Senin, 23 Februari 2015

Senyumanmu, Kak


 
Rintik2 gerimis yg awalnya hanya seperti angin dingin yg berhamburan, kini menyerbu dengan alunan yg kuat menghantam, meluncur, menukik ke bawah. Menyentuh apa saja yg di laluinya. Senja semakin menghitam, bukan hanya karena waktu yg berperan. Tapi, awan gelap menghalangi dan mendekap sang mentari.

Terlihat gadis kecil, kurus dengan pakaian yg lusuh dan basah kuyup, menggigil di tepian jalan. Tangisan kebingungan terpancar jelas dari raut wajahnya, sekilas ada rasa sakit terselip dalam pertahanannya. Sementara, kendaraan dan orang2 di sekitar berlalu lalang dengan urusan mereka masing2. Seolah gadis kecil itu bagaikan benda yg tak ternilai, terabaikan.
.
.
"Sayang.... jangan sedih gitu dong. Biasanya kan kita memang sering pindah2". Ucap seorang wanita dewasa berparas cantik. Menengok ke jok belakang, dimana gadis kecil itu menatap tepian jendela mobil. Melihat derasnya hujan yg saling berkejaran(?) dengan wajah yg di tekuk.

"Tapi Ma, aku suka sekolah itu. Teman2ku juga dah banyak". Keluh sang anak.
"Lagian, tanggung banget sih! Bentar lagi kan kenaikan kelas 6, tapi kita pindah lagi?!". Cemberutnya.

"Sayang.... maafin Papa, karena tugas Papa. Mau gak mau kita harus sering berpindah2". Kali ini Papa bersuara dengan fokus ke jalanan. Sesekali melirik ke spion atas untuk mengetahui kondisi sang anak.

"Eh, Pa...Pa sebentar, itu ada anak kecil di pinggir jalan. Ayo Pa kita samperin, kasihan dia kehujanan". Cemas sang Mama.

"Ih, buat apa sih. Biarin aja anak gembel itu di sana!". Celetuk sang anak.

Namun, mereka tak menghiraukan ucapan anaknya. Setelah menepikan mobilnya, mereka menghampiri anak itu dengan membawa payung. Otomatis, gadis kecil yg masih berada di dalam mobil mendengus kesal.

Anak jalanan itu, sudah basah kuyup dengan tubuh yg bergetar, menggigil dan pucat. Kondisinya benar2 memprihatinkan.

"Nak, kenapa hujan2an sendirian? Dimana orang tua kamu?!"
"Oh, ya ampuun!!". Ucapan wanita itu mengeras, mengalahkan derasnya hujan.

Gadis kecil itu mendongak ke atas, menantang terpaan air hujan yg menghantam keras. Pandangannya tak jelas karena air itu memenuhi kelopak matanya. Wajahnya pucat pasi, bibir mungil itu sudah membiru. Suara gigi2nya saling menghentak, menggigil. Tak sempat menjawab, gadis kecil itu sudah jatuh tak sadarkan diri.
********

"Ve...!!!". Teriakan itu menggemparkan dan memekakkan telinga, bagi siapa saja yg mendengarnya.

Muncul seorang gadis remaja, cantik, berambut panjang dengan memakai seragam putih abu-abu. Tergopoh2 menuruni anak tangga sambil menenteng dua tas yg nampak, merepotkan(?).

"Iy..iya, maaf. Tadi habis beres2 tempat tidur dulu". Ucap gadis yg di panggil Ve, begitu gugup dengan nafas tersengal.

"Bisa gak sih, cepet dikit?! Dasar lelet!! Dah hampir jam 7 tau!". Bentak gadis yg tadi berteriak memanggil Ve, dia Kinal.
"Yaudah kita berangkat sekarang!!".

"Tap..tapi...".

"Gak da tapi2an, mau? Kita di hukum gara2 telat, hah!!". Bentaknya, lagi.

Ve merasa, pagi ini begitu lapar. Dia ingin sarapan, tapi tak pernah ada kesempatan. Akhirnya Ve hanya bisa pasrah.
.
.
Tahun2 berlalu, anak kecil yg di temukan di jalanan itu, kini tumbuh menjadi sosok gadis yg cantik. Yah, dia Veranda. Nama yg di berikan oleh sepasang suami istri, yg tak lain adalah orang tua Kinal. Karena kondisi Ve yg mengalami trauma(?) Sehingga ia mengira orang tua Kinal adalah ortu kandungnya. Tapi berbeda dengan Kinal, dia tak pernah menganggapnya. Kinal selalu bertindak semena2, kasar dan lain sebagainya. Yg pasti perlakuan itu, di luar pengetahuan ortu Kinal.

Sudah hampir 3 bulan ini ortu mereka pindah rumah, lagi. Kali ini ortunya akan menetap di kota Bandung sampe sang Papa pensiun. Jadi, otomatis Bandung menjadi tempat singgahnya yg terakhir. Namun, Ve dan Kinal masih stay di Jakarta. Karena mereka sudah kelas XII dan sebentar lagi mengikuti UN. Jadi mereka memutuskan untuk menyusul ortunya setelah kelulusan nanti.
.
.
"Gara2 loe, kita di hukum!! Loe harus tanggung jawab, pokoknya semua PR gue, loe yg harus ngerjain, paham!!". Gertak kinal.

"Bukankah memang seperti itu ya, selama ini?". Gumam Ve, yg masih terdengar oleh Kinal.

"Eh? Ah...pokoknya apapun itu loe yg harus ngerjain semuanya!!". Geram Kinal.

Saat ini mereka berada di tengah lapangan, menghadap tiang bendera dengan tangan kanan bersikap hormat. Peluh menghiasi wajah2 cantik mereka. Dalam kondisi seperti itu pun, Kinal masih sempat2nya meluapkan emosi terhadap Ve.

Kinal melirik ke arah kirinya, terlihat wajah yg memucat. Sadar di perhatikan oleh Kinal, Ve melirik dengan senyuman. Buru2 Kinal mengacuhkan. Yah, hampir tiap hari wajah itu selalu pucat. Tapi senyuman itu, tak pernah lepas dari paras cantiknya.
.
.
.
Kinal terlihat santai berjalan dengan terpasang aerphone di kedua telinganya sambil bersiul mengikuti alunan musik yg di dengarnya. Di belakangnya, Ve mengikuti dengan menggendong dua tas miliknya dan milik Kinal. Hal itu sudah menjadi rutinitas mereka sehari2.

Rumah dan sekolah hanya berjarak 1km. Sebenarnya, mereka bisa saja naik motor atau kendaraan umum untuk menuju atau pulang dari sekolah. Tapi tidak di lakukannya. Lebih tepatnya, Kinal melarangnya. Yups, itu di lakukan hanya untuk ngerjain Ve selama ini.

Kinal sih enjoy, sekedar berjalan kaki yg hanya berjarak 1km karena dia punya fisik yg kuat. Tapi tidak dengan Ve. Gadis itu lemah. Meskipun begitu, dia tak pernah mengeluh di perlakukan seperti itu oleh Kinal.

Wajah pucat Ve, juga bukan tanpa alasan. Itu karena Ve sering tak sempat sarapan, tepatnya tak pernah bisa sempat untuk sekedar sarapan. Yah, dari sebelum mentari terbit untuk menyambut hari. Ve sudah di sibukkan dengan rutinitasnya yaitu bersih2 rumah, mencuci, memasak dll. Ve mengerjakan semua pekerjaan rumah, sendirian. Dan itu atas suruhan Kinal.

Setelah Kinal membeberkan siapa Ve sebenarnya, membuat Ve sangat syok dan tak menyangka. Karena selama ini, Ve adalah anak kesayangan mereka. Namun Ve sadar, siapalah dia tanpa pertolongan dari orang tuanya yg ternyata bukan ortu kandungnya. Ve merasa berhutang budi. Dan itu di gunakan Kinal sebagai senjata untuk memanfaatkannya
.

Kinal merasa, setelah kehadiran Ve di keluarganya. Membuat kasih sayang ortunya yg seharusnya Kinal dapatkan teralihkan kepada Ve semata.

Kinal tumbuh menjadi gadis yg keras dan pemberontak, sedang Ve tumbuh menjadi gadis manis dan penurut. Tak hanya itu, teman2 di sekolah selalu membanding2kan mereka. Kinal bertambah geram, karena hanya sisi negatif yg tersemat dalam dirinya. Lain dengan Ve yg selalu di eluh2kan. Ve yg lebih cantik, lebih pintar, lebih sopan dan bla..bla..bla.
.
.
.
"Nanana..nananananana...". Kinal bersenandung kecil sambil berjalan santai di tepian trotoar.
"Oh ya Ve, anterin gue ke gramedia dulu. Gue mau beli komik. Kalo udah sampe sana, loe langsung pulang aja. Soalnya habis dari sana gue mau nonton sama temen2".

Kinal masih berjalan, aerphone sudah di lepasnya. Tapi tak ada sahutan dari Ve. Berhenti sejenak, lalu menengok ke belakang. Kaget!! Jarak 10 meter darinya, Ve tergeletak tak sadarkan diri di tepi jalan.
*
*
Kinal berjalan mondar-mandir di depan sebuah kamar RS. Setelah Dokter selesai memeriksa Ve. Kinal langsung menghampiri dan menanyakan kondisinya. Dokter menjelaskan bahwa Ve mengalami gastritis kronis dan gejala typhoid. Penyebabnya karena sering telat makan dan kurang istirahat. Dokter menyarankan untuk lebih memperhatikan kesehatannya. Karena jika di biarkan dan sampe berkelanjutan. Itu bisa membahayakan nyawanya.

Kinal tak menyangka, atas penjelasan dari sang Dokter. Jauh di lubuk hatinya, Kinal merasa bersalah karena pemicu semua itu adalah dirinya.
.
.
Pukul 20.45 WIB.
Perlahan Ve membuka kelopak matanya, sayu dan terlihat jelas kantung mata yg menghitam dengan bibir kering, pucat. Tapi tak mengurangi sinar alami kecantikannya.

Kepala Kinal bersender di ujung bed tempat Ve terbaring. Ternyata, tangan Kinal menggenggam erat tangan Ve dalam tidurnya.

Samar, terlihat butiran bening yg merembeti pipi halus yg terlihat makin tirus itu. Ya, Ve terlihat sangat kurus sekarang. Pipi chubbynya sudah tak terlihat lagi, setelah mereka hanya tinggal berdua.

Mendengar suara rintihan dan gerakan tangan. Kinal terbangun, dan reflek melepas genggaman tangannya cepat2.

"Ve, loe dah bangun. Gimana? Apanya yg sakit?!". Kata2 itu melantun cepat, menandakan rasa kekhawatiran.

Bukan jawaban yg Kinal dengar, tapi isakan Ve yg semakin kencang. Kinal bingung, namun rasa itu di tepisnya.

"Loe kenapa sih?! Bikin repot gue aja, tau!!". Bentak Kinal, kemudian.

Namun, kali ini nada suara Kinal terdengar gugup dan canggung. Dalam isakan, Ve menyunggingkan senyuman. Kinal mengerutkan kening, salah tingkah.

"Ma..kasih, Kin..nal". Ve sesenggukan.

Tangannya meraih kembali genggaman yg tadi terlepas. Membuat Kinal gusar dan tak tau harus berbuat apa.

Ve menghela nafas sejenak.
"Aku tau, sebenarnya kamu adalah gadis yg baik. Kamu perlakukan aku seperti itu bukan tanpa alasan, kan? Kamu hanya khawatir, kamu takut tersisih dan terabaikan di mata Mama-Papa karena keberadaanku". Suara Ve begitu parau.

Kinal terdiam, ingin rasanya dia mengelak. Tapi, entah kenapa hatinya merasa terkikis, melunak mendengar kata2 itu.

"Kalo aku mau, sudah dari dulu aku bilang sama Mama-Papa atas tindakanmu sama aku. Tapi aku gak lakuin itu, bukan karena aku takut sama kamu. Aku... hanya ingin selalu dekat denganmu, Nal".

Kinal melotot, hatinya terasa panas mendengar pengakuan itu.

"Meskipun aku bukan anak kandung mereka, tapi aku sudah menganggapmu seperti sodaraku, adik kandungku sendiri. Aku lakuin semua yg kamu perintahkan bukan untuk balas budi ke mereka, tapi itu untuk kebahagianmu, Nal. Aku rela, bukankah sebagai seorang kakak memang harus selalu ada saat sang adik membutuhkan?". Suara Ve begitu lembut dan menyejukkan.

"L..loe ngomong apa sih?! Gu..gue gak ngerti!!". Sangkal Kinal dengan membentaknya.

Begitulah Kinal, dia tak mau menunjukkan kelemahannya di depan Ve. Kinal tak mau memperlihatkan sebuah rasa yg bisa dinamakan dengan rasa 'iba'.

Ve tersenyum, selalu. Itulah Ve, meskipun di perlakukan kasar dan sering di bentak oleh Kinal. Ve hanya membalasnya dengan senyuman.

Kinal sadar, semua tindakannya selama ini sudah sangat keterlaluan. Tapi Kinal tak bisa menghentikannya begitu saja. Kinal beranggapan, orang baik itu selalu lemah dan tak bisa apa2. Tapi semua itu salah! Kinal telah kalah! Hatinya runtuh, hancur di kalahkan oleh sebuah senyuman.
******

"Makasih, kak...Ve". Kinal tersipu malu.

Rona bahagia terpancar di raut mereka berdua. Dan Ve tak menyangka saat Kinal memanggilnya dengan sebutan 'kak'. Air mata Ve mengalir deras tanpa di minta. Dia langsung memeluk Kinal, erat.

Saat ini VeNal berdiri di tepian jembatan, memandang sungai yg terbentang luas dengan sunset menghadap kearah mereka. Warna matahari senja tak mampu mengalahkan sinar kebahagiaan yg terpancar di wajah mereka berdua. Kini, VeNal saling mengasihi, memahami, berbagi dan saling menyayangi.
******

^Kenangan yg tersisa...^

"Iiih, kenapa sih?! Gembel ini harus ada disini!". Gadis kecil itu bergidik menjauhkan diri, saat melihat anak kecil terbaring lemah di sebelah tempatnya duduk.

Mobil yg di tumpangi satu keluarga itu melaju cepat menerobos derasnya hujan. Untuk sesegera mungkin menuju tempat yg akan menjadi penyelamat anak kecil yg malang itu.

Ya, Kinal kecil yg semula nampak kesal dan acuh. Kini melirik. Entah kenapa dia seperti ada daya magnet untuk mengamati sosok itu.
Kinal mengerutkan kening, melihat anak kecil yg lebih kurus darinya. Pakaiannya basah, lusuh dan compang-camping. Tubuhnya penuh luka, di kaki dan tangannya. Wajahnya pucat dan rambutnya berwarna, merah(?)Tapi hanya sebagian, dan warna itu terlihat nyata di pelipis kirinya.

Kinal tersentak, karena warna merah itu bukan warna rambut. Melainkan darah!
Dalam hati Kinal terus berdoa, agar anak kecil di sampingnya itu bisa selamat.
.
.
.
"Aduuh..!". Gadis manis yg berseragam putih biru itu tersandung dan jatuh.

"Ya ampun, Ve..!! Kamu gak papa? Hah!! Lutut kamu?!". Panik gadis imut yg berbadan lebih, padat.

"Ak..aku gak papa kok, Nal". Gadis manis itu tersenyum. Ve tersenyum dalam ringisan.

"Gak papa gimana?! Berdarah gitu!!". Wajah Kinal terlihat lucu saat panik.

"Hihihiii...". Ve terkikik kecil.

"Kok malah ketawa sih?!". Suara Kinal mengeras karena rasa khawatir yg teramat sangat.

"Abisnya kamu lucu kalo lagi kayak gitu, aku gak papa kok. Beneran deh, ini hanya luka kecil". Senyum itu, lagi. Ve tak pernah lepas dari senyuman di wajahnya, meskipun ia dalam kondisi yg memprihatinkan sekalipun. Itulah yg membuat Kinal tak berkutik saat melihat senyuman itu.
.
.
Begitulah mereka. Tumbuh bersama dengan Kinal yg selalu menjadi pelindung buat Ve. Padahal, Ve lebih tua darinya. Sempat sih, Ve meminta Kinal untuk memanggilnya 'kakak'. Tapi Kinal menolak. Dia berkata pada Ve, kalo seorang kakak itu harusnya yg bisa melindungi bukan seperti Ve yg kebalikannya.
.
.
Tahun berganti, entah sejak kapan rasa IRI itu timbul. Ve benar2 menjadi anak kesayangan orang tuanya. Kinal merasa sebagai anak kandung malah terabaikan.

Sebenarnya ortunya tak pernah membeda2kan kasih sayang mereka untuk anak2nya, VeNal. Tapi, karena rasa takut dan iri yg menutupi hati Kinal. Ia menganggap kasih sayang ortunya hanya untuk Ve seorang.

Kinal mulai acuh dan bersikap dingin terhadap Ve. Tapi, seakan tahu isi hati Kinal. Ve berusaha untuk selalu ada buat Kinal. Ve terus mendekati Kinal meskipun ia terus menjauhinya.

Lama2 Kinal mulai jengah dengan sikap Ve yg selalu memberikan perhatiannya yg malah membuat Kinal merasa sakit. Kinal berfikir gimana caranya agar Ve menjauhinya. Dengan pikiran liciknya, Kinal membongkar siapa Ve yg sebenarnya. Kinal mulai bertindak kasar, dan memperlakukan Ve seperti budak. Tapi apa?
Ve membalas perlakuan Kinal selama ini dengan senyuman.

Usaha Kinal agar Ve jera atas perlakuannya ternyata tak membuahkan hasil, Ve bertahan sampe sekarang. Itu yg membuat Kinal semakin rapuh karena Ve terus2an melawannya dengan senyuman.

Senyuman Ve yg meluluh lantakkan dinding hati Kinal yg keras. Senyuman Ve yg mencairkan dinginnya hati Kinal yg beku. Senyuman Ve yg memporak-porandakan pondasi hati Kinal yg kokoh. Dan semua itu karena Ve.

Tapi, senyuman Ve-lah yg mampu menenangkan, menghangatkan dan menutupi lubang hati Kinal yg menganga. Senyuman itulah yg mengikis rasa iri dan ketakutan yg bersarang di hati Kinal. Senyuman itu. "Senyumanmu, kak!!"

~END~


Writer  : Dwi Nurmala
Twitter : @dwinurmala4351
 
 
 

Selasa, 17 Februari 2015

Sebuah Kisah Klasik tentang Persahabatan dan Cinta





“Daniel, buka mulutmu dong, sayang” perintah seorang cewek yang duduk dihadapannya tengah bersiap menyuapkan makanan ke mulut pacarnya yang bernama ’Daniel’, namun Daniel enggan-engganan membuka mulutnya. Bagaimana tidak? Saat ini mereka sedang berada di kantin, berada di tengah kerumunan orang. Sangat memalukan bagi Daniel mengumbar kemesraan seperti itu didepan khalayak. Meski itu dengan pacarnya sendiri.

“Ga ah, Nal” Tolak Daniel masih membungkam mulutnya rapat-rapat. Tapi Cewek yang bernama asli ‘Kinal’ itu tetap memaksanya. Alhasil makanan itu berhasil masuk ke dalam mulut Daniel meski harus banyak ‘tamu’ makanan berada disudut bibir Daniel yang belum ia persilahkan masuk.

“Ya ampun, Kinal. Lu masih ajah nganggep pacar lu kayak anak kecil? Pake di suapin segala” ucap seorang tiba-tiba duduk menyatu dimeja yang dihuni sepasang kekasih tadi.

“Haha. Ini lagi Daniel. Masih blepotan makannya. Pantas saja Kinal masih nganggep Lu anak kecil” Imbuhnya disertai tawa kecil, yang kemudian mengambil tisu dari dalam tasnya guna membersihkan sisa-sisa makanan di sekitar bibir Daniel.
Baru sedetik cewek itu menempelkan tisu di sudut bibir Daniel, tak diduga Daniel mengunci pergelangan tangan cewek itu. Lalu menatapnya dengan tatapan penuh arti (?) “Makasih Veranda”.

Veranda berusaha memberontaknya. Namun tatapan Daniel makin menghanyutkannya dalam ilusi yang Daniel ciptakan.
Kejadian itu berlangsung cukup lama. Mereka tak sadar ada sepasang mata yang melihatnya dengan pandangan yang aneh serta perasaan curiga, namun berusaha ditepisnya karena dia masih mempercayai apa yang dia lihat itu merupakan sesuatu kewajaran yang dilakukan oleh sang sahabat dengan sang kekasihnya.

*Terkadang manusia hanya melihat apa yang ingin mereka lihat. Dan manusia hanya akan percaya terhadap apa yang ingin mereka percayai. Karena manusia dikarunia oleh Tuhan sebuah hati nurani. Sehingga apa yang terlihat dimatanya jika itu tidak sesuai dengan hati nuraninya, mereka tidak akan mempercayainya dan memastikan apa yang mereka lihat  itu salah. Meski kenyataannya yang mereka lihat itu adalah sebuah kebenaran*

“Ehem” sengaja Kinal mengeluarkan suara deheman untuk menghentikan scene yang diperlihatkan Veranda dan Daniel. Mereka menjadi salah tingkah. Daniel langsung melepaskan pergelangan tangan Veranda. Sementara Veranda langsung menarik tangannya sambil berkata “Sorry, Nal. Niel. Gue cabut dulu, sepuluh menit lagi ada kelasnya pak Wahyono. Bye” Veranda melangkah pergi dengan perasaan tak enak hati kepada sang sahabat. Anehnya, Daniel masih memakukan pandangannya pada Veranda yang makin lama makin terlihat menjauh dari mereka. ‘Andai Lu mau menjadi kekasih gue, Ve. Senangnya hati gue bisa mempunyai pacar yang dewasa dan lembut seperti Lu’ Begitu piciknya Daniel mempunyai pemikiran seperti itu. Menduakan sang pacar yang teramat mencintainya.

“Sayang?” Kinal mengibas-ngibaskan kelima jarinya didepan mata Daniel. “Aku tau Veranda memang cantik badai, tapi ngeliatnya jangan segitunya juga dong, sayang? Sampai-sampai pacar sendiri dicuekin gini?” ucap Kinal yang berhasil mengalihkan pandangan Daniel kembali bertatapan dengan Kinal.
“Ah. Kamu apaan sih, sayang? Bicaranya kok kayak gitu?  Cantikan kamu lah, karena kamu pacar aku yang sangat aku cintai“ Gombal Daniel mengacak lembut rambut Kinal.  

***

“Veranda tunggu...!!” Teriak seorang cowok diparkiran menghentikan langkah Veranda yang sedang membuka pintu mobilnya. Veranda menoleh ke arah sumber suara, yang kemudian seseorang itu berjalan mendekatinya. Inginnya bersikap tak acuh, akan tetapi rasa tak enak hati pada sang sahabat membuatnya terpaksa mengacuhkannya.

“Nanti malam lu ada acara nggak? Jalan yuk..!!” Ajak seseorang itu yang langsung mendapat penolakan dari Veranda. “Sorry Niel. Gue nggak bisa”.

“Apa karena Kinal, Lu nolak ajakan gue?” Tebak Daniel.

“Pokoknya gue bilang nggak bisa ya nggak bisa. Sorry” Veranda bersiap untuk masuk kedalam mobilnya. Namun usahanya lagi-lagi dapat dihentikan oleh Daniel.

“Jawab, Ve..!!!” Dengan kasarnya Daniel membalikan tubuh Veranda berhadapan dengannya.

“Gue nggak bisa mengkhianati persahabatan gue dengan cara seperti ini” Mantapnya Veranda berbicara.

“Tapi lu mengkhianati perasan lu” Sanggah Daniel membuat Veranda tercengang mendengar pernyataan itu. Bagaimana Daniel bisa tau perasaan Veranda kepadanya?

“Gue nggak suka sama lu, Daniel Eka Putra” Veranda berusaha menutupinya.

“Bibir lu bisa berbohong Ve Tapi hati dan mata Lu nggak bisa berbohong. Sekarang tatap mata gue. Bilang kalau lu nggak punya perasaan apa-apa ke gue...!!” Perintah Daniel yang yakin kalau Veranda juga mempunyai perasaan yang sama dengannya. Namun itu dulu, sebelum Veranda menjadi ilfeel dengan kelakuannya saat ini yang benar-benar tega akan menduakan Kinal, serta menjadikan Veranda sebagai selingkuhannya.

Veranda menatap mata Daniel dengan tatapan benci, “Gue nggak suka dengan lu yang seperti ini...!!!” Ujarnya tegas sembari masuk kedalam mobilnya.
“Gue akan putusin Kinal,  Demi mendapatkan lu, Veranda...!! Ancam Daniel setengah berteriak, yang masih bisa Veranda dengar meski mobil yang ia kendarai telah melaju terlebih dahulu.

*Apa yang menjadi tujuan kita, capailah itu dengan usaha kita sendiri. Meski demikian bukan berarti kita dihalalkan untuk menggunakan segala cara untuk menggapai tujuan itu. Hanya seorang pecundanglah yang mampu berbuat seperti itu, mengorbankan kebahagiaan orang lain hanya untuk dirinya pribadi*

***

Malam pun tiba, sesaat Veranda sedang merebahkan tubuhnya di atas ranjangnya, terdengar klarkson mobil dari lantai bawah rumahnya. Enggan sekali Veranda menengoknya. Pikirannya masih terngiang-ngiang akan perkataan terakhir Daniel.

‘Gue nggak akan biarin lu nyakitin Kinal, Niel’ tekad Veranda dalam hati.

‘tapi bagaimana caranya? Arrgghh’ gusarnya kemudian.

'tok.tok.tok'

“Sayang, ada temen kamu dibawah, katanya kalian udah janjian untuk jalan malam ini?” ucap seorang wanita paruh baya dibalik kamar Veranda.

‘temen?’

‘janji?’

‘jalan?’

‘siapa?’

Pertanyaan-pertanyaan kecil terlintas dalam otak Veranda. Perasaan Veranda tidak ada janji malam ini dengan siapapun.

“Siapa, Mah?” sahutnya bergegas membuka pintu kamarnya.

“Aduh. Mama lupa nggak tanyain itu, Sayang. Ya udah gih, cepetan temuin dia. Pamali nganggurin tamu sendirian” perintah sang Mama, dan Veranda pun tak bisa menolaknya. Segera mungkin Veranda menghampiri ‘tamu tak diundang’ nya itu. Seketika pijakan kakinya sampai pada anak tangga kedua dari bawah, matanya dibuat terbelalak dengan kehadiran ‘tamu’ itu. Dari ujung kaki sampai ujung rambut ia perhatikan sosok pria yang kini sedang duduk memainankan BB yang sedari tadi ia pegang.

“Gue kan udah bilang siang tadi kalo gue nggak mau jalan sama lu..!!” kata-kata kasar pun mampir dalam mulut Veranda saking tidak sukanya melihat pria itu. Pria itu menoleh, lalu menghampirinya.

“Tentunya lu juga nggak lupa dengan kata terakhir gue kan, Veranda?” Pria itu berbalik tanya. Pria yang telah Veranda kenal setahun ini sampai tak sadar Veranda pun menaruh hati padanya. Akan tetapi, semenjak siang tadi rasa cinta dan sayang itu berubah menjadi kebencian. Pria itu menjelma bagaikan iblis dengan ancaman-ancaman yang tak berperasaan.

Veranda benar-benar terdesak, mau ambil pilihan apapun jadi serba salah. Akhirnya Veranda pun menerima ajakan Daniel dengan sangat terpaksa demi Kinal.

“Okeh. Gue mau. Tapi gue harap lu jangan pernah sakitin hati Kinal”

***

Detik berlalu tergantikan oleh menit, menit berlalu tergantikan oleh jam, begitu seterusnya hingga  tiga hari berselang setelah kejadian hari itu. Kinal duduk termangu di dalam kamarnya sambil melihat sebuah foto kekasihnya yang merangkul bahunya kala mereka sedang berlibur disebuah pantai.
‘Kamu kenapa sih sayang? BBM.ku nggak dibalas, telpon nggak diangkat. Aku cari-cari di kampus kamu nggak ada. Apa kamu sakit?’ pikir Kinal yang diselubungi kekhawatiran akan keadaan Daniel yang tak pernah ia dengar beberapa hari belakangan ini. Sayangnya, Daniel malah menjadikan moment ini untuk terus bisa menjauhkan dirinya pada Kinal.

‘Tok. Tok. Tok’

“Masuk” ucap Kinal datar.

Seseorang itu masuk dengan membawa senampan makanan, lalu  ia duduk disamping Kinal.

“Kata tante Diana seharian ini lu belum makan. Gue suapin yah?” tawar seseorang itu kemudian.

“Gue lagi nggak nafsu makan, Ve” Tolak Kinal.

“Kenapa? Karena Daniel?” Tanya Veranda, membuat Kinal terkejut menoleh ke arah Veranda.

“Kok Lu tau?”

“Hah. Gue cuma nebak doang sih. Siapa lagi seseorang yang bisa bikin Kinal galau kalau bukan Daniel?” Kinal tersenyum kecut mendengar jawaban Veranda. Lalu tanpa aba-aba Kinal mencurahkan hatinya pada sahabatnya itu.

“Beberapa hari ini Daniel susah ditemui. Gimana mau ditemui coba? Dihubungi aja susah banget. Apa dia sedang sakit, Veranda? Atau Diam-diam dia ...? Ah. Nggak. Nggak mungkin Daniel seperti itu. Daniel hanya cinta sama gue”

‘Lu salah mencintai orang Nal. Dia bukan cowok yang baik untuk Lu. Lu harus bisa melihat ini semua. Jangan sampai cinta ini membutakan Lu. Ya Tuhan. Gimana gue nyadarin dia kalau Daniel nggak baik buat dia?’ Gusarnya hati Veranda.

“Veranda kok lu diem?” Tanya Kinal melihat Veranda yang malah mlamun ketika sedang mendengarkan ceritanya.

“Ehmm. Sorry Nal. Bentar yah. Gue ke toilet dulu. Kebelet soalnya, hehe”

***    

Ketika Veranda sedang berada di dalam toilet, Veranda menghubungi seseorang.

“Sebenarnya mau lu apa, Niel?” sergap Veranda ketika tau nomor yang ia hubungi telah tersambung.

“Mau gue cuma lu, Veranda” ucapnya terkesan main-main.

“Tapi lu mengkhianati perjanjian kita..!!!”

“Perjanjian apa? Sepertinya gue sedikit amnesia gara-gara selalu memikirkan lu” jawabnya yang membuat Veranda naik darah.

“Jangan berrlagak sok nggak tau deh lu. Gue udah nerima tawaran jalan dengan lu beberapa hari ini. Dengan syarat lu nggak nyakitin perasaan Kinal. Tapi apa yang lu perbuat? Lu malah menjauh darinya. Membuat perasaan dia sakit, Niel” nada bicara Veranda jadi meninggi.

“Haha. Gue nggak peduli tuh. Orang gue cuma mau lu, bukan Kinal”

“Sakit lu. Gue bakal beberin ini semua ke Kinal” Ancam Veranda tiba-tiba, namun bukan Daniel namanya kalau dia takut dengan ancaman seorang cewek, yang ada Daniel malah terkesan berbalik mengancam Veranda.

“Silahkan, kalau lu menginginkan persahabatan kalian hancur”

‘Shhhiiiit’ Veranda mematikan Hpnya. “Mau dia apa sih? Gue rasa tuh orang perlu dimasukkan kedalam rumah sakit jiwa deh” ujar Veranda kesal terhadap ucapan Daniel.

Tanpa Veranda sadari, ada seorang yang sengaja menguping pembicaraannya di luar kamar mandi yang dijadikan Veranda alasan untuk menghubungi Daniel. Seseorang itu bergegas menjauh sesaat ketika gagang dari toilet itu bergerak kebawah sebagai pertanda bahwa seseorang yang didalam akan segara keluar.

***

Kinal menangis tersedu-sedu di dalam kamarnya, entah karena apa tiba-tiba air matanya menetes.

Veranda masuk. Ia melihat salah tingkah Kinal yang mengusap-usap wajahnya. Terlebih nampak bekas airmata di wajahnya.

“lu nangis?” tanya Veranda bingung.

Kinal langsung memeluk erat Veranda. “Lu mau kan janji ke gue kalau lu nggak akan pernah ngekhianatin gue?” ucapnya yang masih berpelukan dalam Veranda. Namun Veranda diam seribu bahasa, ‘kenapa tiba-tiba Kinal bicara seperti itu? Apa dia tau kalau ... ?’

“Veranda?”

“Iyah, Nal. Gue janji”  

*** 

Keesokan harinya Veranda mengatur pertemuan antara Kinal dengan Daniel tanpa sepegetahuan mereka. Veranda berharap pertemuan yang ia rencanakan itu bisa membuat Kinal  tidak larut dalam kesedihannya.

Sejam berlalu, Kinal menunggu di tempat yang Veranda janjikan, namun Veranda belum juga datang. Sosok yang tak diduga malah muncul dihadapannya seperti orang kebingungan mencari seseorang. Siapa lagi kalau bukan mencari Veranda juga. Sebenarnya Veranda berada tak jauh dari arena pertemuan mereka. Berlagak waspada kalau-kalau terjadi sesuatu pada Kinal.

“Daniel?” sapa Kinal.

“Kinal? Kamu disini juga? Veranda mana?” tanya Daniel, Kinal hanya mengangkat bahunya pertanda dia-pun tidak tau.

“Niel. Beberapa hari kamu kemana? Kenapa BBMku nggak pernah dibalas, telpon dari aku nggak pernah diangkat?” tanya Kinal bertubi-tubi, pertanyaan yang sama pula yang selalu ia lontarkan manakala Daniel susah untuk ia hubungi. Daniel bosan membuatnya mengungkapkan sesuatu yang tak diduga oleh Kinal.

“emangnya waktu aku cuma untuk kamu. Aku juga punya kesibukan lain, Nal. Bukan Cuma kamu. Aku jenuh dengan sikapmu yang seperti anak kecil gini. Aku ingin kita putus...!!

Bak disambar gledek di siang hari, sebuah kata ‘putus’ pun akhirnya terucap dari mulut Daniel.

“Putus, Niel?” hanya dua kata itu yang terlontar dari mulut Kinal, sisanya dia hanya bisa mencurahkan dengan kerlingan airmata yang menetes dengan derasnya.

Veranda mendengar jelas pernyataan putus yang Daniel lontarkan. Dengan sigap Veranda keluar dari tempat persembunyiannya dan menghampiri mereka. Sebuah tamparan dari tangan kanannya mendarat cukup keras tepat dipipi kiri Daniel.
‘Plak’

Daniel terkejut, begitu pula dengan Kinal. Hampir seluruh pengunjung cafe itu menengok ke arah mereka. Menjadi penonton gratis drama yang dilakoni oleh tiga remaja ini.

“apa-apaan ini, Ve?” Daniel tak terima  dipermalukan seperti ini.

“Sakit..?? Itu nggak sebanding dengan perasaan sakit yang Kinal rasakan karena dicampakan oleh lu” Bentak Veranda, lalu menggandeng tangan Kinal. Namun Kinal melepaskan genggaman Veranda dengan kasar dan berbalik menampar Veranda.

“Sebenarnya drama apa yang kalian lakukan selama ini di belakang gue?” tanya Kinal tiba-tiba.

“Dia..!! Dia iblis yang ingin menghancurkan persahabatan kita, Nal. Dia minta gue buat jadi selingkuhannya. Jika gue nggak mau Daniel akan putusin lu” Ungkap Veranda.

“Dan akhirnya lu mau jadi selingkuhannya cowok gue? Dasar pengkhaianat...!!” Bentak Kinal yang kemudian langung berlari menjauh dari Veranda.

“Lu boleh anggep gue sebagai pengkhianat, tapi satu yang perlu lu tau, gue sahabat lu yang akan selalu buat lu” teriak Veranda. Namun sepertinya sia-sia. Entah Kinal tidak mendengar teriakan Veranda atau emang sebenarnya dia dengar namun dia tak ingin berhenti karena dalam hatinya masih sangat marah pada Veranda sehingga dengan sengaja ia menghiraukan teriakan Veranda.

Kinal berlari sejadinya dengan air mata yang terus mengalir. Sampai ia tak sadar ada mobil yang sudah sangat dekat melaju ke arahnya dengan sangat cepat. Alhasil...


“AAAAA” teriak Kinal

***

“AAAA” Kinal terbangun dari tidur panjangnya, keringat bercucuran dipelipisnya. Dilihatnya, sosok Veranda yang semalaman tidur disebelahnya dibuat kaget oleh teriakannya dipagi buta ini.

“Kinal...!! masih juga subuh, lu udah teriak-teriak gini?? Gue masih ngantuk tauu..!!” keluh Veranda mengucek-ngucek matanya, mengumpulkannya setengah nyawanya yang masih terbawa arus imajinasinya.

“Pagi? Bukannya tadi ... ?” Ujar Kinal sedikit kebingunganan. Bukannya scene yang terjadi tadi adalah siang hari, kenapa tiba-tiba menjadi pagi seperti ini? Dan bukannya scene terakhir itu, Kinal akan ditabrak mobil yang melaju ke arahnya dengan sangat cepat, kenapa tiba-tiba di atas ranjang seperti ini?

“Pasti lu mimpi buruk lagi deh?” terka Veranda.

“Mimpi yah? hehe” Ujar Kinal menjadi cengengesan.

‘ping.ping’

“Tuh. BB lu bunyi” Ucap Veranda

Kinal segera mengambil BBnya yang terletak di atas meja disebelah ranjangnya. Dibacanya sebuah BBM dari Daniel yang ingin mengajaknya jogging pagi ini. Kinal jadi senyum-senyum sendiri, sambi mengetikan balasan ‘ok’.

“BBM dari siapa? Dari Daniel yah?” Tanya Veranda, Kinal pun mengangguk.

“Lu ikut jogging bareng kita yah?”

“Nggak lah, Nal. Gue lagi nggak enak badan” dusta Veranda yang sebenarnya dia tidak ingin jika mereka selalu berjalan bertiga yang ada rasa cintanya pada Daniel akan semakin menjadi.

“Yah, Veranda...” Kinal cemberut.

“Yaelah gitu ajah cemberut. Lagian berdua lebih baik kan?” Ungkap Veranda memainkan alisnya seraya tersenyum guna menyenangkan hati Kinal.

***

Jam enam lebih Daniel sudah standby di depan rumah Kinal. Dengan menggunakan kaos ‘couple’ Kinal dan Daniel nampak serasi.  Sebenarnya membuat Veranda sedikit merasa cemburu namun berusaha ditepisnya. Dalam hati Veranda berkata, “Semoga cinta kalian langgeng. Biar cinta ini gue simpan dalam hati gue entah sampai kapan pun itu gue akan menikmatinya sendiri saja. Satu yang akan gue lakukan sekarang dan selamanya yaitu gue nggak akan mengkhianati persahabatan kita hanya karena cinta”.

*Cinta datang silih berganti dan terkadang tak tepat waktu. Namun sahabat untuk selamanya dan kehadirannya pun selalu pada saat yang tepat*     


-The End-



Writer  : Hanifah Argubie
Twitter : @HanBie_48







Writer  : Hanifah Argubie
Twitter : @HanBie_48