aku ... ”
Tiba-tiba, Adit menghentikan ucapannya Entah dia
telah kehilangan kata-kata indah untuk mewakili perasaannya. Atau ... (?)
Terlintas seketika ucapan Ve untuk dirinya
beberapa waktu lalu dalam otaknya, ‘Aku menginginkan kamu sebagai sahabat aku.
Yah...hanya sabatan kok. Ga lebih dari itu’. Adit pun sadar akan adanya ‘golden
rules’ yang tiap kali bisa saja ‘mengeluarkan member’ yang melanggarnya. Jelas,
Adit tak menginginkan itu terjadi pada Ve. Karena hal itu akan menghancurkan
impian Ve.
“Sebenarnya apa, Dit?”
‘Katakan Dit, kalau sebenarnya kamu ingin aku menjadi
pacar kamu’ GR-nya hati Ve menebaknya. Mungkin karena mereka sudah terlalu
dekat jadi dengan mudahnya Ve membuat tebakan kalau Adit akan mengucapkan
kalimat itu.
“Dit?”
“Ehhmm”
“Kok jadi melamun sih? Sebenarnya apa. Dit?” Ve
mengulang pertanyaannya, ia sungguh tidak sabar mendengar kalimat tebakannya
masuk dalam gendang telinganya.
“Sebenarnya aku...aku...aku ingin kamu menjadi
sahabat aku selamanya”
Deg. Ve terkejut dengan apa yang ia dengar
dari mulut Adit. “Sahabat?” hanya kata itulah yang saat ini bisa Ve keluarkan
dari bibirnya. Terdengar sedikit bergetar. Air matanya pun hampir saja menetes,
namun Ve tetap berusaha untuk membendungnya. Ve tak mau terlihat rapuh hanya
karena cinta.
“Aku nggak mau kehilangan sahabat se-chubby
kamu, Ve. Kamu itu sahabat aku yang lucu dan ngegemesin” ucap Adit
memijit-mijit kedua pipi Ve yang memang sedikit gembul. Dia melakukan ini untuk
mencairkan suasana yang sedikit menegangkan bagi keduanya tadi. Mungkin Ve
menganggapnya sebagai orang yang tidak peka sama sekali. Tapi itu salah besar.
Dia peka. Bahkan sangat peka. Dia juga mampu menarik kesimpulan kalau Ve juga
menyukainya. Ini bukan ke GR-an belaka tanpa alasan. Nampak dari respon Ve yang
tiba-tiba merubah raut wajahnya menjadi suram kecewa. Ditambah dengan mata yang
sudah berkaca-kaca, Adit yakin bukan jawaban itu lah yang Ve harapkan keluar
dari bibirnya. Semua sudah terjadi, Ve terlihat begitu terpukul. Ve lari
tiba-tiba dan Adit pun tak mampu mengejarnya. Mungkin lebih baik seperti ini daripada
makin menyisakan luka di hati Ve lagi. Malam yang seharusnya menjadi malam
terindah bagi keduanya malah menjadi hitam kelabu. Adit pun terduduk lesu
melihat punggung Ve yang sudah lenyap dari hadapannya. Baginya lebih baik
ditolak cintanya mentah-mentah daripada harus merasakan sakit hati karena
membuat goresan luka dalam hati seorang yang ia cintai.
***
Keesokan harinya, di sudut kelas Adit terlihat
murung sekali. Ve melihat itu dari balik jendela kelasnya. ada keinginan
menghampiri Adit sekedar untuk bertanya, ‘kamu kenapa?’ namun rasa sesak
semalam masih ia rasakan. Terlebih lagi, ia melihat Ivan seorang
sahabatnya mendekati Adit, membuat Ve berpikir Ivan-lah yang mungkin lebih Adit
butuhkan ketimbang dirinya. Ve pun memutuskan untuk berjalan menjauhi kelas
mereka.
“Lu kenapa, Sob?” Adit tak menjawabnya.
“Kencan semalam lu?” lagi-lagi Adit tak membuka
suaranya.
“Gue bilang juga apa, Dit. Ve nggak akan nerima
cinta lu. Kita berbeda dengan dia. Dia seorang Idol. Kita? Rakyat jelata. Buat
ngebiayain sekolah aja sampe harus kerja part time. Mana mungkin dia
mau sama lu?” ucap Ivan sok tau, walaupun niatnya untuk menyadarkan Adit agar
tidak larut dalam kesedihannya kini. Namun, Adit tak menangkap niatan baik itu.
Emosinya membara . Adit menjinjing kerah baju Ivan. Kepalan tangan tengah ia
siapkan untuk menonjok sahabatnya itu.
