Terlihat
dua anak yang berumur sepuluh tahun duduk berhadapan di sebuah pohon yang
mereka namakan sebagai pohon ‘Cinta’. Yah. .mungkin terdengar lucu, bisa
dikatakan mereka saling suka tapi terganjal dengan umur mereka yang masih terbilang
kecil yang belum bisa untuk saling memiliki. Mereka terpaksa berpisah untuk
sementara waktu karena salah satu dari mereka harus ikut orang tuanya yang di
mutasikan ke luar negeri.
“Nin,
Janji yah tujuh tahun lagi tepat dihari ulang tahun kita, kita ketemu lagi di
pohon cinta kita ini” ucap seorang anak cowok sambil mengalungkan kalung
berbentuk hati ke leher sahabatnya yang ia sapa “Nin”.
“Iyah,
Ngga. Aku akan setia menunggu kamu. Menagih janjimu untuk menjadikanku kekasih
hatimu”
“Angga
sayang, pesawat sudah mau take on” teriak wanita separuh baya, Mama Angga.
“Ya
udah, Nin. Angga pamit dulu. Nina baik-baik disini yah?” pamit Angga sambil
mengecup kening Nina. ‘Bye’ mereka pun saling melambaikan tangan.
---
Tujuh
tahun kemudian...
Di
pagi yang sangat cerah, nampaknya sang surya sedang bersemangat menyinari muka
bumi ini, Nina yang sudah bersiap-siap mengenakan seragam putih abu-abu tak
kalah bersemangat untuk melalui hari ini, hari dimana ia dilahirkan 17 tahun
silam. Di hari ini pula lah, dia akan bertemu sang pujaan hatinya, namun
tiba-tiba rasa bimbang menghantui Nina manakala ia memandangi foto sahabatnya, Angga.
‘Angga masih seperti dulu nggak ya? aku jadi ragu untuk bertemu dengannya. Aku
takut dia tumbuh sebagai cowok yang memandang cewek hanya dari fisiknya saja.
Masalah fisik sebenarnya nggak perlu aku takutkan, aku cantik, lucu, imut dan aku
yakin Angga nggak akan kecewa bertemu dengan aku. Tapi, kalau seandaianya aku
jelek, gendut, hitam, apakah dia masih mau bertemu dengan aku? Masih mau
menjadikan aku kekasih hatinya’ Nina memutar otaknya, mencari ide bagaimana dia
bisa mengetahui sifat dan perasaan Angga kini. Tiba-tiba Nina terpikirkan satu
nama ‘Dichan’.Yah. Dichan. ‘Aku akan jadiin dia sebagai kelinci percobaan aku’
senyum licik menghiasi wajahnya.
---
Di
sekolah...
“Dichan”
Sapa Nina kepada seorang cewek bertubuh gempal, Dichan menoleh ke arah Nina dan
menghampiri Nina “Iyah, Nin. Ada apa yah?”
“Aku
mau minta bantuan kamu”
“Bantuan
apa, Nin? Kalau aku bisa bakal aku bantu kok, kamu kan sahabatku”
Nina
membisikan sesuatu ke telinga Dichan, “What..!!” Dichan kaget dengan permintaan
Nina. “Please, Chan. Hanya kamu yang bisa bantuin aku” ucap Nina memelas.
Dichan merasa tak enak hati pada sahabatnya itu, “Okelah, demi persahabatan
kita”
“Nah
gitu, donk. Makasih ya”.
---
‘Teng..teng’
tanda bel istirahat pertama.
Nina
mengajak Dichan ke pohon ‘cintanya’ dengan Angga yang tak jauh dari SMA mereka.
Nampak dari kejauhan, seorang cowok seumuran dengan Nina duduk di samping pohon
cinta itu. “Sekarang kamu temuin cowok itu gih, kayaknya dia Angga, nanti aku
pantau kamu dari sini. Oia, kamu pake kalung aku, biar dia yakin kalau kamu itu
adalah aku” perintah Nina sambil melepaskan kalung pemberian Angga kepada Dichan,
dan Dichan pun mengenakannya dan langsung berjalan menghampiri cowok yang
diduga Angga.
.
.
“Nina
kemana yah? Uda jam segini belum keliatan juga? Apa dia lupa sama janji kita?”
tanya Angga gelisah sembari melihat jam tangannya.
“Angga?”
Sapa lirih Nina palsu alias Dichan yang tiba-tiba berdiri di hadapannya.
“Ehmm...Nin...”
lidah Angga kelu mengucapkan kata “Nina”, dia tak yakin kalau cewek di
hadapannya kini adalah ‘Nina’. Dari ujung kaki sampai ujung rambut Angga
perhatikan dia tidak ada mirip-miripnya dengan Nina yang ia kenal tujuh tahun
silam.
“Kamu
beneran Nina?” tanya Angga hati-hati memastikannya.
“Iya.
Kenapa? Aku berubah yah? Aku jadi gendut dan nggak cantik lagi?” Dichan pura-pura
tersinggung dengan pertanyaan Angga
“Bb...bukannya
gitu, Nin. Kamu jangan salah paham. Maafin aku. Aku kaget aja, sahabat aku yang
sudah lama aku rindukan ada di hadapan aku sekarang” jawab Angga gugup yang
masih tak percaya, sesekali Angga memperhatikan cewek dihadapanya dengan
seksama, ‘kalung itu? kalung pemberian aku, sekarang aku yakin kalau dia adalah
Nina, sahabatku’---‘Ehmm...tunggu dulu, tahi lalat di tangan kanannya kok ngga
ada? Aku jadi curiga dengan cewek ini...hhmmm...’ pikir Angga.
.
.
‘Grrssekkk...gressssekk’
terdengar suara di balik pohon besar, Nina (asli) mengintip apa yang terjadi
pada mereka. “Tuh, kan bener firasat aku. Angga berubah. Terlihat dari wajahnya
dia yang nggak bisa nerima aku dengan keadaan fisik seperti itu” gerutu Nina
yang akhirnya meninggalkan mereka berdua dan menyimpulkan sesuatu yang belum
tentu benar.
Angga
mendengar sesuatu di balik pohon besar itu dan melihat sesosok cewek mungil tinggi
yang tak asing di matanya pergi menjauhi pohon itu, “Dia? Nina? Iya aku yakin
dialah Nina. Kenapa dia nggak menemui aku? Ehmm. Okeh. Sepertinya aku tau
maksud di balik itu semua, aku akan ladenin permainan kamu Nin.” Angga
tersenyum licik
---
Di
kantin sekolah...
“Ternyata
Angga yang aku kenal selama ini nggak jauh berbeda dengan kebanyakan cowok”
pikir Nina sambil melahap bakso pedas di hadapannya. Tiba-tiba, seorang cewek
menghampiri dan menepuk bahunya.
“Nina..!!”
‘Uhuk.
Uhuk” Nina terbatuk-batuk karena kaget, seketika itu dia langsung menyambut jus
jeruk di hadapannya.
“Kamu
kira-kira dong, Chan. Aku lagi makan, jadi tersedak gini kan?” Omel Nina
kemudian.
“Sorry
Mayorry, gadis ombakku. By the way, kenapa kamu tiba-tiba ninggalin aku tadi?”
“Ehmm...sorry
Chan, aku baru inget kalau aku ada janji sama pak Totok tadi” dusta Nina.
“Sayang
banget, harusnya kamu jadi saksi waktu Angga nembak aku”
“Angga
nembak kamu? Terus kamu jawab apa?” tanya Nina antusias saking tidak
percayanya.
“Aku
jawab iya aja. Kamu tau kan aku lagi nggak punya cowok, peluang besar bagi aku
jadian dengan cowok sekeren Angga“ Jawab Dichan yang terkesan memanas-manasi Nina.
‘Bukannya
tadi Angga kelihatannya nggak nerima keadaan aku yang seperti Dichan ya? Tapi
kenapa tiba-tiba Angga menembak Dichan? Ini jauh di luar skenario aku. Angga nggak
berubah, lantas aku harus bagaimana? Aku harus menerima pujaan hati aku pacaran
dengan sahabat aku sendiri? Oh My God, Nina. Kamu bodoh banget, harusnya kamu
yakin kalau Angga nggak akan berubah secepat itu, shhiit’ batin Nina
memberontak tak terima.
“kamu
nggak jeolous kan, Nin?” tanya Dichan
yang membuat Nina makin Emosi, “Tau, ah. Gelap” jawab Nina yang langsung
meninggalkan Dichan, namun Dichan malah tertawa kemenangan, ‘sepertinya,
rencana ini akan berhasil’.
---
Sepulang
sekolah, Nina merasakan ada sesuatu yang berbeda, jarang sekali Nina melihat
Dichan di jemput oleh seorang cowok. ‘Siapa dia? Pacarnya?’ tanyanya dalam
hati. Cowok itu membuka helm yang membungkus kepalanya, betapa terkejutnya Nina
ternayata cowok itu adalah Angga. “What to the hell..!!! Berarti mereka bener-bener
jadian dong? Gila semuanya, sweet seventeen apaan kalau seperti ini? Dibuat jeolous sama sahabat sendiri, huft’
dengus Nina kesal. ‘Ih. Pake pegang-pegangan tangan segala sih, risih banget aku
ngeliatnya’ Gumamnya yang langsung pergi menghindari mereka.
---
“Aaaa..!!!
Aku benci hari ini..!! Aku merencanakan sesuatu tapi aku yang kena batunya.
Inikah kado sweet seventeen yang diberikan Tuhan kepada aku...!!” teriak Nina
di dalam kamarnya. Kemudian dia mencari-cari foto Angga dan Dichan, kemudian mencoret-coretnya
dengan pena, “Ini yang namanya sahabat kecil aku yang katanya mau jadian sama aku
di sweet seventeen kita. Arrggggh. Bulshiit. Kamu juga Chan, kamu cuma jadi
parodi aku, kenapa kamu jadikan ini kesempatan buat kamu dapetin cintanya Angga,
sahabat macam apaan kalian...!!”
‘tok...tok...tok’
terdengar suara ketukan pintu, dengan segera Mama Nina menuju pintu depan dan
membukakannya.
“Cari
siapa ya, de?” tanya Mama Nina
“Nina,
tan. Ini Angga sahabat kecil Nina, dan ini sahabat SMAnya Nina, Dichan” jawab Angga
memperkenalkan diri.
“Owh.
Nak Angga, anaknya pak Broto. Iya. Iya, Tante ingat. Ayo masuk, nanti tante
panggilkan Ninanya dulu”, Angga dan Dichan pun masuk dan duduk di ruang tamu,
sementara mama Nina menuju kamar Nina.
.
.
‘Tok..tok..tok’
“Nina
Sayang, di bawah ada temen-temenmu. Cepet turun gih, pamali membiarkan tamu
menunggu lama” ucap Mama Nina.
“Nina
lagi bad mood, Ma. Suruh mereka
pulang ajah lah”
“Eh.
Sejak kapan Mama mengajarkan anak Mama mengusir-usir orang sembarangan. Di simpen
dulu bad moodnya, temui mereka
sekarang”
“iyah,
Ma” jawab Nina mengalah, “siapa sih? Perasaan aku nggak punya janji sama
siapa-siapa deh?” gumam Nina dengan langkah kaki sedikit malas menemui tamunya.
Namun tiba-tiba mata Nina terbelalak seketika melihat dua orang yang sukses
membuatnya bad mood hari ini berada
di ruang tamu, “Angga? Dichan? Ngapain kalian ke rumah aku? Mau pamer
kemesrahan di depan aku lagi. Basi tau...!! Thanks banget buat kado special ini
di sweet seventeen aku” ucap Nina emosi dan langsung lari ke belakang rumahnya
tepat di dekat kolam renang rumahnya, Nina mencoba menyendiri menumpahkan air
matanya yang sempat tertahan.
.
.
“Angga,
aku tau aku salah. Nggak seharusnya aku meragukan kamu. Dichan, nggak
seharusnya juga aku manfaatin kamu demi kepentingan aku. Kalau ini balasan
Tuhan buat aku, aku bakal ikhlasin kamu jadian dengan Angga, walaupun
kenyataannya aku sangat sakit melihat kedekatan kalian” Sesalnya menundukan
kepala sembari memeluk lututnya dipingiran kolam renang.
Tiba-tiba,
Mama Nina, Dichan dan Angga datang bersamaan membawakan sebuah kue tart
berbentuk hati, bertuliskan ‘Happy sweet seventeen Gadis Ombakku’, tak lupa
mereka mengejutkan Nina dengan sebuah nyanyian ‘Happy Birthday’.
Nina
yang sadar akan kehadiran mereka, mendadak bingung dengan apa yang sebenarnya
yang terjadi. Tart itu? nyanyian itu?
“Tiup
lilinnya sayang. Jangan lupa make a wish
dulu” perintah Mama Nina, dan Nina pun berdiri dan menuruti mamanya walaupun
jujur dia masih sangat bingung.
“Ngga??
Chan?? Maksud semua ini apa?”
Angga
menggandeng tangan Nina hendak berbicara empat mata.
“Maafin
aku ya, Nin. Ini bagian dari rencana aku”
“Rencana
kamu? Aku masih belum ngerti”
“Sebenernya
aku tau, kalau Dichan itu temen kamu yang sengaja kamu suruh buat nyamar jadi kamu.
Dan aku juga nggak sengaja liat kamu dibalik pohon besar buat ngintipin aku,
itu memperkuat keyakinan aku, kalau Dichan bukan kamu, ini hanya permainan kamu.
Akhirnya aku dan Dichan berencana berpura-pura jadian buat manas-manasin kamu,
demi surprise party malam ini”
“Nggak
lucu banget, tega kamu nyakitin hati aku”
“Nyakitin
hati kamu? Kamu suka sama aku?”
“Ih.
GR banget”
“Ya
udah, mending aku merubah kepura-puraan aku menjadi kenyataan, jadian dengan
Dichan malam ini juga”
“Terserah
kamu, emangnya aku peduli kamu mau jadian sama siapa?”
“Nina..Nina..Dari
dulu kamu nggak pernah berubah yah? Cepet banget ngambegnya. Tapi aku suka liat
kamu ngambeg, keliatan lebih lucu” ucap Angga yang mencubit kedua pipi Nina.
“Ih....nyebelin
banget sih, kamu” Nina memukul-mukul pundak Angga
“Eitss...”
Angga menahan tangan Nina agar tak memukulinya lagi. Angga dan Nina saling
bertatapan cukup lama dan mereka terjebak dalam keheningan. Angga memberanikan
diri mengecup pipi Nina dan membisikan, “I love you, Nina” tepat di telinga Nina.
Pipi Nina memerah sepertinya dia menahan rasa malunya, dia tersenyum sambil
mengelus-elus pipi yang sempat di Kecup Angga, “Thanks God, Rencana-Mu lebih
Indah dari apa yang aku pikirkan, tepat di hari ulang tahunku Angga
menyatakan perasaannya, sebuah kado terindah dalam hidupku”. Lagi-lagi Nina dan
Angga kembali terjebak dalam keheningan, sampai Nina mengucap kata “I Love you
too, Angga” dan Nina membalas kecupan pipi Angga. Nina dan Angga menjadi salah
tingkah, senyum-senyum malu terlukis di wajah mereka yang lagi kasmaran.
Tanpa
Angga dan Nina sadari, Mama Nina berada di belakang mereka dan menjewer telinga
mereka,“Aw...sakit, Ma”---“Aw...Sakit Tante”, ucap Angga dan Nina bebarengan
sambil memegangi telinganya yang di jewer Mama Nina. “Masih kecil sudah
cinta-cintaan. Nunggu lulus SMA baru boleh pacaran” ucap Mama Nina yang
mengundang tawa dari Dichan.
-The
End-
Writer : Hanifah
Argubie
Twitter : @HanBie_48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar