“Depi...!!!”
“Apa lu, VERANDA...?! ganti-ganti nama gue
seenaknya ...!!!
“Heh. Nggak usah nyebutin nama gue sepanjang itu
napa? Gue nggak seneng tau...!!!
“Emangnya gue seneng kalau lu panggil gue
‘Depi’...?! Hah..!!!
Tiap hari, tiap menit bahkan tiap detik, dua anak
manusia yang terlahir dengan nama Devi Kinal Putri dan Jessica Veranda selalu
bertengkar layaknya film kartun ‘Tom and Jerry’. Tidak pernah ada kata ‘DAMAI’
dalam kamus kehidupan mereka. Apa saja selalu dipeributkan dan mereka selalu
menyombongkan apa yang menjadi kelebihan mereka.
Kinal terlahir sebagai anak yang memiliki tingkat
intelegensi di atas 130, bisa dikatakan dia anak yang jenius. Tapi untuk
masalah penampilan?? Hmm.. TOMBOY abis, tidak ada sifat GIRLY yang melekat pada
dirinya. Berbeda 360 derajat dengan Ve, dia seorang anak yang mempunyai paras
CANTIK, bahkan sangat cantik, namun otaknya ‘...’ (?)
“Woy...!! Bisa diam nggak sih kalian berdua
itu..!!” seru sang ketua kelas bernama Willy melerai Kinal dan Ve yang sejak
pagi sudah perang mulut.
Gretakkan sang ketua kelas ternyata sukses
membuat kelas hening tak bersuara, Kinal dan Ve pun terdiam dan menundukkan
kepalanya.
“Okeh, Sorry. Gue cuma mau kasih pengumuman ke
kalian semua kalau minggu depan sekolah kita akan mengadakan ajang
‘Kartini-Kartono’. Siapa diantara kalian yang bersedia mewakili kelas kita?”
Tawar Willy kepada semua teman-temannya namun tak ada satu pun temannya yang
memberi respon.
‘Kartini-kartono ajang apaan coba?? Paling kayak
tahun lalu. Jalan berpasangan di Red Carpet di dandani menor kayak
ondel-ondel pake pakaian kebaya pula. Nggak banget deh’ ucap Kinal dalam hati
sambil membayangkan dirinya yang mewakili ajang tersebut. ‘Oh. My God. Jangan
sampai gue yang jadi kartininya’ gumamnya kemudian sembari menggeleng-gelengkan
kepalanya.
‘Ih. Kenapa harus ada ajang nggak jelas seperti
itu sih?? Apa pentingnya coba? Gue nggak habis pikir kalau gue yang nantinya
jadi Kartini. Terus yang jadi kartononya itu, Adul, Ucok, atau Aziz. Oh...My
God, reputasiku akan hancur jika berpasangan dengan mereka. Nggak. Nggak. Nggak’
giliran Batin Ve yang memberontak. Seketika pandangannya menyapu (?) wajah anak
cowok dikelasnya yang menurut Ve tidak ada satu pun yang pantas
berpasangan dengan dia.
“Gimana, Guys??” Tanya Willy kembali berniat
untuk memecah keheningan. Namun usahanya sia-sia, tetap saja tak ada respon
dari teman-temannya.
“Gue lho, yang jadi Kartononya??” tawar Willy
memancing keikutsertaan anak cewek dikelasnya. Dia sadar, dia itu cakep dan
pinter, tak ayal pasti banyak cewek yang mau berpasangan dengan dirinya.
Ternyata pancingan Willy sukses membuat Kinal dan
Ve saling berpandangan dan mengubah pendirian mereka.
“Willy??” ucap mereka kompak.
“Gue aja, Wil”
“Gue”
“Gue”
Kinal dan Ve saling menawarkan diri yang
ujung-ujungnya mereka ribut lagi hanya karena berebut peran menjadi ‘Kartini’
“Eits. Kinal. Ve. Nggak semudah itu lho jadi
Kartini. Dia harus ‘Beautiful and Smart” Papar Willy sembari melerai kembali
perang mulut Ve dan Kinal.
“Wah. Gue banget tuh, Wil” ujar Ve ke-PD-an
menaikan kerah bajunya.
“Lu??” Kinal menatap Ve dengan tatapan tak
percaya.
“Ngaca woy..!! Otak nggak ada isinya mau jadi
Kartini. Yang pantes itu Gue. Secara kita sama-sama anak yang cerdas jadi kalau
juri ngasih pertanyaan, kita bisa ngejawab dan gue yakin kelas kita akan menang
” Ejek Kinal yang kemudian malah menyombongkan dirinya sendiri kalau dia lebih
pantes daripada Ve.
“Depi. Depi. Lu nggak sadar atau nggak bisa liat
penampilan lu kayak gimana? Di rumah nggak punya cermin yah, Pi?? Gue nggak
bisa ngebayangin cewek TOMBOY kayak lu pake kebaya. Oh My God, pasti kelas kita
jadi bahan tertawaan kelas lain” Ve berbalik mengejek Kinal yang kemudian
mengundang tawa temen sekelasnya.
“Udah.Udah. Kalian hobby banget saling ejek.
Kinal, lu emang cerdas. Dan lu, Ve, cowok mana yang nggak tertarik dengan
kecantikan lu? Tapi yang gue butuhkan untuk jadi pasangan gue itu cewek yang
CERDAS dan CANTIK. So, Kinal mending lu benahi penampilan lu. Dan Ve, gue rasa
lu harus banyak belajar dulu deh?? ” Saran Willy yang tertangkap oleh Kinal
saran yang merendahkan dia.
“aishhh...dia pikir dia siapa nyuruh-nyuruh kita
gitu??” gerutu Kinal merasa kesal dengan saran Willy.
“Kita?? Lu aja, Pi. Gue nggak. Gue mah bisa
pinter kalau gue mau. Lah lu?? Penampilan kayak cowok mana bisa jadi cewek??”
Sangkal Ve yang terkesan kembali menyulut perang mulut diantara mereka lagi.
“Sial lu ye. Gue bakal buktiin ke lu, kalau gue
bisa jadi cewek cantik. Bahkan jauh lebih cantik dari lu, VERANDA” ucap
Kinal tak mau kalah menekan nama ‘Veranda’ diakhir kalimat yang ia
lontarkan.
---
Sepulang sekolah, tak seperti biasanya jalanan
nampak ramai. Banyak kendaraan berlalu-lalang. Seketika itu Ve hendak menyebrang
jalan. Kinal melihat dari seberang jalan ada sebuah motor yang melaju
dengan kecepatan agak tinggi mengarah ke arah Veranda. Nampak terlihat jelas
akan menabraknya.
“Ve?? Ya Alloh” Kinal kebingungan. Dilema pun
melanda. Haruskah dia menolong musuhnya atau tidak? Namun Kinal juga masih
punya hati nurani, bagaimana pun juga Veranda adalah teman satu kelasnya.
“Ve..!! Awas...!!!” teriak Kinal berharap Ve
sadar kalau ada motor yang akan menabraknya. Sayang, Ve tak mendengarkannya
karena sebuah Earphone yang melekat di telinganya menghalangi teriakan
Kinal.
‘Aishh’ Kinal nekat. Kinal berlari untuk
menolong Ve.
‘Brug’ Kinal mendorong Ve guna menolongnya agar
tidak tertabrak. Namun naas Ve malah terjatuh dan kepalanya terbentur batu
besar, darah segar pun mengalir dari pelipis kepalanya.
Sedangkan Kinal?? Dimana Kinal?? Dia tergeletak
di pinggiran jalanan, dia merelakan dirinya yang terserempet motor. Terpental
hingga lima meter dari tempat kejadian.
---
“INI IBU BUDI” terdengar suara Ibu Guru sedang
mengajar. Tak sengaja secara perlahan suara itu membangunkan Kinal dan Ve
dari tidurnya yang posisinya terduduk.
“Gue dimana??” tanya Ve bingung melihat keadaan
sekelilingnya yang nampak seperti bangunan sekolah jaman dahulu yang tak
berlantai dengan dinding yang masih menggunakan kayu dan atap yang masih
ditutupi dengan daun rumbia.
“Pi? Kok lu juga ada di sini?” tanya Ve yang baru
menyadari kalau Kinal berada di sebelahnya. Kinal hanya menggeleng sebagai
pertanda bahwa dia pun tidak tau dimana dia berada. Mereka terdiam sejenak
mengingat-ingat kejadian sebelum ini.
“Lu nggak apa-apa Ve??” tanya Kinal tiba-tiba
yang memegangi kedua pipi Ve memasang mimik wajah khawatir. Ternyata Kinal
sedikit teringat kejadian naas itu.
“Apaan sih lu, Pi?” Ve menyingkirkan tangan Kinal
kasar. Ve merasa aneh melihat Kinal yang tiba-tiba perhatian kepada dirinya.
“Tadi lu...” ucapan Kinal menggantung karena
seseorang memotong ucapannya.
“Kalau Ibu sedang mengajar tolong dengarkan
baik-baik” Ibu guru itu memperingatkan. Sontak membuat Kinal dan Ve menoleh ke
arah Ibu guru itu.
“Melody...?!!” Ucap mereka kompak, mereka
terkejut melototkan kedua bola matanya.
“Pi...Dia beneran Melody? Member JKT48? Atau Cuma
mirip doang?” Ve nampak tak percaya dengan apa yang dia lihat.
“Iyah, Ve. Tapi...”Lagi-lagi ucapan Kinal
menggantung.
“Kalian siapa?” Tanya Ibu guru itu yang berjalan
mendekati mereka, merasa aneh karena dia baru pertama kali melihat Kinal dan Ve
mengikuti kelasnya.
“Ki...kita penggemar Ibu” jawab Ve sedikit gugup,
bukan karena ia takut dengan sosok yang mirip dengan ‘Melody’ itu tapi karena
saking senangnya Ve bisa bertemu sang idola.
“penggemar Ibu?? Kalian jangan bercanda. Sekarang
kalian Ibu hukum berdiri di depan kelas dengan satu kaki dan tangan di
telinga..!!” Perintah Bu Guru, Kinal dan Ve pun terpaksa menurutinya.
---
“Andai lu nggak bilang kalau kita penggemarnya.
Kita nggak bakalan di hukum kayak gini. Seumur-umur gue baru ngerasain hukuman
tau..!!!” gerutu Kinal kesal namun Ve tak menggubrisnya. Ve tak mau rasa
senangnya kali ini hancur hanya karena harus kembali bertengkar dengan Kinal.
Ve kembali membayangkan betapa teduhnya
wajah Ibu Guru itu, “Cantikan aslinya yah, Pi??” Puji Ve tak sadar.
“Lu yakin ibu guru di dalam tadi adalah Melody?”
tanya Kinal mulai tidak percaya, Ve menganggukan kepalanya mantap.
“Gue nggak yakin member idol grup terkenal
mau-maunya mengajar SD. SD pelosok seperti ini lagi” Kinal memberi alasan
ketidakpercayaannya.
“Lah. Dia kan berbeda dengan anggota idol grup
lainnya. Lu tau sendiri kan? Kalau Melody emang sayang banget dengan
adik-adiknya di JKT48? Bukan hal yang mustahil dong kalau tiba-tiba dia ngajar
SD disini, Pi??” Sanggah Ve yang masih kekeh ibu guru yang tadi dia lihat
adalah ‘Melody’ sang member JKT48.
“Hmm, tapi aneh ajah, Tiba-tiba gue ngerasa ada
sebuah keganjalan nih”
“Ah. itu perasaan lu aja, Pi. Yang penting gue
seneng banget bisa ketemu Melody. Idola Gue. Emang lu nggak seneng, Pi?
Bukannya lu juga ngefans yah dengan dia?”
Kinal nampak menghiraukan perkataan Ve. Dia asyik
melihat sekeliling sekolah yang menurutnya aneh. Aneh karena tidak ada bendera
sang merah putih yang dikibarkan di lapangan sekolah dan sebuah papan sekolah
yang bertuliskan “SR” (Sekolah Rakyat adalah sekolah setingkat Sekolah Dasar
pada jaman penjajahan Belanda).
“SR?? Sekolah Rakyat??” Kinal benar-benar
terkejut melihat tulisan di papan itu.
“Ve, kita terjebak dalam sebuah kehidupan masa
lalu, ini hanya sebuah mimpi kita. Kita harus bangun Ve, kalau nggak kita
bakalan mati” seru Kinal tiba-tiba.
“Jangan aneh-aneh deh. Pasti lu kebanyakan baca
atau nonton sesuatu yang bernuansa fantasi nih?” Ve menganggap Kinal hanya
becanda.
“lu sekarang liat papan itu..!!” perintah Kinal
menunjuk papan bertuliskan “SR”
“SR apaan, Pi??” Ve memasang tampang Bloonnya.
“Masya Alloh, Ve. Otak lu sebegitu DODOL-nya yah?
sampai SR aja nggak tau?? SR itu sekolah Rakyat setingkat SD pada jaman
penjajahan Belanda. Lu liat lagi deh sekeliling halaman sekolah ini, nggak
ada bendera merah putih yang berkibar. Gue analisis kalau kita ada di jaman
sebelum kemerdekaan Indonesia” jelas Kinal panjang lebar yang belum tentu Ve
paham akan perkataannya. Satu yang ada dipikirannya saat ini hanyalah wajah Ibu
Guru tadi yang benar-benar mirip dengan Melody.
“Lantas, kenapa Meody juga ikut bersama kita
terdampar di masa lalu ini? Hayoo??”
“Hmm. Bisa jadi Melody itu hasil reinkarnasi dari
Ibu Guru tadi di masa mendatang”
“Gue masih belum maksud deh” Ve menggaruk-garuk
kepalanya.
Tiba...Tiba....
‘Booommmm’ terdengar suara ledakan meriam
belanda yang sedang berperang dengan tentara Indonesia.
Spontan Kinal melindungi Ve. Kinal merangkulnya
dan mereka pun duduk berjongkok “Lindungi kepala lu barangkali terkena
reruntuhan bangunan ini” perintah Kinal kembali menaruh perhatiannya pada Ve.
“Kita ngga masuk aja, Nal?” Tanya Ve ketakutan
yang entah sadar atau tidak Ve sudah tidak lagi memanggil nama Kinal dengan
sebutan ‘Depi’
“Kita ‘kan masih di hukum, Ve. Masak seenaknya kita
mau masuk gitu ajah?”
Ibu Guru itu keluar kelas, melihat kedua murid
asingnya masih di luar kelasnya.
“Kalian, cepat masuk. Berlindung di dalam kelas”
perintahnya yang terlihat sangat khawatir. Ve dan Kinal-pun menurutinya untuk
berlindung di dalam kelas.
---
“sepertinya sudah aman” ujar Ibu Guru yang
akhirnya bisa menarik nafas panjang. Lega sekali.
“Kalian anak baru? Sepertinya Ibu baru melihat
kalian?” Imbuhnya lagi.
“Saya Kinal dan ini teman saya, Ve. Bu”
Kinal meperkenalkan dirinya dan Ve.
“Panggil saja saya Ibu Kartini” giliran Ibu guru
itu memperkenalkan diri.
“Kartini?” tanda tanya besar membuat Ve dan Kinal
kebingungan yang ternyata Ibu guru di hadapannya adalah Ibu Kartini.
“Kenapa kalian terkejut mendengar nama Ibu, Nak?
Ada yang salah dengan nama Ibu??”
“Ibu Kartini itu seorang tokoh emansipasi wanita.
Ibulah yang mengangkat derajat kaum wanita nantinya” Sanjung Ve dengan senyum
manisnya.
“ibu masih belum mengerti dengan apa yang kamu
bicarakan, Nak”
“Bu. Sebenarnya kami dua anak remaja di tahun
2014 yang terjebak di masa lalu ini. Bu, tolonglah kami agar kami bisa kembali
ke masa kami sendiri” pinta Kinal memelas. Namun Ibu Kartini masih terdiam
mencerna perkataan Kinal.
“Kalau ibu tidak percaya, Ibu bisa mengetes kami
segala apapun tentang ibu” sambung Kinal lagi.
“Ibu lahir pada tanggal 21 April 1879 di kota
Jepara. Saat ini ibu pasti sedang menyusun buku yang berjudul Habis gelap
terbitlah terang. Ibu berasal dari keluarga bangsawan yang tidak
diperbolehkan untuk melanjutkan sekolah. Lalu Ibu mempunyai suami yang bernama
Raden Adipati joyodiningrat. Oh..iya, Bu. Kalau boleh saya tau kira-kira saat
ini kita berada di tahun berapa masehi?” Pintarnya Kinal menjelaskan sejarah
Kartini, tidak salah kalau IQ-nya sampai 130.
“tahun 1904” jawab Ibu kartini singkat. Tiba-tiba
Kinal membungkam mulutnya. Ini adalah tahun dimana Ibu Kartini akan meninggal.
Kinal Kaget. “Ve?” Kinal menoleh kearah Ve.
“Ada apa ditahun ini, Nal?” Wajah polos lugu Ve
ia perlihatkan. Mungkin dan emang dia tidak mengerti detail sejarah Kartini
“Ibu akan ... “ Tak enak hati Kinal melanjutkan
ucapannya.
“Jika yang akan kamu ucapkan itu adalah sesuatu
yang buruk yang akan menimpa ibu. Tolong jangan katakan. Ibu percaya dengan
kalian” cegah Ibu Kartini agar Kinal tak melanjutkan kata-katanya.
“Lantas kenapa sekarang kalian berada di sini?”
tanya ibu kartini kemudian.
“Saya juga kurang tau, bu. Yang saya ingat, tadi
siang Ve hampir saja kecelakaan dan saya berusaha menolongnya. Namun... Ketika
kami terbangun, kami sudah berada di tempat yang menurut kami asing” jelas
Kinal seingatnya.
Lalu apa yang harus Ibu bantu, agar kalian bisa
kembali ke masa kalian?” tanya Ibu Kartini, namun Ve dan Kinal hanya
menggelengkan kepalanya pertanda mereka juga tidak tahu.
“Okeh, untuk sementara waktu, kalian membantu Ibu
mengajar disini dulu. Ibu yakin kalian utusan Tuhan untuk membantu Ibu merubah
derajat kaum wanita di masa mendatang” ujar Ibu kartini memberikan solusi.
---
Keesokan harinya, Kinal dan Ve berjalan-jalan
menyusuri daerah perkampungan sekitar rumah Ibu Kartini. Sepoi-sepoi udara
segar di pagi itu membuat mereka nampak makin bersemangat. Ve membentangkan
kedua tangannya, menghirup udara dalam-dalam "Hmm. Andai Jakarta seperti
ini?? Gue nggak akan malas untuk olah raga pagi”.
Kinal yang berjalan beriringan dengan Ve,
tatapannya jauh kedepan “Itulah tugas kita, Ve. Kita harus meminimalkan
penggunaan kendaraan bermotor” ucapnya serius.
“Caranya??”
“Kita itu terlalu manja. Jarak dari rumah ke
sekolah kita nggak lebih dari 2 kilometer 'kan? kenapa kita minta di antar pake
mobil coba? ”
“Iya juga ya, Nal. Jadi menurut lu, kita harus
naik sepeda gitu?”
“Yap, kita harus bisa merubah kebiasaan orang
Indonesia berawal dari kita sendiri, insya Alloh yang lain bisa mengikutinya
kok” ucap Kinal mantap dan Ve seolah mengerti arah pembicaraan Kinal. Mereka
melanjutkan aktivitas jalan-jalannya. Tiba-tiba, mata Ve tertuju pada sebuah
sungaii kecil yang indah dipandang mata, airnya yang jernih memperlihatkaan
kehidupan hewan yang ada di dasar sungai itu. Mereka berjalan ke tepian sungai
itu, mereka pun duduk dengan menenggelamkan sebagian kaki mereka merasakan
segarnya aliran sungai itu.
“Gue betah di sini, Nal. Tiap hari bahkan tiap
waktu gue bisa melihat wajah idola gue” Ve mengawali percakapan mereka lagi.
“Gue juga betah, Ve. Tapi kita harus cepat-cepat
enyah dari tempat ini sebelum kita mati. Kita harus cepat-cepat menyelesaikan
misi kita. Misi kita sebagai utusan Tuhan untuk mencoba mengubah derajat wanita
di masa mendatang seperti apa yang Ibu Kartini lakukan”
“Gue nggak yakin bisa, Nal” ujar Ve menyerah.
Kinal merangkul bahu Ve, “Lu pasti bisa kok”
ucapnya sambil tersenyum.
“Tapi gue nggak secerdas lu” sangkal Ve.
“Mengajarkan ilmu bukan berarti lu harus
mengajarkan pelajaran kan? Tapi keahlian yang lu punya, Ve”
“Keahlian gue?”
“iyah. Lu inget kata Willy? Kartini itu Smart
and Beautiful. Jadi, lu ajarin mereka pentingnya sebuah kecantikan bagi
kaum wanita, bukan kecantikan fisik semata tapi kecantikan hati jugalah sangat
penting. Sementara gue, mengajarkan mereka pengetahuan yang belum mereka dapat
dari Ibu Kartini”
“Gue coba deh” nampaknya Ve kehabisan kata-kata
untuk beradu argumen dengan Kinal.
“Semangat dong..!! Kalau kita berhasil, kita akan
bisa merubah wanita Indonesia menjadi sempurna. Tidak seperti kita. Kita yang
hanya pinter aja atau kita yang cantik ajah” kembali Kinal menyemangati Ve.
“Kita juga bisa sempurna kan, Nal??” ujar Ve
memainkan alisnya. Sepertinya Kinal mampu menangkap maksud ‘permainan’ alis
itu.
“Okeh. Gue akan bantu lu menjadi anak yang
cerdas. Tapi Gue juga minta tolong, bantul gue menjadi cewek tulen” paparnya.
“menurut gue TOMBOY bukan berarti lu bukan cewek
kok, tapi lu emang tipe cewek yang sederhana nggak banyak gaya dan dandan
seperti gue” ucap Ve mendadak Bijak.
“Cielah, temen gue sudah bisa berkata bijak ni”
Ledek Kinal.
“Temen, Nal??” Ve bingung dengan kata ‘teman’
yang Kinal ucapkan.
“Nggak selamanya kita jadi musuh kan, Ve? Gue
rasa walaupun kita berbeda kita bisa saling melengkapi kok” Jelas Kinal yang
membuat Ve terharu dan langsung memeluknya.
---
Kinal dan Ve pun mulai mengajar, Ibu Kartini
dengan senyum simpulnya merasa kagum dengan kegigihan dua anak remaja ini.
Entah apa yang menjadi motivasi mereka mau melakukan semua ini.
Dua hari, tiga hari, seminggu pun berlalu...
Di sela-sela tidur Kinal dan Ve, Ibu Kartini
menghampiri mereka. Dibelainya rambut mereka dengan rasa kasih sayang seolah
inilah pertemuan terakhir mereka, “Kalian dua remaja yang luar biasa, kegigihan
kalian memberi keyakinan besar buat ibu memperjuangkan wanita. Mungkin malam
ini saatnya kalian kembali ke masa kalian. Tetaplah menjadi remaja yang
menginspirasi banyak orang. Kelak kita akan bertemu lagi, entah sebagai apa dan
dalam keadaan bagaimana. Ibu akan merindukan kalian” Bulir air mata itu jatuh
tak tertahan yang tak sengaja menetes mengenai wajah Kinal dan Ve. Tersadar air
matanya membuat mereka terjaga, Ia pun segera berlalu.
---
“Ma....Pa....” Igo Kinal dan Ve bersamaan yang
kebetulan di rawat dalam satu ruangan yang berdekatan.
Kinal dan Ve memang mengalami koma hampir
seminggu lamanya akibat kecelakaan itu. Di sadari atau tidak, dalam kurun waktu
seminggu itu mereka bersama-sama mencari jati diri mereka walau hanya dalam
sebuah mimpi.
---
Suatu pemandangan yang tidak biasa, Kinal dan Ve
yang terkenal tidak bisa akur, kini berangkat sekolah bersama. Terlebih mereka
berangkat dengan menggunakan sepeda, tidak lagi bermanja ria menggunakan mobil.
Sontak semua mata tertuju pada mereka dan menjadikan mereka sebagai bahan
‘pembicaraan’. Bukannya malu atau risih, mereka malah merasa bangga. Suatu saat
nanti mereka harap ‘sepeda’ akan kembali booming.
Mereka berjalan beriringan menyusuri tepian kelas
menuju kelas mereka. Tiba-tiba Kinal tersadar kalau hari ini akan ada ajang
‘Kartini Kartono’
“Kira-kira cewek beruntung yang menjadi Kartini
dan berpasangan dengan Willy siapa yah, Ve?” Tanya Kinal pada Ve.
“Kita” jawab Ve singkat.
“Kita?? Mana mungkin satu orang Kartono di
pasangin dua Kartini. Lu jangan ngaco deh”
“Siapa bilang Kartononya Willy?? Kartononya itu
lu, Nal” Ve makin ngaco.
“Lu lagi nggak sakit ‘kan, Ve??” tanya Kinal
memegang jidat Ve yang ternyata tidak panas.
“Kenapa?? Toh Kartono emang nggak ada sejarahnya
‘kan? So, ajang ini sangat mungkin jika gue dan lu yang mewakilinya. Kita ‘kan
The VEnomeNAL of Kartini. Walau nanti gue akan dandanin lu
kayak cowok juga sih, hehe” jawab Ve sok keinggrisan yang di akhiri dengan
cengirannya.
“lu udah bilang Willy?”
“Udah dong. Gue ‘kan udah ngrencanain ini dari
semalam. Willy juga nggak keberatan. Sekali-kali ngisengin lu nggak apa-apa
‘kan? haha” imbuhnya yang langsung lari takut Kinal menjitak kepalanya. Mereka
pun berlari kejar-kejaran.
---
Dengan telaten, Ve memoleskan bedak pada wajah
Kinal.
“Hmm...Ve, jangan tebel-tebel lah, gue ‘kan mau
jadi cowok bukan cewek ” ucap Kinal sedikit bawel.
“Iyah, iyah. Gue tau. Sabar dong masih ada yang
kurang nih” Ve membuatkan kumis buatan dengan menggunakan pensil alis tepat di
bawah hidung Kinal. Tak lupa Ve menguncir rambut Kinal yang kemudian ia masukan
ke dalam Blankon yang kini telah terpasang rapi dikepala Kinal.
“Nah, klo gini siapa yang bakal mengira kalau
Kinal itu seorang cewek?” Ve merasa lega dan puas telah selesai mendandani
kawannya itu.
“Diliat-liat lu ganteng juga yah kalau jadi cowok
gitu” ledek Ve.
“Kinal gitu lho. Eits, lu jangan sampai naksir
gue ye, gue masih normal”
“Loe ada-ada ajah deh, Nal. Gue mau dandan dulu”
15 menit berlalu...
“Taraaa..!!” seru Ve menampakan dirinya yang
telah mengenakan kebaya di hadapan Kinal. Kinal melihat dari ujung kaki sampai
ujung rambut Ve, “Anggun sekali, kalau gue cowok gue bakal naksir sama lu kali,
Ve” Kinal benar-benar terpesona dengan dandanan Ve yang nampak natural.
“Ah. Lu nakutin banget sih, Nal"
"Eh. Bentar lagi kita perform, siap-siap ke
arena dekat red carpet yuk” ajak Ve dengan menarik tangan Kinal,
menggandengnya.
---
“Inilah peserta terakhir dari kelas XI IPA 5 yang
di wakili oleh Veranda dan ...” Seru pembawa acara menggantung, menurutnya nama
sang Kartononya seperti cewek. ‘Kinal’ Lanjut sang pembawa acara mencoba acuh.
Layaknya model berpasangan, Kinal dan Ve berjalan
di arena red carpet dengan luwesnya. Kinal tidak menampakan dirinya
sebagai wanita. Tinggi badannya yang setara dengan Ve, plus aksesoris pria yang
ia kenakan serta jalan layaknya pria gagah meyakinkan sekali kalau dia adalah
seorang pria.
Kinal dan Ve berjalan menyusuri arena itu,
sampailah keduanya berhadapan dengan Juri siap untuk mendapatkan pertanyaan.
Tak disangka sosok yang kini menjadi juri tamu, sukses membuat mereka terkejut,
dia-lah sang Ibu Kartini yang telah mereinkarnasi dirinya menjadi Melody
Nurramdhani Laksani.
Writer : Hanifah
Argubie
Twitter : @HanBie_48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar