Kinal dan teman2nya berada di ruangan luas yg di kelilingi oleh kaca.
Bersiap untuk latihan dance seperti biasanya. Tiba2 salah satu temannya
yg baru datang, menggandeng seseorang.
"Teman2, kenalin ini temanku dari Bandung. Nah kita kan lagi butuh pengganti si Beby, jadi aku saranin dia untuk bergabung di grup kita". Ujar Jeje membawa seorang gadis manis berambut panjang bergelombang.
"Haii...aku Rezky Wiranti Dhike, panggil aku Dhike". Ucap gadis itu memperkenalkan diri.
Seketika, pandangan Kinal tertuju padanya.
"Oh ya, aku bekerja di sebuah bank swasta di Jakarta ini. Dari dulu, aku suka banget sama dance dan sempat bergabung di grup 'Dreaming Girls' saat di Bandung. Karena aku pindah kesini, jadi sudah gak aktif di sana dan aku harap kalian mengijinkan aku bergabung bersama". Jelas Dhike panjang lebar.
Membuat Kinal tertarik dan mengamati gadis itu.
"Iya guys, Dhike ini jago loh soal dance". Imbuh Jeje.
"Key, kenalin Kapten kita". Sambil menunjuk ke arah Kinal.
"Dhike". Mengulurkan tangannya.
"Kinal". Menjabat dengan lembut.
"Oke, sebelum kamu bisa bergabung di 'Great Dance' aku ingin melihat perfome kamu".
Saat Dhike menunjukkan kemampuannya, Kinal benar2 menatap tak berkedip. Gerakan lekuk tubuhnya begitu anggun dan menggoda. Tatapan matanya yg tajam dengan senyum tipis di sudut bibirnya adalah tatapan tsundere. Tatapan yg membuat hati Kinal bergetar. Kinal terpesona.
.
.
Belum selesai ingatan akan masa lalunya. Tiba2 pintu ruangannya terbuka.
*Brakk!!*
Tanpa ada ketukan atau ucapan salam. Kinal terlonjak, hampir saja jantungnya melompat keluar dari mulutnya yg menganga.
"Mbak, Kinal!!". Sebuah teriakkan menyempurnakan kekagetannya.
"Dhian....! Kenapa gak ketuk pintu dulu? Kamu membuat....".
"Gak sempat!". Potong Dhian cepat dengan wajah pucat.
"Hah?". Kinal mengerutkan alis.
"Mbak, hujannya lebat banget!".
*jeddarrrr!!* suara kilat menyambar. Dhian bertambah panik.
"Iya emang, terus?". Santai Kinal.
"Eh, emm...maksudnya
"Teman2, kenalin ini temanku dari Bandung. Nah kita kan lagi butuh pengganti si Beby, jadi aku saranin dia untuk bergabung di grup kita". Ujar Jeje membawa seorang gadis manis berambut panjang bergelombang.
"Haii...aku Rezky Wiranti Dhike, panggil aku Dhike". Ucap gadis itu memperkenalkan diri.
Seketika, pandangan Kinal tertuju padanya.
"Oh ya, aku bekerja di sebuah bank swasta di Jakarta ini. Dari dulu, aku suka banget sama dance dan sempat bergabung di grup 'Dreaming Girls' saat di Bandung. Karena aku pindah kesini, jadi sudah gak aktif di sana dan aku harap kalian mengijinkan aku bergabung bersama". Jelas Dhike panjang lebar.
Membuat Kinal tertarik dan mengamati gadis itu.
"Iya guys, Dhike ini jago loh soal dance". Imbuh Jeje.
"Key, kenalin Kapten kita". Sambil menunjuk ke arah Kinal.
"Dhike". Mengulurkan tangannya.
"Kinal". Menjabat dengan lembut.
"Oke, sebelum kamu bisa bergabung di 'Great Dance' aku ingin melihat perfome kamu".
Saat Dhike menunjukkan kemampuannya, Kinal benar2 menatap tak berkedip. Gerakan lekuk tubuhnya begitu anggun dan menggoda. Tatapan matanya yg tajam dengan senyum tipis di sudut bibirnya adalah tatapan tsundere. Tatapan yg membuat hati Kinal bergetar. Kinal terpesona.
.
.
Belum selesai ingatan akan masa lalunya. Tiba2 pintu ruangannya terbuka.
*Brakk!!*
Tanpa ada ketukan atau ucapan salam. Kinal terlonjak, hampir saja jantungnya melompat keluar dari mulutnya yg menganga.
"Mbak, Kinal!!". Sebuah teriakkan menyempurnakan kekagetannya.
"Dhian....! Kenapa gak ketuk pintu dulu? Kamu membuat....".
"Gak sempat!". Potong Dhian cepat dengan wajah pucat.
"Hah?". Kinal mengerutkan alis.
"Mbak, hujannya lebat banget!".
*jeddarrrr!!* suara kilat menyambar. Dhian bertambah panik.
"Iya emang, terus?". Santai Kinal.
"Eh, emm...maksudnya
"Ngomong yg jelas, bisa kali?!".
"Lap...lapangan
"Apa?!".
"Aku baru dapat laporan tadi dari teman2 yg disana. Lapangan Bintang di terjang banjir dan stand kita hampir roboh". Pekiknya.
"Aaargh...sekar
Hari ini mereka membuka stand di lapangan Bintang dalam rangka mengikuti sebuah pameran yg di selenggarakan pemerintah.
"Kacau, mbak. Tadi mereka bilang stand kita hampir roboh karena di terjang badai. Mungkin sekarang....".
"Kita ke lapangan Bintang!". Potong Kinal yg langsung meraih tas kerjanya.
"Sekarang?". Nadanya terlihat ragu2.
"Gak! Tahun depan!!". Ketus Kinal.
Kinal berlari menuruni tangga, mau tak mau Dhian mengekor.
Setengah jam kemudian, mereka tiba di lapangan Bintang. Sungguh pemandangan yg tak mengenakkan. Banjir sudah setinggi lutut orang dewasa. Banyak orang2 yg berlarian kesana kemari, mengangkuti barang2 mereka yg juga membuka stand. Semuanya cemas, berantakan, dan amburadul gak jelas.
Sebelum turun dari mobil, Kinal menggulung celananya sampe di atas lutut. Sepatunya di lepas ganti dengan sandal jepit yg selalu tersedia di mobilnya. Dhian mengamati, diam2 mengagumi bossnya. Karena Kinal perempuan yg tangguh dan mandiri.
Dengan santainya, Kinal berjalan diantara air kotor yg menggenangi lapangan walau hujan badai mengiringinya. Dhian bingung, beberapa menit sempat terdiam, masih di dalam mobil. Tapi melihat bossnya seperti itu, mau tak mau dia terpaksa menyusulnya.
Dengan membawa payung, Dhian berjalan kesulitan menerobos banjir. Karena dia masih memakai sepatu heels. Ck!
"Boss, gimana nih?". Ucap gadis cantik bernama Lisa.
"Iya nih, gimana stand kita?". Satunya lagi, gadis imut yg terlihat panik, dia Intan.
"Sekarang, kita pulang!". Tegas Kinal.
"Tapi driver belum kesini, katanya kejebak banjir di daerah Sultan Agung". Cemas Lisa.
"Aaarrgh sial!!". Dengus Kinal.
Kinal melihat alat2 musiknya yg masih teronggok di stand itu.
"Intan! Lisa! Kalian masukin alat2 musik apa saja yg muat di mobil saya. Sisanya biar saya cari ide dulu". Jelas Kinal.
"Mbak, Kinal. Kamu mau cari bantuan kemana? Aku temani ya?". Tawar Dhian.
"Gak Dhian, mereka lebih membutuhkan kamu disini. Biar aku cari bantuan sendiri". Kinal menunjuk Intan dan Lisa.
"Trus yg mayungin mbak, siapa?".
"Ya ampun....Dhian,
Kinal langsung menerobos orang2 yg masih lalu lalang dalam kepanikan. Meskipun kondisi Kinal basah kuyup, tak di pedulikannya. Karena alat2 musik sangat berharga baginya.
Lima belas menit kemudian, Kinal kembali ke stand. Sebagian alat2 musik sudah di pindahkan ke mobilnya. Intan dan Lisa berdiri berdempetan di bawah payung yg di pegang oleh Dhian dan tampaknya mereka kedinginan.
Kinal membawa becak dan tukangnya. Alat musik yg masih tersisa langsung di angkut ke becak dan di tutupi oleh plastik.
"Sayang banget ya, alat2 musik yg bagus2 ini jadi kayak sayuran di bawa sama becak dekil". Celetuk Intan.
Kinal mendelik, dan Lisa langsung membungkam mulut Intan. Kebiasaan, si Intan suka ceplas-ceplos.
Kondisi mobil Kinal tak jauh beda. Intan duduk di jok belakang di temani gitar dan alat2 musik lainnya. Begitupun dengan Lisa yg duduk di jok tengah. Sedang Dhian duduk di sebelah kemudi Kinal dengan memeluk alat saxophone dan beberapa stick drum.
Mereka berempat tak bisa berkutik. Kinal harus hati2 mengemudikan mobilnya. Selain karena jalanan yg tergenangi banjir. Belokan atau jalanan yg berlobang dapat membuat kepala Intan dan Lisa kepentok gagang gitar.
Selama perjalanan lebih dari setengah jam. Tidak ada yg berbicara. Mereka fokus dengan masing2. Hanya terdengar ringisan bahkan sesekali 'aduhan' dari mulut Intan. Karena kepalanya yg sering kepentok.
********
Ku seka ujung bibirku dengan tisu. Sepiring spagetti dan segelas juice strawberry telah berpindah dalam perutku. Tugas siang ini selesai. Perut kenyang, otak pun bisa di pakai kembali. Ku masukkan tablet dan ponsel ke dalam tas, bersiap untuk pulang.
*Deg!*
Aku melihat sepang manusia yg salah satunya sangat ku kenal. Mereka berjalan ke arahku yg hendak menuju pintu keluar kafe. Yah, dia Dion bersama dengan seorang gadis muda dan.....cantik.
"Hai Melody. Baru selesai makan?"
"Oh ya, kenalin. Ini Nabilah". Dion menyapa dengan senyum memuakkan.
Mau tak mau, demi ke sopansantunan. Ku jabat gadis itu yg telah menyorongkan tangannya.
"Melody". Suara ku atur sehangat mungkin.
"Kok sendiri? Pacarnya mana?". Tanya Dion dengan nada suara yg jelas2 mengejek.
"Cari pacar dong. Biar ada yg nemenin makan". Imbuhnya, dengan tangan merangkul pinggang gadis itu.
"Seorang wonder woman gak butuh orang lain". Balasku manis, di manis2in tepatnya.
"Duluan ya". Ku lambaikan tanganku dengan senyum ramah.
Dengan langkah seelegan mungkin, aku berjalan menuju mobil.
"Sialan, si Dion!!!!".
*********
Dua jam kemudian, setelah kembali ke rukonya dan menyempatkan mandi. Kinal mengemudikan mobil avanza merahnya menuju pulang ke rumah. Hari ini, Kinal mengalami kesialannya lagi. Kemarin gagal mendapatkan sponsor untuk pertunjukan amalnya, sekarang.... pameran yg di persiapkan jauh2 hari jadi berantakan karena banjir. Dia berharap semua alat2 musiknya tidak sampe rusak.
Untuk membunuh kebosanan, Kinal mengedarkan pandangan ke sekeliling. Mengamati orang2, ada yg asik berteduh di halte, ada yg hujan2an naek motor, ada yg berlarian menghindari hujan dan ada yg.......tunggu
Kinal mengucek matanya, memastikan penglihatannya tak salah. Di trotoar jalan berdiri seorang gadis manis yg sangat di kenalinya. Dia mengenakan celana jean yg ujungnya di kelin dan baju merah lengan panjang. Ada yg lain dari dirinya....... Memegang payung sambil celingak-celing
Setelah yakin mengenalinya, Kinal menepikan mobil hingga kemudian berhenti tepat di depan gadis itu. Kinal menurunkan kaca mobil.
"Dhike!!". Teriaknya keras.
Orang yg di panggil menoleh dan berjalan menghampiri.
"Kinal....". Senyuman khasnya terkembang.
Senyuman tipis yg telah lama sempat hilang dari jangkaun Kinal.
"Key, ngapain di sini?".
"Oh, ini habis dari rumah tante, main".
"Yaudah aku anterin pulang ya?".
"Ah jangan. Ntar malah ngerepotin. Arahnya putar balik loh dari rumah kamu. Gak papa kok, aku tunggu taxi aja".
"Kalo ujan2 gini, taxi jarang lewat. Apalangi beberapa jalanan tergenang banjir. Gak usah sungkan. Buruan masuk!". Kinal membukakan pintu mobil. Dhike tak bisa menolak lagi.
"Makasih ya, aku dah ngerepotin kamu".
"It's oke. Gak perlu sungkan".
"Tapi aku gak enak, kita kan.....".
"Bukan teman dekat, gitu?". Potong Kinal.
"Kita memang bukan teman dekat, Key. Tapi aku tau banyak tentang kamu. Tak pernah sedikitpun kamu luput dari perhatianku sejak kamu menyihir dengan tatapan tsundere dan dance kamu yg gemulai". Gumam Kinal dalam hati.
Sudah 2 tahun ini, Kinal masih memendam perasaanya pada Dhike. Saat masih tergabung di 'Great Dance' diam2 Kinal selalu mengamati dari jauh. Berharap suatu saat bisa dekat dengannya lebih dari teman. Namun, kesempatan itu tak kunjung tiba. Pernah, sekali Dhike di ajak main ke rumah Kinal.
Tapi semenjak Dhike mempunyai kekasih, dia seolah membatasi diri dengan orang lain. Setelah latihan atau perfome di sebuah acara. Dhike pasti buru2 pulang karena selalu di jemput oleh sang pacar. Dhike sudah jarang bergabung untuk sedikit bersenang2 atau sekedar hang out bareng teman2 grup dance.
Kinal berusaha mencari kesempatan untuk mendekati Dhike, tapi semua itu nampak sulit. Tak lama, Dhike mengutarakan sesuatu yg membuat Kinal sakit.
*********
Ghaida berjalan mantap menghampiri Ve. Menunggu selama 5 menit saat wajah Ve di bebaskan dari make up yg menutupi pori2nya selama shooting.
"Wow. Kamu cantik banget, polos. Tanpa make up". Tanpa malu2 Ghaida mendekatkan wajahnya ke Ve.
"Baru tau?". Ve tertawa rentah.
"Tapi, gimana pun. Kamu selalu cantik".
"Hmm... gimana nih perasaan kamu hari terakhir shooting. Senang? Puas? Atau sedih? Karena akan kehilangan aku?". Ghaida memamerkan gigi gingsulnya.
"Gak ada jawaban yg benar!". Ve mendelik cantik.
"Oh ya?". Ghaida memasang ekspresi pura2 kecewa.
"Nih, buat kamu. Minuman spesial dari si ganteng". Ucapnya pede dengan menyerahkan teh botol dingin kepada Ve.
"Thanks". Ve langsung meminumnya karena benar2 haus.
"Segar banget kan?".
"Yups". Singkat Ve.
"Pake banget loh, soalnya minuman iti mengandung vitamin G dan C".
"Apa itu?". Polos Ve.
Ghaida memasang senyuman andalan dan mata genitnya.
"Vitamin G untuk gratis dari Ghaida dan vitamin C untuk........*c
Sebuah kecupan mendarat lembut di bibir Ve. Meskipun itu bukan ciuman pertama mereka. Tapi selalu saja, Ve memunculkan semburat warna merah di kedua pipi chubbynya.
**********
.
.
"Apa kabar Papa dan Mama?". Suara Dhike memecah lamunan Kinal.
"Eh, oh mereka....baik"
"Hmmm dah lama ya, aku gak maen ke rumah. Kangen deh".
Dhike? Kangen? Ada perasaan hangat yg menjalari hati Kinal saat mendwngar kata itu. Kinal menoleh ke arah Dhike, mengamati sejenak. Dulu rambutnya panjang terurai, begitu manis. Tapi kini tergantikan oleh rambut pendek, yg membuat Dhike semakin seksi dan imut. Tatapan mata tajamnya itulah yg membuat jantung Kinal berdetak tak karuan. Tatapan tsundere yg mematikan. Yg mampu menjerat hatinya.
Tapi.....ada yg lain? Sorot mata itu, redup...tak berbinar seperti dulu? Kenapa?
"Emmm Key, bulan depan ada perayaan ulang tahun kota Jakarta loh. Dan 'Great Dance' akan perform kembali. Kita di undang di acara tersebut".
"Hmm dah lama ya, dah setahun ini kamu resign. Aku berharap kamu bisa bergabung kembali, Key".
Dhike hanya tersenyum simpul, seperti ada yg mengganjal.
"Maaf ya Nal, waktu itu aku mendadak resign dari 'Great Dance". Ucap Dhike menunduk memainkan jemarinya.
"Udahlah yg lalu biarlah berlalu. Santai aja lagi...heeee". Senyum Kinal getir. Saat mengingat kejadian itu.
"Oh ya, gimana kabar cowok kamu". Nada suara Kinal di buat setenang mungkin. Sambil mengarah ke jalanan.
Lama, Kinal tak mendengar jawaban dari Dhike. Saat menoleh, Kinal tersentak. Ada seraut kesedihan di wajah Dhike yg sedari tadi sempat terlintas di benaknya. Sendu, dalam diam Dhike menghela nafas menahan sesuatu yg akan membuncah di kedua pelupuk matanya.
"Key". Kinal menggenggam lembut tangan kanan Dhike dengan tangan kirinya.
"Nal, aku dah putus...". Suara Dhike serak dengan di barengi air bening yg mengalir di pipinya.
Kinal menepikan mobilnya sejenak dan langsung menghadap ke arah Dhike. Reflek, jari tangan Kinal menyeka air mata itu. Seolah Kinal merasakan sakit yg di rasa oleh pujaan hatinya. Sontak Dhike kaget.
"Eh, ma...maaf Key. Aku gak bermaksud....".
Tapi, tanpa di duga. Dhike berhambur langsung memeluk Kinal, erat. Dhike menangis sesenggukan. Membuat Kinal terdiam dengan jantung yg berdebar. Itu adalah pelukan pertamanya. Meskipun begitu, pelukan itu terasa begitu menyesakkan.
Mungkin hampir 10 menit mereka masih dalam posisi demikian. Hingga Dhike mulai melepaskan pelukannya dan menyeka air mata.
"Nal, dia...ja...hat,
"Key, apa yg terjadi?!". Cemas Kinal.
"Dulu, aku resign atas permintaannya. Ma..maaf, Nal"
"Aku...selalu menuruti semua keinginannya. Berusaha menjadi kekasih yg baik untuknya. Tapi apa yg aku dapat? Dia....dia sering menyakitiku, aku sering mendapatkan perlakuan kasar darinya. Tiga bulan lalu, aku masuk rumah sakit karena ulahnya". Suara Dhike begitu parau.
Kinal membelalakkan matanya, hatinya seperti teriris mendengar kisah Dhike yg begitu memilukan. Dhike menghela nafas panjang, mencoba menenangkan dirinya.
"Oh ya, kebetulan dokter yg menanganiku adalah Papamu, Nal".
Kinal gusar mendengar Dhike bertemu dengan Papanya.
"Aku sempat bertanya kabar kamu dari beliau, tapi katanya sudah lama kamu gak pulang ke rumah? Kamu sudah punya apartement sendiri. Benarkah itu? Kenapa?".
Kinal terdiam, tak tahu harus menanggapi seperti apa.
"Emmm Key, kegiatan kamu sekarang ngapain?". Kinal mengalihkan pembicaraan.
Seolah tau, kalo Kinal enggan membahas masalah kehidupannya. Dhike menanggapi dengan senyum getir.
"Setelah tragedi itu, aku hanya berdiam diri di rumah. Tapi lama2 bosan juga, akhirnya tadi aku menyempatkan diri menghirup udara bebas. Sekalian main ke rumah tante heee". Senyum Dhike mulai terlihat.
"Key, maafin aku".
Dhike mengerutkan kening. Karena dia merasa Kinal tak pernah berbuat salah terhadapnya.
"Maaf, aku gak tau kalo kamu sampe mengalami kejadian itu. Aku kira kamu sudah bahagia dengannya". Sesal Kinal.
"Kalo tahu ternyata kamu malah di sakiti, aku pasti akan menjagamu dan gak akan pernah ngelepasin kamu untuk cowok brengsek seperti dia!!". Geram Kinal.
Beberapa detik, Kinal tersadar akan ucapannya. Dilihatnya raut Dhike yg menunjukkan kebingungan, kaget dan entah apa yg tersirat di wajah cantiknya. Kinal merutuki diri atas ucapannya barusan.
"Kinal, kamu...........
********
Tubuh Vienny terasa hampir rontok. Sebentar lagi, tulang belulangnya mungkin akan meninggalkan kulit. Lalu hancur berkeping2 seperti adegan di film kartun Tom & Jerry(?).
Seminggu bekerja di HAI Magazine benar2 menguras tenaganya. Selain menangani liputan travelling yg baru di publish. Vienny juga harus meliput untuk beberapa liputan lainnya.
*bunga matahari tertiup angin, menghadap matahari bertumbuh dan mekar*
Berasa hanya sedetik terpejam, Hp milik Vienny berdering. Dengan malas dia meraih hp di meja samping tempat tidurnya. Saat melihat nama si penelpon. Mata Vienny terbuka maksimal, rasa kantuknya langsung menghilang.
"Haiii cakep, udah di rumah?". Suara Shania begitu renyah dan ceria.
"Udah, ini hampir aja terlelap".
"Yaaah, ganggu dong?". Kali ini suara manjanya yg keluar.
"Eh, emm gak kok. Santai aja". Ucap Vienny dengan senyuman.
"Beneran nih? Asiiik... makasih cakep"
"Oh ya, kapan2 kalo lagi gak sibuk kuliyah. Aku temani kamu lipuyan ya?".
"Wah? Serius?! Pasti seru nih". Girang Vienny.
"Cieeee semangat bener aku temenin?". Goda Shania yg langsung membuat Vienny gugup.
"Eh, emm maksudnya. Kan asik gitu ada temen. Lagian kamu kan senior soal liputan. Jadi.....aku bisa dong tanya2, heee". Vienny memberi alasan semasuk akal mungkin.
"Udah ih, gak usah malu2. Kita kan bukan ABG lagi loh say"
"Lagian kemarin juga kita udah.........."
To be Continued