“Jaga bicara lu...!!! Ve berbeda dengan Idol
lainnya. Dia nggak pernah melihat seseorang dari materi..!!”
“Sabar, masbro. Gue cuma mengajak loe berpikir
realitis ajah. Lu jangan tersinggung dengan ucapan gue dong. Harusnya lu
termotivasi dengan kata-kata gue. Kalau lu benar-benar mencintai Ve, lu harus
menjadi orang sukses dulu. Pantaskan diri lu, maka dia pantas buat lu. Gue
yakin lu bisa”
Perlahan Adit melepaskan tangannya dari kerah
Ivan. sepertinya emosi Adit sudah sedikit mereda mendengar ucapan sahabatnya
itu.
'Bener kata Ivan, aku harus sukses agar aku
pantas bersanding dengan Ve. Aku akan bahagiakan kamu, Ve. Aku akan menunggu
kamu graduate. Selama apapun itu. Dan aku akan berusaha untuk sukses.
Demi kamu, Veranda' Tekad Adit sangat kuat.
***
Lima tahun setelah hari itu, tepat di balik meja,
seorang pria ber-dasi tengah membaca sebuah koran. Dia Adit. Kini, dia telah
sukses menjalankan bisnis lighstick-nya. Ternyata hobby ngidol-nya
dulu, mampu merubah kehidupannya. Dia menjadi salah satu dari sekian banyak
pengusaha muda Indonesia yang mendulang kesuksesan yang luar biasa. Dia sangat
pandai membaca situasi remaja Indonesia yang gemar dengan musik j-pop dan
k-pop. Dimana setiap pergelaran konser idola mereka akan ada lautan lightstick
yang meramaikannya.
Lembar demi lembar di bukanya, sungguh tidak ada
yang menarik pandangannya untuk membaca detail isi berita koran itu sampai
suatu ketika sebuah headline 'Veranda seorang eks-member JKT48
yang kini tengah menjadi TOP model Indonesia berencana melebarkan kariernya ke
dunia Internasional' berhasil mengalihkan pandangannya. Matanya terbelalak.
Benarkah ini? Tangannya langsung memijit-mijit nomor pada keypad Hapenya
namun nihil jawaban yang didapat dari nomer yang tersambung itu adalah suara
dari operator telepon ‘Nomor yang anda tuju salah. Cobalah beberapa saat
lagi’'.
“Arrghh. Ve apa nomermu sudah ganti? Bagaimana
caranya aku menghubungimu? Aku kangen kamu, Ve” kekelautan muncul dalam benak
Adit. Seolah Adit tak sabar untuk mengatur pertemuannya dengan Ve. Bagi Adit
inilah kesempatan emas untuknya mengutarakan sebuah perasaan dan melamar Ve.
Tok.Tok.Tok. “Permisi Pak Adit”
Adit tersadar akan adanya seseorang yang mengetuk
pintu ruangannya, “Iya. Kinal. Silahkan masuk” Perintahnya kepada sang
sekretaris yang bernama Kinal.
Kinal masuk, kemudian langsung mengambil posisi
duduk berhadapan dengan Adit. Dia menyodorkan sebuah map yang berisi scedule kerja Adit. “Begini pak. Besok
bapak ada acara launching sebuah toko di daerah Jakarta, tepatnya di japan
mall sekitar pukul 11 siang”
“Owh. Iya. Tolong besok kamu dampingi saya untuk
mendatangi acara tersebut dan atur segala sesuatunya”
“Siap pak. Saat ini juga saya akan pesan tiket pesawat
ke Jakarta”
***
Di waktu yang sama namun berbeda tempat, Ve
merebahkan tubuhnya di atas ranjangnya. Capek sekali. Jadwal yang padat sukses
menyita tenaganya. Ini saat yang tepat baginya untuk beristarahat melepas
lelah. Setengah jam berlalu, namun matanya belum ingin terpejam. Seketika dia
melihat jari manisnya yang sudah terlingkarkan oleh cincin yang sangat indah.
Di bolak-balik telapak tangannya, cincin itu sudah terasa sangat pas ia
kenakan. Namun ada yang membuatnya kurang nyaman. ‘Seharusnya kamu, Dit yang
melingkarkan cincin tunangan ini di jari manisku” Gundah gulana menyerangnya.
Lima tahun berlalu, selama itu pula kabar tentang Adit, sosok yang ia cintai
tak pernah ia dengar. Lama ia menanti, namun rasanya itu hanya sia-sia belaka.
Adit tak kunjung datang menemuinya. Sungguh lelah, kepercayaan cinta Ve akan
cinta Adit yang dapat membahagiakannya seolah sirna sedikit demi sedikit
seiring dengan berjalannya sang waktu. Hingga datang seorang Pria yang memang
sudah dekat dengan Ve selama ia memasuki dunia entertain ini. Dan pria itu pula
yang mengantarkan Ve pada gerbang kesuksesannya. Oleh karenanya, seketika pria
itu melamar Ve, Ve-pun mengiyakannya. Ini bukan berarti Ve telah mampu
melupakan Adit, namun Ve benar-benar telah lelah menanti Adit.
'Hah. Mungkin Adit juga telah dimiliki oleh orang
lain' buruk sangka Ve dalam kegalauan hatinya.
***
Keesokan harinya, Ve tengah berada di japan mall.
Ia diundang menjadi tamu istimewa dalam acara launching sebuah toko
ligtstick di sana. Sesekali ia menilik jam yang melingkar dipergelangan
tangannya. ‘Kapan acaranya dimulai?’ gusarnya dalam hati. Ve tak suka dengan
adanya jam karet seperti ini. Sungguh tidak profesional. Ve berjalan-jalan
selangkahnya kakinya, karena ia tak tau kemana arah yang ingin dia tuju. Satu
yang ia pikirkan mempercepat waktu, agar ia tak lama menunggu. Matanya menyapu
sekeliling mall, sampai dia tak sadar ada sepasang manusia yang berjalan
berlawanan arah dengannya dan mendekatinya. Mereka semakin dekat dan....
‘Bruuggggh’
“Kalau jalan pake mata dong, mbak...!!!’ kasarnya
seorang pria berdasi itu berkata. Bagaimana tidak? Minuman yang ia pegang
sukses ditumpahkan oleh Ve akibat insiden tabrakan tadi. Padahal pria itu akan
menghadiri sebuah acara yang sangat penting bagi dirinya. Sungguh tidak mungkin
untuk memakai jas yang telihat basah seperti ini.
Ve merasa bersalah, Dia mengambil sebuah sapu
tangan dalam tas jinjingnya. Lalu mengusapkannya pada bagian dada pria itu.
“Maaf, aku nggak sengaja”
Pria itu memperhatikan wajah Ve dengan seksama,
Ia sangat mengenalnya. “Veranda?” ungkapnya.
Suara lembut pria itu masuk dalam gendang telinga
Ve. Suara yang sangat ia rindukan. Ve mendongakan pandangannya secara perlahan.
“Adit?” sangat jelas mereka berpandangan.
Senangkah? Bencikah? Dengan pertemuan yang Tuhan
takdirkan secara mendadak seperti ini? Semua campur aduk dalam batin Ve. Dia
senang karena pada akhirnya dia dapat bertemu dengan sosok yang ia cintai.
Namun rasa benci itu pun muncul sesaat ketika melihat sosok wanita muda
disebelah Adit. Wanita yang tak kalah cantik jika dibandingkan dengan
dirinyanya.
‘Siapa dia?’
‘Dia-kah sosok wanita yang beruntung mendapatkan
cintamu, Dit?’
‘Apa dia sosok yang bisa membuat kamu melupakan
aku?’
Berbondong-bondong pertanyaan picik bersarang dalam
pikiran Ve. Membuatnya merasa sedikit cemburu.
“Maaf. Aku lagi buru-buru” ucap Ve tiba-tiba yang
kemudian melangkah pergi. Namun Adit mengunci pergelangan tangan Ve,
menghentikan langkah Ve. Kemudian membalikkan paksa bahu Ve. Sebenarnya banyak
hal yang ingin Adit ucapkan saat ini pada Ve termasuk ungkapan perasaannya.
Namun ini bukanlah saat yang tepat. “Please nanti malam kamu temui aku di atas
gedung itu. Ada sesuatu yang penting yang ingin aku sampaikan ke kamu” Kalimat
permintaan yang tidak panjang namun sangat jelas terlontar dari mulutnya. Entah
itu akan Ve penuhi atau tidak. Cuma satu harapannya, dapat memberikan sebuah
kepastian akan cinta dihati keduanya.
***
Di bawah taburan bintang di malam ini, Ve
menunggu Adit tepat diatas gedung pencakar langit, tempat yang mereka janjikan
siang tadi. Dinginnya angin malam menusuk badan Ve, Sedikit ia mngggosok-gosok
kedua telapak tangannya lalu ia tempelkan tepat dilehernya guna memberi
kehangatan. Tempat ini sukses membuka kenangan mereka dikala mereka sedang
mengenyam bangku SMA. Lima tahun yang lalu tempat ini menjadi saksi bisu kencan
pertama mereka yang awalnya penuh dengan kebahgian namun diakhirnya menyisakan
sebuah rasa sakit yang mendalam diantara keduanya yang menanti sebuah kepastian
akan cinta yang mereka pendam kala itu.
Keraguan muncul dalam benak Ve akankah Adit
menepati janjinya atau tidak. Sudah satu jam berlalu, namun belum ada
tanda-tanda kedatangannya. Jenuh sekali Ve menungguinya.
Tiba-tiba terdengar suara, “Maaf, membuat kamu
menunggu lama” Ve menoleh ke arah sumber suara itu lalu memberikan senyuman
hambar.
“Kamu lagi sakit, Ve?” tanyanya memberikan
perhatiannya dan duduk di samping Ve.
“Nggak kok. Aku sehat. Sehat banget malah”.
“Syukurlah”
Mereka terjebak dalam keheningan. Seolah tak ada
sesuatu yang menjadi bahan obrolan mereka. Padahal Ve sangat ia menanyakan
berbagai pertanyaan yang sempat mengganggu pikirannya siang tadi plus tentang
Adit yang tak kunjung memberinya sebuah kabar.
“Ve, Aku seneng banget bisa ketemu kamu lagi.
Akhirnya Tuhan menjabah do’a-do’aku. Oh iya. Selamat yah, kamu udah bisa
wujudin mimpi kamu sekarang” pintarnya Adit berbasa-basi. Ini memuakan bagi Ve.
‘Sebenarnya pertemuan ini untuk apa? Hanya untuk memberiku selamat akan
kesuksesanku? Bukannya tadi siang dia ingin mengucapkan sesuatu yang penting
padaku? Tapi mana? Apakah ini sesuatu yang penting itu?’ Geram Ve dalam hati
membuatnya menggenggam erat gaunnya mencoba menahan emosinya. Adit menyodorkan
tangannya guna mmberi selamat. Namun Ve tak menyambutnya. Ve merasa tak
bisa menahan emosinya lagi, sebuah tamparan keras ia daratkan pada pipi kanan
Adit.
Adit kaget akan perilaku Ve. “Aku salah apa sama
kamu, Ve?” Tanya Adit yang tak terima dengan tamparan Ve.
“Kamu masih tanya, salah kamu apa? kamu itu
jahat...!!” Bentak Ve.
“Jahat? Kamu kenapa sih, Ve? Tiba-tiba marah
seperti ini? Kamu nggak suka ketemu sama aku?” Nada-nada Adit ikut meninggi
seiring kebingungan Adit akan arah pembicaraan Ve.
“Kenapa kamu nggak pernah ngabarin aku? Tentang
keberadaan kamu? keadaan kamu? Aku cemas jika sesuatu terjadi kepada kamu. Tapi
Kenapa kamu nggak pernah ngertiin perasaan aku, Dit? Apa karena cewek siang itu
kamu jadi melupakan aku?” tanya Ve bertubi-tubi membuat lensa matanya terlihat
tergenang oleh air mata yang tertahan. Sangat sakit mngucapkan pertanyaan itu.
Meskipun ujung-ujungnya ia lega bisa mengucapkannya.
“Karena aku ngertiin kamu, aku bersikap seperti
ini. Jujur, aku sangat mencintai kamu, Ve. Kamu ingat? Sewaktu aku mengajak
kamu ke tempat ini? Sebenarnya aku ingin mengungkapkan perasaan aku ke kamu.
Tapi, waktu itu aku merasa belum pantas buat kamu, kamu terlalu tinggi untuk
aku capai, aku juga nggak mau menghancurkan mimpimu. Aku bertekad untuk sukses
agar aku pantas buat kamu. Lima tahun sudah, aku jatuh bangun dengan usaha yang
aku rintis dari nol sampai sekarang aku bisa sukses. Maaf kalau aku nggak
pernah ngasih kabar apapun ke kamu. Itu karena aku ingin kamu juga fokus
terhadap karier dan cita-cita kamu. Satu lagi, untuk cewek yang jalan bersamaku
siang tadi. Dia sekretaris aku. Aku nggak pernah bisa mencintai cewek lain
selain kamu, Ve ” Jelas Adit panjang lebar membuat tangis Ve menjadi pecah.
Ternyata selama ini Adit mencintainya. Terpaksa harus dipendamnya demi Ve. Demi
mimpi Ve. Ve pikir Adit tidak pernah mengerti tentang perasaannya, namun
nyatanya Ve-lah yang tidak pernah mengerti perasaan dan posisi Adit saat itu.
Adit mengusap air mata Ve yang jatuh dengan kedua
tangannya. “Maafin aku, Ve. Karena sikap aku, kamu jadi berburuk sangka
terhadap aku dan membuat perasaan kamu sesakit ini. Bisa-kah kita memulainya
kembali? Mengenang kenangan SMA kita dulu dan mewujudkan cinta kita yang
tertunda?” ucap Adit, yang sebenarnya kata-kata ini-lah yang ingin Ve dengar
dari mulut Adit kala itu ditempat ini juga.
Ve menggeleng lemah. Adit mengira Ve masih
menyesali prasangka buruknya. Adit-pun memegang erat tangan Ve berniat
menguatkannya. Namun, ia merasakan ada yang sesuatu yang berbeda dijari
manis Ve, sebuah ‘benjolan’ dapat Adit rasakan kala menyentuhnya. Adit melihat
cincin yang melingkar dengan apik-nya di jari manis Ve. Hal ini menimbulkan
sebuah pertanyaan besar di hatinya.
“Jangan bilang kalau kamu ... ??“ Ucap Adit
menggantung yang takut untuk menerka-nerka.
“Iya, Dit. Aku sudah tunangan setengah tahun yang
lalu” jawab Ve seolah mengerti terkaan Adit. Adit-pun langsung melepaskan
genggamannya. Tak disangka terkaannya tepat akurat. Hatinya merasa
tercabik-cabik mendengar jawaban Ve. Adit langsung berdiri dan berjalan menjauh
dari Ve.
“Aaaa...!!” teriak Adit melepaskan kepenantannya
yang kemudian terduduk lemah, tenaganya seolah terkuras akan rasa patah hatinya
malam ini. Air matanya pun bercucuran. Terlambat sudah.
“Kenapa, Tuhan? Kenapa semuanya harus terlambat?
Ini sangat tidak adil untuk cintaku..!!! Di saat aku merasa telah pantas
untuknya, kenapa dia telah dimiliki oleh orang lain?” Adit merasa ia telah
dipermainkan oleh takdir.
Dari jarak yang tidak begitu jauh, Ve yang sedari
tadi diam membisu mengeluarkan suaranya “Jujur, aku juga mencintai kamu, Dit.
Bahkan sampai detik ini...!!!” Perkataan Ve membuat Adit menoleh ke arahnya.
Adit tak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut Ve. Ternyata Ve masih
menyimpan rasa untuknya.
Ve berlari mendekati Adit guna menguatkannya
bahwa tidak perlu menangisi apa yang sudah menjadi takdir-Nya. Cara terbaik
adalah menerimanya, karena semua yang Tuhan berikan untuk kebaikan makhluk-Nya.
Semua akan indah pada waktu-Nya.
“Kita masih bisa menjadi sahabat selamanya kan,
Dit?” tanya Ve yang sudah berada dekat dengan Adit menyodorkan kelingkingnya.
Adit berdiri dari posisinya yang terduduk lemah. Adit mengaitkan kelingkingnya
dengan kelingkin Ve “Pasti” ucap Adit disertai senyumannya. Setelah itu Adit
langsung memeluk erat tubuh Ve. Ve tak dapat berkutik. Dia pasrah. Namun Ve
sangat menikmati pelukannya. Ini yang pertama dan semoga bukan yang terakhir.
Kepala Ve menempel pada dada bidang Adit. Masih
bisa ia rasakan isak tangis Adit yang tertahan. Membuatnya makin bersalah.
Andai Ve bisa mengulang waktu, bersabar sedikit menunggu Adit, pasti Ve
bisa sepenuhnya memiliki Adit.
“Mungkin cinta yang lahir diantara kita sekedar
cinta antara fans dengan idolanya yah, Ve” ucap Adit masih dalam adegan yang
sama dengan detik sebelumnya. Kata-katanya begitu menusuk relung hati Ve yang
tidak setuju dengan perkataan Adit. Bagi Ve, cinta yang Adit berikan kepadanya
adalah cinta sejati. Jauh lebih besar dari cinta seorang fans yang diberikan
kepada sang idola. Terlebih Adit mampu menerima keadaan yang menyakitkan ini.
Ve harap akan datang sebuah keajaiban Tuhan untuk mempersatukan cinta mereka
karena untuk Ve meski jiwanya bukan milik Adit, namun cintanya tetap untuk Adit
selamanya.
-The End-
Writer : Hanifah
Argubie
Twitter : @HanBie_48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar