Sabtu, 24 Januari 2015

My Sweet Seventeen





Terlihat dua anak yang berumur sepuluh tahun duduk berhadapan di sebuah pohon yang mereka namakan sebagai pohon ‘Cinta’. Yah. .mungkin terdengar lucu, bisa dikatakan mereka saling suka tapi terganjal dengan umur mereka yang masih terbilang kecil yang belum bisa untuk saling memiliki. Mereka terpaksa berpisah untuk sementara waktu karena salah satu dari mereka harus ikut orang tuanya yang di mutasikan ke luar negeri.   

“Nin, Janji yah tujuh tahun lagi tepat dihari ulang tahun kita, kita ketemu lagi di pohon cinta kita ini” ucap seorang anak cowok sambil mengalungkan kalung berbentuk hati ke leher sahabatnya yang ia sapa “Nin”.
“Iyah, Ngga. Aku akan setia menunggu kamu. Menagih janjimu untuk menjadikanku kekasih hatimu”
“Angga sayang, pesawat sudah mau take on” teriak wanita separuh baya, Mama Angga.
“Ya udah, Nin. Angga pamit dulu. Nina baik-baik disini yah?” pamit Angga sambil mengecup kening Nina. ‘Bye’ mereka pun saling melambaikan tangan.

---

Tujuh tahun kemudian...

Di pagi yang sangat cerah, nampaknya sang surya sedang bersemangat menyinari muka bumi ini, Nina yang sudah bersiap-siap mengenakan seragam putih abu-abu tak kalah bersemangat untuk melalui hari ini, hari dimana ia dilahirkan 17 tahun silam. Di hari ini pula lah, dia akan bertemu sang pujaan hatinya, namun tiba-tiba rasa bimbang menghantui Nina manakala ia memandangi foto sahabatnya, Angga. ‘Angga masih seperti dulu nggak ya? aku jadi ragu untuk bertemu dengannya. Aku takut dia tumbuh sebagai cowok yang memandang cewek hanya dari fisiknya saja. Masalah fisik sebenarnya nggak perlu aku takutkan, aku cantik, lucu, imut dan aku yakin Angga nggak akan kecewa bertemu dengan aku. Tapi, kalau seandaianya aku jelek, gendut, hitam, apakah dia masih mau bertemu dengan aku? Masih mau menjadikan aku kekasih hatinya’ Nina memutar otaknya, mencari ide bagaimana dia bisa mengetahui sifat dan perasaan Angga kini. Tiba-tiba Nina terpikirkan satu nama ‘Dichan’.Yah. Dichan. ‘Aku akan jadiin dia sebagai kelinci percobaan aku’ senyum licik menghiasi wajahnya.

---

Di sekolah...

“Dichan” Sapa Nina kepada seorang cewek bertubuh gempal, Dichan menoleh ke arah Nina dan menghampiri Nina “Iyah, Nin. Ada apa yah?”
“Aku mau minta bantuan kamu”
“Bantuan apa, Nin? Kalau aku bisa bakal aku bantu kok, kamu kan sahabatku”
Nina membisikan sesuatu ke telinga Dichan, “What..!!” Dichan kaget dengan permintaan Nina. “Please, Chan. Hanya kamu yang bisa bantuin aku” ucap Nina memelas. Dichan merasa tak enak hati pada sahabatnya itu, “Okelah, demi persahabatan kita”
“Nah gitu, donk. Makasih ya”.

---

‘Teng..teng’ tanda bel istirahat pertama.

Nina mengajak Dichan ke pohon ‘cintanya’ dengan Angga yang tak jauh dari SMA mereka. Nampak dari kejauhan, seorang cowok seumuran dengan Nina duduk di samping pohon cinta itu. “Sekarang kamu temuin cowok itu gih, kayaknya dia Angga, nanti aku pantau kamu dari sini. Oia, kamu pake kalung aku, biar dia yakin kalau kamu itu adalah aku” perintah Nina sambil melepaskan kalung pemberian Angga kepada Dichan, dan Dichan pun mengenakannya dan langsung berjalan menghampiri cowok yang diduga Angga.
.
.
“Nina kemana yah? Uda jam segini belum keliatan juga? Apa dia lupa sama janji kita?” tanya Angga  gelisah sembari melihat jam tangannya.
“Angga?” Sapa lirih Nina palsu alias Dichan yang tiba-tiba berdiri di hadapannya.
“Ehmm...Nin...” lidah Angga kelu mengucapkan kata “Nina”, dia tak yakin kalau cewek di hadapannya kini adalah ‘Nina’. Dari ujung kaki sampai ujung rambut Angga perhatikan dia tidak ada mirip-miripnya dengan Nina yang ia kenal tujuh tahun silam.
“Kamu beneran Nina?” tanya Angga hati-hati memastikannya.
“Iya. Kenapa? Aku berubah yah? Aku jadi gendut dan nggak cantik lagi?” Dichan pura-pura tersinggung dengan pertanyaan Angga
“Bb...bukannya gitu, Nin. Kamu jangan salah paham. Maafin aku. Aku kaget aja, sahabat aku yang sudah lama aku rindukan ada di hadapan aku sekarang” jawab Angga gugup yang masih tak percaya, sesekali Angga  memperhatikan cewek dihadapanya dengan seksama, ‘kalung itu? kalung pemberian aku, sekarang aku yakin kalau dia adalah Nina, sahabatku’---‘Ehmm...tunggu dulu, tahi lalat di tangan kanannya kok ngga ada? Aku jadi curiga dengan cewek ini...hhmmm...’ pikir Angga.
.
.
‘Grrssekkk...gressssekk’ terdengar suara di balik pohon besar, Nina (asli) mengintip apa yang terjadi pada mereka. “Tuh, kan bener firasat aku. Angga berubah. Terlihat dari wajahnya dia yang nggak bisa nerima aku dengan keadaan fisik seperti itu” gerutu Nina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua dan menyimpulkan sesuatu yang belum tentu benar.

Angga mendengar sesuatu di balik pohon besar itu dan melihat sesosok cewek mungil tinggi yang tak asing di matanya pergi menjauhi pohon itu, “Dia? Nina? Iya aku yakin dialah Nina. Kenapa dia nggak menemui aku? Ehmm. Okeh. Sepertinya aku tau maksud di balik itu semua, aku akan ladenin permainan kamu Nin.” Angga tersenyum licik  

---

Di kantin sekolah...

“Ternyata Angga yang aku kenal selama ini nggak jauh berbeda dengan kebanyakan cowok” pikir Nina sambil melahap bakso pedas di hadapannya. Tiba-tiba, seorang cewek menghampiri dan menepuk bahunya.
“Nina..!!”
‘Uhuk. Uhuk” Nina terbatuk-batuk karena kaget, seketika itu dia langsung menyambut jus jeruk di hadapannya.
“Kamu kira-kira dong, Chan. Aku lagi makan, jadi tersedak gini kan?” Omel Nina kemudian.
“Sorry Mayorry, gadis ombakku. By the way, kenapa kamu tiba-tiba ninggalin aku tadi?”
“Ehmm...sorry Chan, aku baru inget kalau aku ada janji sama pak Totok tadi” dusta Nina.
“Sayang banget, harusnya kamu jadi saksi waktu Angga nembak aku”
 “Angga nembak kamu? Terus kamu jawab apa?” tanya Nina antusias saking tidak percayanya.
“Aku jawab iya aja. Kamu tau kan aku lagi nggak punya cowok, peluang besar bagi aku jadian dengan cowok sekeren Angga“ Jawab Dichan yang terkesan memanas-manasi Nina.
‘Bukannya tadi Angga kelihatannya nggak nerima keadaan aku yang seperti Dichan ya? Tapi kenapa tiba-tiba Angga menembak Dichan? Ini jauh di luar skenario aku. Angga nggak berubah, lantas aku harus bagaimana? Aku harus menerima pujaan hati aku pacaran dengan sahabat aku sendiri? Oh My God, Nina. Kamu bodoh banget, harusnya kamu yakin kalau Angga nggak akan berubah secepat itu, shhiit’ batin Nina memberontak tak terima.
“kamu nggak jeolous kan, Nin?” tanya Dichan yang membuat Nina makin Emosi, “Tau, ah. Gelap” jawab Nina yang langsung meninggalkan Dichan, namun Dichan malah tertawa kemenangan, ‘sepertinya, rencana ini akan berhasil’.

---

Sepulang sekolah, Nina merasakan ada sesuatu yang berbeda, jarang sekali Nina melihat Dichan di jemput oleh seorang cowok. ‘Siapa dia? Pacarnya?’ tanyanya dalam hati. Cowok itu membuka helm yang membungkus kepalanya, betapa terkejutnya Nina ternayata cowok itu adalah Angga. “What to the hell..!!! Berarti mereka bener-bener jadian dong? Gila semuanya, sweet seventeen apaan kalau seperti ini? Dibuat jeolous sama sahabat sendiri, huft’ dengus Nina kesal. ‘Ih. Pake pegang-pegangan tangan segala sih, risih banget aku ngeliatnya’ Gumamnya yang langsung pergi menghindari mereka.

---

“Aaaa..!!! Aku benci hari ini..!! Aku merencanakan sesuatu tapi aku yang kena batunya. Inikah kado sweet seventeen yang diberikan Tuhan kepada aku...!!” teriak Nina di dalam kamarnya. Kemudian dia mencari-cari foto Angga dan Dichan, kemudian mencoret-coretnya dengan pena, “Ini yang namanya sahabat kecil aku yang katanya mau jadian sama aku di sweet seventeen kita. Arrggggh. Bulshiit. Kamu juga Chan, kamu cuma jadi parodi aku, kenapa kamu jadikan ini kesempatan buat kamu dapetin cintanya Angga, sahabat macam apaan kalian...!!”

‘tok...tok...tok’ terdengar suara ketukan pintu, dengan segera Mama Nina menuju pintu depan dan membukakannya.
“Cari siapa ya, de?” tanya Mama Nina
“Nina, tan. Ini Angga sahabat kecil Nina, dan ini sahabat SMAnya Nina, Dichan” jawab Angga memperkenalkan diri.
“Owh. Nak Angga, anaknya pak Broto. Iya. Iya, Tante ingat. Ayo masuk, nanti tante panggilkan Ninanya dulu”, Angga dan Dichan pun masuk dan duduk di ruang tamu, sementara mama Nina menuju kamar Nina.
.
.
‘Tok..tok..tok’
“Nina Sayang, di bawah ada temen-temenmu. Cepet turun gih, pamali membiarkan tamu menunggu lama” ucap Mama Nina.
“Nina lagi bad mood, Ma. Suruh mereka pulang ajah lah”
“Eh. Sejak kapan Mama mengajarkan anak Mama mengusir-usir orang sembarangan. Di simpen dulu bad moodnya, temui mereka sekarang”
“iyah, Ma” jawab Nina mengalah, “siapa sih? Perasaan aku nggak punya janji sama siapa-siapa deh?” gumam Nina dengan langkah kaki sedikit malas menemui tamunya. Namun tiba-tiba mata Nina terbelalak seketika melihat dua orang yang sukses membuatnya bad mood hari ini berada di ruang tamu, “Angga? Dichan? Ngapain kalian ke rumah aku? Mau pamer kemesrahan di depan aku lagi. Basi tau...!! Thanks banget buat kado special ini di sweet seventeen aku” ucap Nina emosi dan langsung lari ke belakang rumahnya tepat di dekat kolam renang rumahnya, Nina mencoba menyendiri menumpahkan air matanya yang sempat tertahan.
.
.
“Angga, aku tau aku salah. Nggak seharusnya aku meragukan kamu. Dichan, nggak seharusnya juga aku manfaatin kamu demi kepentingan aku. Kalau ini balasan Tuhan buat aku, aku bakal ikhlasin kamu jadian dengan Angga, walaupun kenyataannya aku sangat sakit melihat kedekatan kalian” Sesalnya menundukan kepala sembari memeluk lututnya dipingiran kolam renang.

Tiba-tiba, Mama Nina, Dichan dan Angga datang bersamaan membawakan sebuah kue tart berbentuk hati, bertuliskan ‘Happy sweet seventeen Gadis Ombakku’, tak lupa mereka mengejutkan Nina dengan sebuah nyanyian ‘Happy Birthday’.

Nina yang sadar akan kehadiran mereka, mendadak bingung dengan apa yang sebenarnya yang terjadi. Tart itu? nyanyian itu?

“Tiup lilinnya sayang. Jangan lupa make a wish dulu” perintah Mama Nina, dan Nina pun berdiri dan menuruti mamanya walaupun jujur dia masih sangat bingung.
“Ngga?? Chan?? Maksud semua ini apa?”
Angga menggandeng tangan Nina hendak berbicara empat mata.
“Maafin aku ya, Nin. Ini bagian dari rencana aku”
“Rencana kamu? Aku masih belum ngerti”
“Sebenernya aku tau, kalau Dichan itu temen kamu yang sengaja kamu suruh buat nyamar jadi kamu. Dan aku juga nggak sengaja liat kamu dibalik pohon besar buat ngintipin aku, itu memperkuat keyakinan aku, kalau Dichan bukan kamu, ini hanya permainan kamu. Akhirnya aku dan Dichan berencana berpura-pura jadian buat manas-manasin kamu, demi surprise party malam ini”
“Nggak lucu banget, tega kamu nyakitin hati aku”
“Nyakitin hati kamu? Kamu suka sama aku?”
“Ih. GR banget”
“Ya udah, mending aku merubah kepura-puraan aku menjadi kenyataan, jadian dengan Dichan malam ini juga”
“Terserah kamu, emangnya aku peduli kamu mau jadian sama siapa?”
“Nina..Nina..Dari dulu kamu nggak pernah berubah yah? Cepet banget ngambegnya. Tapi aku suka liat kamu ngambeg, keliatan lebih lucu” ucap Angga yang mencubit kedua pipi Nina.
“Ih....nyebelin banget sih, kamu” Nina memukul-mukul pundak Angga
“Eitss...” Angga menahan tangan Nina agar tak memukulinya lagi. Angga dan Nina saling bertatapan cukup lama dan mereka terjebak dalam keheningan. Angga memberanikan diri mengecup pipi Nina dan membisikan, “I love you, Nina” tepat di telinga Nina. Pipi Nina memerah sepertinya dia menahan rasa malunya, dia tersenyum sambil mengelus-elus pipi yang sempat di Kecup Angga, “Thanks God, Rencana-Mu lebih Indah dari apa yang aku pikirkan,  tepat di hari ulang tahunku Angga menyatakan perasaannya, sebuah kado terindah dalam hidupku”. Lagi-lagi Nina dan Angga kembali terjebak dalam keheningan, sampai Nina mengucap kata “I Love you too, Angga” dan Nina membalas kecupan pipi Angga. Nina dan Angga menjadi salah tingkah, senyum-senyum malu terlukis di wajah mereka yang lagi kasmaran.
Tanpa Angga dan Nina sadari, Mama Nina berada di belakang mereka dan menjewer telinga mereka,“Aw...sakit, Ma”---“Aw...Sakit Tante”, ucap Angga dan Nina bebarengan sambil memegangi telinganya yang di jewer Mama Nina. “Masih kecil sudah cinta-cintaan. Nunggu lulus SMA baru boleh pacaran” ucap Mama Nina yang mengundang tawa dari Dichan.


-The End-


Writer  : Hanifah Argubie
Twitter : @HanBie_48
 

Tidak ada komentar: