Hampir sepertiga malam. Sebuah mobil jazz warna putih menyusuri
jalanan yg sunyi senyap. Setelah melewati jalur tol, mobil itu memasuki
kawasan yg tak banyak rumah singgah(?). Jalanan tanjakan-turuna
Fajar belum menampakkan cahayanya. Kabut awan hitam masih kedinginan, sehingga ia mendekap dan memeluk sang mentari untuk merengkuh kehangatan.
Kini, mobil itu berhenti di pinggiran tebing yg curam. Ternyata, di dalam mobil itu adalah seorang gadis. Gadis cantik, namun kecantikannya tertutupi oleh air mata. Air mata kesedihan dalam kesendirian.
@@@
"Yoshaa!!".
"Huaaaah, akhirnya kelar juga nih kerjaan". Gadis itu menghempaskan punggung di senderan kursi kerjanya. Sesaat menggeliat dan merenggangkan tubuh mungilnya. Wajah lelah dan kantung mata yg menghitam, tak mampu menutupi aura kecantikannya. Wajah itu selalu memancarkan senyum, selalu bersinar, ceria dan penuh semangat. Dia, Melody.
"Hmmm... deadline untuk weekend besok dah beres! Saatnya pulaaang". Melody beranjak keluar dari ruang kerjanya dan selalu di dampingi oleh senyuman.
Sebelum pulang, Melody menyempatkan waktu ke sebuah mall yg tak jauh dari apartementnya.
Melody termasuk gadis yg mandiri. Semuanya di lakukan sendiri tanpa bantuan orang lain. Lebih tepatnya, ia tak ingin merepotkan orang. Selagi itu mampu ia kerjakan sendiri. Yups, Melody tinggal di apartementnya sendirian, jauh dari keluarga, dan terutama jauh dari.....sang kekasih.
Melody menjalin hubungan dengar kekasihnya sudah hampir 5 tahun lamanya, semenjak mereka kuliyah menginjak semester 4 di tempat yg sama yaitu di universitas padjajaran. Meskipun beda fakultas, Melody dan Langit, nama kekasihnya. Tak pernah berjauhan. Tiap ada kesempatan, mereka sering terlihat bersama.
*
*
"Waaah, indah banget lihat pemandangan dari atas sini". Girang Melody.
"Sangat sejuk, damai dan... ah, pokoknya seneng banget aku lihatnya".
"Eh, kok kamu bisa tahu tempat ini sih?".
Saat ini, Melody dan Langit berada di sebuah tebing yg sangat curam, sekelilingnya juram. Meskipun tampak menyeramkan, tapi tak mampu mengalahkan keindahan sejauh mata memandang.
"Kalau gitu, mulai sekarang tempat ini akan menjadi tempat spesial buat kita". Ujar Langit yg berdiri di samping Melody.
Melody menoleh, memiringkan kepala sejenak dengan kerutan di dahinya. Perlahan kedua tangannya di genggam oleh Langit. Melody menegang dalam diam.
"Mel, aku tahu kita dah lama menjalin hubungan persahabatan semenjak SMA. Tapi, jauh di dalam lubuk hati. Aku menginginkan lebih. Selama ini aku berusaha menekan rasa itu. Begitu sulit, Mel. Makin lama rasa itu semakin tumbuh dan memberontak untuk meraih kebebasan"
"Aku selalu mengurung rasa itu di dalam kandang hati ini. Aku takut, rasa itu akan merusak persahabatan kita".
Melody mencerna kata2 itu, ada perasaan hangat menjalari hatinya. Sesaat, Langit terlihat menghela nafas.
"Mel, aku juga gak bisa egois. Rasa itu selalu menuntut haknya. Dan sekarang, aku ingin mewujudkan itu". Langit menatap tajam mata Melody. Pancaran mata itu memberikan keteduhan saat Melody membalasnya.
Tiba2 jantung Melody bergejolak, nafasnya terasa sesak. Namun, Melody masih bisa menguasai dirinya. Melody berusaha sekuat tenaga untuk bersikap tenang.
"Melody, maukah kamu menjadi kekasihku?". Genggaman tangan itu terangkat, sejajar dengan pundak Melody.
Tak bisa menahan lagi, tangan itu sama2 bergetar. Perlahan sudut bibir Melody membentuk katalis senyum. Meski tak mampu bersuara, Melody mengangguk mengiyakan.
*
*
"Hmmm... kemeja ini bagus banget, kayaknya pas deh. Mudah2an Langit suka". Tak henti2nya Melody mengukir senyuman sepanjang perjalanan dari mall menuju apartementnya.
"Huaaaa... capeknya, ah tapi aku puas banget. Duuuh jadi gak sabar deh nunggu besok, hihiiii". Tak terasa, mata itu terpejam dengan sendirinya.
~♡~
"Sayaaaaank....
"Happy birthday... emmuach!!". Dengan menyerahkan sebuah kotak kado berwarna hitam, ditambah hadiah kecupan di pipi kirinya.
"Apa ini?". Tanya laki2 itu.
"Buka ajaaah". Gadis itu beralih merangkul bahu sang kekasih, mesra.
"Hmm... makasih ya. Bagus banget kemejanya, sayank".
"Udah, gitu aja?! Upahnya mana....?". Suara gadis itu terdengar manja.
Tak perlu buang waktu, mereka sudah mengeratkan diri dalam dekapan. Tak ketinggalan, bibir merekapun saling bersentuhan, bertautan dan beradu dalam nafas yg menggebu.
*
"Sayank, kapan nih. Kamu mau jujur tentang hubungan kita". Dalam pelukan, gadis itu nampak cemberut.
Sang laki2 terkesiap, kaget. Wajahnya menampakkan kegugupan. Lalu, menghembuskan nafas.
"Dhike, sabar ya. Aku pasti akan mengatakan semuanya. Tinggal nunggu waktu yg tepat". Tangan sang kekasih membelai rambut Dhike, lembut.
"Tapi kapan?! Udah hampir 2 tahun yank....". Dhike merengek dalam tuntutannya.
"Aku takut, kamu berubah pikiran". Manyunnya.
Sepasang sejoli itu, memadu kasih di terangi sang rembulan, duduk di bangku teras samping rumah yg terlihat mewah. Suara gemericik air kolam di samping kiri, terdengar seperti petikan akustik. Menambah kesan romantis dalam hamparan taman di sekitar pekarangan.
"Aku dah gak sabar, untuk acara tunangan kita nanti. Hmmm gimana kalau besok kita hunting bajunya". Antusias Dhike, dengan kepala masih bersandar di dada kekasihnya.
"Tapi kan masih sebulan lagi, yank". Tangan kekar itu mengusap2 lembut lengan putih, kekasihnya.
"Aaah pokoknya aku maunya besok...". Ucap Dhike manja.
"Huuu... iya deh, besok kita lihat2 dulu baju yg cocok. Dasar cewek manja...". Dengan gemas tangan yg satunya mencubit hidung Dhike.
"Iiiih, tapi suka kan...". Godanya.
Lagi, mereka melanjutkan aktivitasnya. Menumpahkan rasa, meluapkan aroma kemesraan dengan.......
"Ehemm! Sepertinya aku mengganggu". Terdengar suara lembut. Tapi, seperti menahan sesuatu.
Pagutan yg hampir 1 menit itu terlepas, saat sang laki2 menoleh ke sumber suara yg tak asing lagi.
"Melody..!". Laki2 itu terperajat.
"Maaf ya Langit. Oh ya, ini ada kado dariku. Happy birthday, semoga bahagia". Datar, nada itu terdengar sangat datar dalam kasat mata.
Melody dengan kedua tangan menyerahkan sebuah kado yg di bawanya. Bibirnya bergetar, memaksa untuk memberi sebuah senyuman.
Lama, Melody sudah melihat semua adegan itu. Sebenarnya tenaga Melody sudah terkuras saat menahan rasa yg hampir meledak sedari tadi. Namun Melody memilih bertahan untuk mengetahui apa yg sebenarnya terjadi.
Kini, pertahanannya roboh, Melody sudah tak kuat dengan kenyataan yg ia lihat dan dengar, begitu nyata. Bukan mimpi, bukan pula khayalan. Melody berlari dengan sisa2 tenaganya.
"Melody!!!". Teriak Langit. Sia2, Melody sudah menghilang dari pandangan.
"Aaaarrrgghhh!!
Dhike langsung mendekap, memeluk kekasihnya erat.
"Maafin aku, Mel". Gumam Langit, pasrah.
@@@
Gadis itu, Melody. Masih terisak di dalam mobil. Matanya sembab, karena sudah semalaman air itu mengucur deras.
"Kenapa!! Kenapa kamu tak pernah jujur!!!". Teriaknya dalam isakan.
.
.
Sore itu, setelah menyelesaikan pekerjaanya. Melody sudah bersiap2 memasukkan semua keperluan ke dalam koper. Weekend ini, Melody berniat pulang ke kampung halamannya. Tentunya juga untuk menemui sang pujaan.
Setelah lulus kuliyah, Melody mendapat panggilan kerja di perusahaan kota Yogyakarta. Sempat, Langit menolak jika Melody menerima tawaran itu. Karena secara tak langsung mereka akan berpisah.
Tapi Melody meyakinkan, bahwa suatu perasaan tak akan punah meskipun itu terpisahkan oleh jarak. Yg penting selalu terjalin komunikasi, saling percaya dan saling mengerti satu sama lain.
Sedang Langit, dia harus meneruskan usaha keluarganya di bidang properti, masih di kawasan Bandung. Akhirnya, dengan berat hati mereka menjalin hubungan LDR selama 3 tahun terakhir.
.
.
Awal menjalani karirnya , Melody merasa sangat berat berjauhan dari keluarga dan kekasihnya. Tapi, dengan tekad yg kuat. Melody menumbuhkan keyakinan bahwa ia mampu. Melody ingin melatih dirinya menjadi pribadi yg mandiri.
Tahun pertama, kegiatan Melody benar2 padat. Intensitas pertemuan dengan Langit pun semakin berkurang. Dulu, hampir sebulan sekali mereka pasti bertemu. Entah Langit yg ke Jogja, atau Melody yg pulang ke Bandung. Tapi, makin kesini mereka terlihat jarang bersama.
Sebenarnya bukan Melody tak peka atau tak merasakan sesuatu yg berbeda dari Langit akhir2 ini. Tapi Melody selalu berusaha untuk tetap think positif. Dengan begitu, semua akan baik2 saja(?).
*
*
"Sa....".
"Sayank, itu suara siapa?". Tanya Melody di telepon. Saat mereka sedang asik ngobrol di jam break lunch.
"Oh, eh bukan siapa2 yank. Aku kan lagi di kafe. Jadi itu suara orang2 yg di sebelah mejaku". Jawab Langit.
Melody sempat curiga, karena suara seorang gadis begitu terdengar jelas. Seperti berada di dekat Langit. Dan apa tadi, "sa...". Maksudnya? Kenapa suara itu seperti tertahan, untuk melanjutkan kata apa yg menjadi sambungannya. Tapi sudahlah, Melody tak mau ambil pusing karena sudah pendengar penjelasan dari Langit.
"Hihiii....eh?"
Lagi, dan hampir setiap Melody dan Langit sedang bercengkrama lewat telepon. Suara itu selalu muncul, terdengar jelas. Dan masih banyak keanehan yg lainnya.
Yang membuat perasaan Melody menjadi resah dan gelisah adalah suara gadis itu. Suara itu adalah suara yg sama.
.
.
Bukan tak menghiraukan, tapi setiap Melody menanyakan keresahan hatinya. Langit selalu bisa menenangkan, menjelaskan dengan sangat logis dan masuk akal.
Melody juga tak ingin dengan adanya masalah itu, akan menyulut pertengkaran. Sehingga Melody tak pernah menyinggung kejadian2 yg selalu mengusik hatinya.
*******
"Jadi, selama ini kecurigaanku benar!!!". Masih, Melody meluapkan emosinya dengan isakan.
"Aku benar2 bego! Bodoh!! Yah Melody! Kau benar2 bodoh!!!". Teriak Melody menyalahkan dirinya.
.
.
Fajar mulai muncul dengan malu2. Kaca jendela mobil itu terlihat berembun, menyamarkan pandangan.
Setelah melampiaskan semua rasa yg berkecamuk dalam hatinya. Melody merasakan sesak, nafasnya seperti tercekik. Akhirnya, Melody menekan sebuah tombol dan kaca mobil di sampingnya perlahan bergeser turun. Angin yg berhembus lewat celah itu di hirupnya kuat2. Angin pagi yg masih sangat segar, sedikit menenangkan.
Hampir 10menit, setelah hati dan pikirannya mulai tenang. Melody mengedarkan pandangan ke sekeliling. Sepi, sendiri. Kawasan itu benar2 asing baginya. Dan tersadar, Melody berada di sebuah jalanan yg tak pernah di laluinya.
Tak ada mobil yg lainnya, Melody benar2 sendirian. Kini, tubuh Melody terasa benar2 lelah. Kepalanya pusing, karena dari kemarin ia belum beristirahat.
Punggungnya terasa sakit, dan ia sandarkan untuk memperoleh kenyamanan. Melody benar2 butuh tempat untuk beristirahat. Dalam keheningan, ia malah semakin teringat akan kenangan itu. Lagi, pipi yg mulai mengering itu teraliri kembali.
Pandangan Melody menatap lurus ke depan dalam kekosongan, kucuran air matanya seperti takkan pernah bisa habis. Embun yg semula menutupi kaca mobilnya, perlahan menghilang.
Suasana hutan itu begitu sunyi, hanya hembusan angin yg mendominasi. Terlihat juga hamparan kabut putih yg pekat menutupi sebagian pohon2 yg menjulang. Tapi......seola
Malam kelabu, tergantikan oleh hari yg cerah dan bersinar. Terlihat ada sekumpulan burung2 kecil yg berterbangan kesana-kemari. Pekikan suara burung2 itu seolah menyadarkan Melody. Bunyi nyaring dan merdu dalam nyanyian. Menarik perhatiaanya untuk mengarahkan pandangan mengikuti burung2 yg terbang.
Melody tersenyum dalam luka. Karena jika di ibaratkan Melody seekor burung. Melody adalah burung yg kehilangan sayap. Burung menyedihkan. Burung yg hanya mampu merangkak dalam satu tempat saja.Semakin lama, burung itu semakin terlupa bagaimana caranya untuk terbang.
Tanpa sadar, kelopak mata Melody begitu berat, perih, dan panas. Pandangannya mengabur, sedetik kemudian semuanya terasa.........
*END*
2 komentar:
cukup menarik..
kecualiiiiiiiii......... dibagian yang ada kissing-nya ku tdk terlalu suka
tetap semangat nulisnya
Iyaaaaa kak...
maaf delusinya lagi..... somplak
*efekjones*
Thanks...
(Dwi)
Posting Komentar