Selasa, 17 Februari 2015

Sebuah Kisah Klasik tentang Persahabatan dan Cinta





“Daniel, buka mulutmu dong, sayang” perintah seorang cewek yang duduk dihadapannya tengah bersiap menyuapkan makanan ke mulut pacarnya yang bernama ’Daniel’, namun Daniel enggan-engganan membuka mulutnya. Bagaimana tidak? Saat ini mereka sedang berada di kantin, berada di tengah kerumunan orang. Sangat memalukan bagi Daniel mengumbar kemesraan seperti itu didepan khalayak. Meski itu dengan pacarnya sendiri.

“Ga ah, Nal” Tolak Daniel masih membungkam mulutnya rapat-rapat. Tapi Cewek yang bernama asli ‘Kinal’ itu tetap memaksanya. Alhasil makanan itu berhasil masuk ke dalam mulut Daniel meski harus banyak ‘tamu’ makanan berada disudut bibir Daniel yang belum ia persilahkan masuk.

“Ya ampun, Kinal. Lu masih ajah nganggep pacar lu kayak anak kecil? Pake di suapin segala” ucap seorang tiba-tiba duduk menyatu dimeja yang dihuni sepasang kekasih tadi.

“Haha. Ini lagi Daniel. Masih blepotan makannya. Pantas saja Kinal masih nganggep Lu anak kecil” Imbuhnya disertai tawa kecil, yang kemudian mengambil tisu dari dalam tasnya guna membersihkan sisa-sisa makanan di sekitar bibir Daniel.
Baru sedetik cewek itu menempelkan tisu di sudut bibir Daniel, tak diduga Daniel mengunci pergelangan tangan cewek itu. Lalu menatapnya dengan tatapan penuh arti (?) “Makasih Veranda”.

Veranda berusaha memberontaknya. Namun tatapan Daniel makin menghanyutkannya dalam ilusi yang Daniel ciptakan.
Kejadian itu berlangsung cukup lama. Mereka tak sadar ada sepasang mata yang melihatnya dengan pandangan yang aneh serta perasaan curiga, namun berusaha ditepisnya karena dia masih mempercayai apa yang dia lihat itu merupakan sesuatu kewajaran yang dilakukan oleh sang sahabat dengan sang kekasihnya.

*Terkadang manusia hanya melihat apa yang ingin mereka lihat. Dan manusia hanya akan percaya terhadap apa yang ingin mereka percayai. Karena manusia dikarunia oleh Tuhan sebuah hati nurani. Sehingga apa yang terlihat dimatanya jika itu tidak sesuai dengan hati nuraninya, mereka tidak akan mempercayainya dan memastikan apa yang mereka lihat  itu salah. Meski kenyataannya yang mereka lihat itu adalah sebuah kebenaran*

“Ehem” sengaja Kinal mengeluarkan suara deheman untuk menghentikan scene yang diperlihatkan Veranda dan Daniel. Mereka menjadi salah tingkah. Daniel langsung melepaskan pergelangan tangan Veranda. Sementara Veranda langsung menarik tangannya sambil berkata “Sorry, Nal. Niel. Gue cabut dulu, sepuluh menit lagi ada kelasnya pak Wahyono. Bye” Veranda melangkah pergi dengan perasaan tak enak hati kepada sang sahabat. Anehnya, Daniel masih memakukan pandangannya pada Veranda yang makin lama makin terlihat menjauh dari mereka. ‘Andai Lu mau menjadi kekasih gue, Ve. Senangnya hati gue bisa mempunyai pacar yang dewasa dan lembut seperti Lu’ Begitu piciknya Daniel mempunyai pemikiran seperti itu. Menduakan sang pacar yang teramat mencintainya.

“Sayang?” Kinal mengibas-ngibaskan kelima jarinya didepan mata Daniel. “Aku tau Veranda memang cantik badai, tapi ngeliatnya jangan segitunya juga dong, sayang? Sampai-sampai pacar sendiri dicuekin gini?” ucap Kinal yang berhasil mengalihkan pandangan Daniel kembali bertatapan dengan Kinal.
“Ah. Kamu apaan sih, sayang? Bicaranya kok kayak gitu?  Cantikan kamu lah, karena kamu pacar aku yang sangat aku cintai“ Gombal Daniel mengacak lembut rambut Kinal.  

***

“Veranda tunggu...!!” Teriak seorang cowok diparkiran menghentikan langkah Veranda yang sedang membuka pintu mobilnya. Veranda menoleh ke arah sumber suara, yang kemudian seseorang itu berjalan mendekatinya. Inginnya bersikap tak acuh, akan tetapi rasa tak enak hati pada sang sahabat membuatnya terpaksa mengacuhkannya.

“Nanti malam lu ada acara nggak? Jalan yuk..!!” Ajak seseorang itu yang langsung mendapat penolakan dari Veranda. “Sorry Niel. Gue nggak bisa”.

“Apa karena Kinal, Lu nolak ajakan gue?” Tebak Daniel.

“Pokoknya gue bilang nggak bisa ya nggak bisa. Sorry” Veranda bersiap untuk masuk kedalam mobilnya. Namun usahanya lagi-lagi dapat dihentikan oleh Daniel.

“Jawab, Ve..!!!” Dengan kasarnya Daniel membalikan tubuh Veranda berhadapan dengannya.

“Gue nggak bisa mengkhianati persahabatan gue dengan cara seperti ini” Mantapnya Veranda berbicara.

“Tapi lu mengkhianati perasan lu” Sanggah Daniel membuat Veranda tercengang mendengar pernyataan itu. Bagaimana Daniel bisa tau perasaan Veranda kepadanya?

“Gue nggak suka sama lu, Daniel Eka Putra” Veranda berusaha menutupinya.

“Bibir lu bisa berbohong Ve Tapi hati dan mata Lu nggak bisa berbohong. Sekarang tatap mata gue. Bilang kalau lu nggak punya perasaan apa-apa ke gue...!!” Perintah Daniel yang yakin kalau Veranda juga mempunyai perasaan yang sama dengannya. Namun itu dulu, sebelum Veranda menjadi ilfeel dengan kelakuannya saat ini yang benar-benar tega akan menduakan Kinal, serta menjadikan Veranda sebagai selingkuhannya.

Veranda menatap mata Daniel dengan tatapan benci, “Gue nggak suka dengan lu yang seperti ini...!!!” Ujarnya tegas sembari masuk kedalam mobilnya.
“Gue akan putusin Kinal,  Demi mendapatkan lu, Veranda...!! Ancam Daniel setengah berteriak, yang masih bisa Veranda dengar meski mobil yang ia kendarai telah melaju terlebih dahulu.

*Apa yang menjadi tujuan kita, capailah itu dengan usaha kita sendiri. Meski demikian bukan berarti kita dihalalkan untuk menggunakan segala cara untuk menggapai tujuan itu. Hanya seorang pecundanglah yang mampu berbuat seperti itu, mengorbankan kebahagiaan orang lain hanya untuk dirinya pribadi*

***

Malam pun tiba, sesaat Veranda sedang merebahkan tubuhnya di atas ranjangnya, terdengar klarkson mobil dari lantai bawah rumahnya. Enggan sekali Veranda menengoknya. Pikirannya masih terngiang-ngiang akan perkataan terakhir Daniel.

‘Gue nggak akan biarin lu nyakitin Kinal, Niel’ tekad Veranda dalam hati.

‘tapi bagaimana caranya? Arrgghh’ gusarnya kemudian.

'tok.tok.tok'

“Sayang, ada temen kamu dibawah, katanya kalian udah janjian untuk jalan malam ini?” ucap seorang wanita paruh baya dibalik kamar Veranda.

‘temen?’

‘janji?’

‘jalan?’

‘siapa?’

Pertanyaan-pertanyaan kecil terlintas dalam otak Veranda. Perasaan Veranda tidak ada janji malam ini dengan siapapun.

“Siapa, Mah?” sahutnya bergegas membuka pintu kamarnya.

“Aduh. Mama lupa nggak tanyain itu, Sayang. Ya udah gih, cepetan temuin dia. Pamali nganggurin tamu sendirian” perintah sang Mama, dan Veranda pun tak bisa menolaknya. Segera mungkin Veranda menghampiri ‘tamu tak diundang’ nya itu. Seketika pijakan kakinya sampai pada anak tangga kedua dari bawah, matanya dibuat terbelalak dengan kehadiran ‘tamu’ itu. Dari ujung kaki sampai ujung rambut ia perhatikan sosok pria yang kini sedang duduk memainankan BB yang sedari tadi ia pegang.

“Gue kan udah bilang siang tadi kalo gue nggak mau jalan sama lu..!!” kata-kata kasar pun mampir dalam mulut Veranda saking tidak sukanya melihat pria itu. Pria itu menoleh, lalu menghampirinya.

“Tentunya lu juga nggak lupa dengan kata terakhir gue kan, Veranda?” Pria itu berbalik tanya. Pria yang telah Veranda kenal setahun ini sampai tak sadar Veranda pun menaruh hati padanya. Akan tetapi, semenjak siang tadi rasa cinta dan sayang itu berubah menjadi kebencian. Pria itu menjelma bagaikan iblis dengan ancaman-ancaman yang tak berperasaan.

Veranda benar-benar terdesak, mau ambil pilihan apapun jadi serba salah. Akhirnya Veranda pun menerima ajakan Daniel dengan sangat terpaksa demi Kinal.

“Okeh. Gue mau. Tapi gue harap lu jangan pernah sakitin hati Kinal”

***

Detik berlalu tergantikan oleh menit, menit berlalu tergantikan oleh jam, begitu seterusnya hingga  tiga hari berselang setelah kejadian hari itu. Kinal duduk termangu di dalam kamarnya sambil melihat sebuah foto kekasihnya yang merangkul bahunya kala mereka sedang berlibur disebuah pantai.
‘Kamu kenapa sih sayang? BBM.ku nggak dibalas, telpon nggak diangkat. Aku cari-cari di kampus kamu nggak ada. Apa kamu sakit?’ pikir Kinal yang diselubungi kekhawatiran akan keadaan Daniel yang tak pernah ia dengar beberapa hari belakangan ini. Sayangnya, Daniel malah menjadikan moment ini untuk terus bisa menjauhkan dirinya pada Kinal.

‘Tok. Tok. Tok’

“Masuk” ucap Kinal datar.

Seseorang itu masuk dengan membawa senampan makanan, lalu  ia duduk disamping Kinal.

“Kata tante Diana seharian ini lu belum makan. Gue suapin yah?” tawar seseorang itu kemudian.

“Gue lagi nggak nafsu makan, Ve” Tolak Kinal.

“Kenapa? Karena Daniel?” Tanya Veranda, membuat Kinal terkejut menoleh ke arah Veranda.

“Kok Lu tau?”

“Hah. Gue cuma nebak doang sih. Siapa lagi seseorang yang bisa bikin Kinal galau kalau bukan Daniel?” Kinal tersenyum kecut mendengar jawaban Veranda. Lalu tanpa aba-aba Kinal mencurahkan hatinya pada sahabatnya itu.

“Beberapa hari ini Daniel susah ditemui. Gimana mau ditemui coba? Dihubungi aja susah banget. Apa dia sedang sakit, Veranda? Atau Diam-diam dia ...? Ah. Nggak. Nggak mungkin Daniel seperti itu. Daniel hanya cinta sama gue”

‘Lu salah mencintai orang Nal. Dia bukan cowok yang baik untuk Lu. Lu harus bisa melihat ini semua. Jangan sampai cinta ini membutakan Lu. Ya Tuhan. Gimana gue nyadarin dia kalau Daniel nggak baik buat dia?’ Gusarnya hati Veranda.

“Veranda kok lu diem?” Tanya Kinal melihat Veranda yang malah mlamun ketika sedang mendengarkan ceritanya.

“Ehmm. Sorry Nal. Bentar yah. Gue ke toilet dulu. Kebelet soalnya, hehe”

***    

Ketika Veranda sedang berada di dalam toilet, Veranda menghubungi seseorang.

“Sebenarnya mau lu apa, Niel?” sergap Veranda ketika tau nomor yang ia hubungi telah tersambung.

“Mau gue cuma lu, Veranda” ucapnya terkesan main-main.

“Tapi lu mengkhianati perjanjian kita..!!!”

“Perjanjian apa? Sepertinya gue sedikit amnesia gara-gara selalu memikirkan lu” jawabnya yang membuat Veranda naik darah.

“Jangan berrlagak sok nggak tau deh lu. Gue udah nerima tawaran jalan dengan lu beberapa hari ini. Dengan syarat lu nggak nyakitin perasaan Kinal. Tapi apa yang lu perbuat? Lu malah menjauh darinya. Membuat perasaan dia sakit, Niel” nada bicara Veranda jadi meninggi.

“Haha. Gue nggak peduli tuh. Orang gue cuma mau lu, bukan Kinal”

“Sakit lu. Gue bakal beberin ini semua ke Kinal” Ancam Veranda tiba-tiba, namun bukan Daniel namanya kalau dia takut dengan ancaman seorang cewek, yang ada Daniel malah terkesan berbalik mengancam Veranda.

“Silahkan, kalau lu menginginkan persahabatan kalian hancur”

‘Shhhiiiit’ Veranda mematikan Hpnya. “Mau dia apa sih? Gue rasa tuh orang perlu dimasukkan kedalam rumah sakit jiwa deh” ujar Veranda kesal terhadap ucapan Daniel.

Tanpa Veranda sadari, ada seorang yang sengaja menguping pembicaraannya di luar kamar mandi yang dijadikan Veranda alasan untuk menghubungi Daniel. Seseorang itu bergegas menjauh sesaat ketika gagang dari toilet itu bergerak kebawah sebagai pertanda bahwa seseorang yang didalam akan segara keluar.

***

Kinal menangis tersedu-sedu di dalam kamarnya, entah karena apa tiba-tiba air matanya menetes.

Veranda masuk. Ia melihat salah tingkah Kinal yang mengusap-usap wajahnya. Terlebih nampak bekas airmata di wajahnya.

“lu nangis?” tanya Veranda bingung.

Kinal langsung memeluk erat Veranda. “Lu mau kan janji ke gue kalau lu nggak akan pernah ngekhianatin gue?” ucapnya yang masih berpelukan dalam Veranda. Namun Veranda diam seribu bahasa, ‘kenapa tiba-tiba Kinal bicara seperti itu? Apa dia tau kalau ... ?’

“Veranda?”

“Iyah, Nal. Gue janji”  

*** 

Keesokan harinya Veranda mengatur pertemuan antara Kinal dengan Daniel tanpa sepegetahuan mereka. Veranda berharap pertemuan yang ia rencanakan itu bisa membuat Kinal  tidak larut dalam kesedihannya.

Sejam berlalu, Kinal menunggu di tempat yang Veranda janjikan, namun Veranda belum juga datang. Sosok yang tak diduga malah muncul dihadapannya seperti orang kebingungan mencari seseorang. Siapa lagi kalau bukan mencari Veranda juga. Sebenarnya Veranda berada tak jauh dari arena pertemuan mereka. Berlagak waspada kalau-kalau terjadi sesuatu pada Kinal.

“Daniel?” sapa Kinal.

“Kinal? Kamu disini juga? Veranda mana?” tanya Daniel, Kinal hanya mengangkat bahunya pertanda dia-pun tidak tau.

“Niel. Beberapa hari kamu kemana? Kenapa BBMku nggak pernah dibalas, telpon dari aku nggak pernah diangkat?” tanya Kinal bertubi-tubi, pertanyaan yang sama pula yang selalu ia lontarkan manakala Daniel susah untuk ia hubungi. Daniel bosan membuatnya mengungkapkan sesuatu yang tak diduga oleh Kinal.

“emangnya waktu aku cuma untuk kamu. Aku juga punya kesibukan lain, Nal. Bukan Cuma kamu. Aku jenuh dengan sikapmu yang seperti anak kecil gini. Aku ingin kita putus...!!

Bak disambar gledek di siang hari, sebuah kata ‘putus’ pun akhirnya terucap dari mulut Daniel.

“Putus, Niel?” hanya dua kata itu yang terlontar dari mulut Kinal, sisanya dia hanya bisa mencurahkan dengan kerlingan airmata yang menetes dengan derasnya.

Veranda mendengar jelas pernyataan putus yang Daniel lontarkan. Dengan sigap Veranda keluar dari tempat persembunyiannya dan menghampiri mereka. Sebuah tamparan dari tangan kanannya mendarat cukup keras tepat dipipi kiri Daniel.
‘Plak’

Daniel terkejut, begitu pula dengan Kinal. Hampir seluruh pengunjung cafe itu menengok ke arah mereka. Menjadi penonton gratis drama yang dilakoni oleh tiga remaja ini.

“apa-apaan ini, Ve?” Daniel tak terima  dipermalukan seperti ini.

“Sakit..?? Itu nggak sebanding dengan perasaan sakit yang Kinal rasakan karena dicampakan oleh lu” Bentak Veranda, lalu menggandeng tangan Kinal. Namun Kinal melepaskan genggaman Veranda dengan kasar dan berbalik menampar Veranda.

“Sebenarnya drama apa yang kalian lakukan selama ini di belakang gue?” tanya Kinal tiba-tiba.

“Dia..!! Dia iblis yang ingin menghancurkan persahabatan kita, Nal. Dia minta gue buat jadi selingkuhannya. Jika gue nggak mau Daniel akan putusin lu” Ungkap Veranda.

“Dan akhirnya lu mau jadi selingkuhannya cowok gue? Dasar pengkhaianat...!!” Bentak Kinal yang kemudian langung berlari menjauh dari Veranda.

“Lu boleh anggep gue sebagai pengkhianat, tapi satu yang perlu lu tau, gue sahabat lu yang akan selalu buat lu” teriak Veranda. Namun sepertinya sia-sia. Entah Kinal tidak mendengar teriakan Veranda atau emang sebenarnya dia dengar namun dia tak ingin berhenti karena dalam hatinya masih sangat marah pada Veranda sehingga dengan sengaja ia menghiraukan teriakan Veranda.

Kinal berlari sejadinya dengan air mata yang terus mengalir. Sampai ia tak sadar ada mobil yang sudah sangat dekat melaju ke arahnya dengan sangat cepat. Alhasil...


“AAAAA” teriak Kinal

***

“AAAA” Kinal terbangun dari tidur panjangnya, keringat bercucuran dipelipisnya. Dilihatnya, sosok Veranda yang semalaman tidur disebelahnya dibuat kaget oleh teriakannya dipagi buta ini.

“Kinal...!! masih juga subuh, lu udah teriak-teriak gini?? Gue masih ngantuk tauu..!!” keluh Veranda mengucek-ngucek matanya, mengumpulkannya setengah nyawanya yang masih terbawa arus imajinasinya.

“Pagi? Bukannya tadi ... ?” Ujar Kinal sedikit kebingunganan. Bukannya scene yang terjadi tadi adalah siang hari, kenapa tiba-tiba menjadi pagi seperti ini? Dan bukannya scene terakhir itu, Kinal akan ditabrak mobil yang melaju ke arahnya dengan sangat cepat, kenapa tiba-tiba di atas ranjang seperti ini?

“Pasti lu mimpi buruk lagi deh?” terka Veranda.

“Mimpi yah? hehe” Ujar Kinal menjadi cengengesan.

‘ping.ping’

“Tuh. BB lu bunyi” Ucap Veranda

Kinal segera mengambil BBnya yang terletak di atas meja disebelah ranjangnya. Dibacanya sebuah BBM dari Daniel yang ingin mengajaknya jogging pagi ini. Kinal jadi senyum-senyum sendiri, sambi mengetikan balasan ‘ok’.

“BBM dari siapa? Dari Daniel yah?” Tanya Veranda, Kinal pun mengangguk.

“Lu ikut jogging bareng kita yah?”

“Nggak lah, Nal. Gue lagi nggak enak badan” dusta Veranda yang sebenarnya dia tidak ingin jika mereka selalu berjalan bertiga yang ada rasa cintanya pada Daniel akan semakin menjadi.

“Yah, Veranda...” Kinal cemberut.

“Yaelah gitu ajah cemberut. Lagian berdua lebih baik kan?” Ungkap Veranda memainkan alisnya seraya tersenyum guna menyenangkan hati Kinal.

***

Jam enam lebih Daniel sudah standby di depan rumah Kinal. Dengan menggunakan kaos ‘couple’ Kinal dan Daniel nampak serasi.  Sebenarnya membuat Veranda sedikit merasa cemburu namun berusaha ditepisnya. Dalam hati Veranda berkata, “Semoga cinta kalian langgeng. Biar cinta ini gue simpan dalam hati gue entah sampai kapan pun itu gue akan menikmatinya sendiri saja. Satu yang akan gue lakukan sekarang dan selamanya yaitu gue nggak akan mengkhianati persahabatan kita hanya karena cinta”.

*Cinta datang silih berganti dan terkadang tak tepat waktu. Namun sahabat untuk selamanya dan kehadirannya pun selalu pada saat yang tepat*     


-The End-



Writer  : Hanifah Argubie
Twitter : @HanBie_48







Writer  : Hanifah Argubie
Twitter : @HanBie_48

Tidak ada komentar: