Jumat, 24 April 2015

Three Angels ( Part 3 )



 

(Melody POV)

"Mel, hey.....". Bisik Rona menyikut lenganku.

"Eh, iya...?!". Sontak aku terkejut.

"Ehm..... baiklah, untuk meeting kali ini kita akhiri. Semoga project kita bisa sukses!". Ujar pak Agung, lalu beliau berlalu pergi.

"Ih, Mel....kamu kok jadi melamun sih setelah kembali dari toilet?". Tanya Rona.

Kini tinggal kami berdua yg masih duduk di tempat semula.

"Gimana, ada masalah ya sama Dion".

"Huft, iya.... tadi dia langsung marah2". Ku hembuskan nafas lemas.

"Hah! Terus2....dia ngomong apa aja?". Heboh Rona.

"Dia......ah, udahlah pulang aja yuk. Udah sore nih, aku capek". Kilahku.

Sepertinya Rona kecewa karena rasa penasarannya masih ngegantung, biarlah.
Saat menuju parkiran.

"Hai Mel...".

"Eh, haiii....". Balasku dengan senyum canggung.

"Aku duluan ya....".

Dia berlalu menuju ke mobil avanza merahnya, bersama seorang gadis. Mungkin itu sekretarisnya.

"Siapa Mel?". Tanya Rona.

"Dia...... eh, kenapa?". Tanyaku balik.

"Gak papa sih, sejak kapan kamu kenal dengan cewek yang......".

"Apa!!". Potongku cepat.

"Diiih, apa sih sewot mulu. Aku suka aja lihat penampilannya, cool".

"Hah? Apa?!".

"Iya...dia cool abis tau Mel. Gadis dengan rambut sebahu, berbadan tegap"
"Hmmm dari penampilannya, pasti tajir deh. Tomboy sih, tapi.........ca
kep gila!!". Komentar Rona.

"Iya sih, dia cakep dan keren...eh?!". Cepat2, aku langsung menyembunyikan raut kekagumanku.

"Emang dia itu siapa sih, Mel?"

"Dia....emm...dia.... salah satu narasumber novelku".

"Hah! Jad....jadi....".
#@#

"Mamaaaaaa......!!!!".

Gadis itu teriak, hingga terduduk. Nafasnya tersengal2. Keringat membanjiri kening dan sekujur tubuhnya. Terisak, sembari memeluk lutut. Mimpi itu lagi. Sebuah mimpi yg sama. Selalu membayangi tidur malamnya.

Yah, kejadian buruk itu menjelma menjadi mimpi. Peristiwa yg tidak di inginkan, tetapi tak pernah bisa lepas dari ingatannya.

"Sayang, kamu kenapa nak? Mimpi buruk lagi?!". Cemas sang mama setelah masuk ke dalam kamar, mendapati sang anak berwajah pucat dan di banjiri peluh. Di peluknya tubuh itu.

"Maafin mama sayang. Mama menyesal......".

"Kenapa mimpi itu selalu datang, Ma?! Rasanya aku ingin mati saja!". Isaknya.

"Sayang, jangan ngomong begitu". Air mata mama menetes.

"Udah 15 tahun, Ma! Tapi mimpi itu selalu datang!!!".

"Maaf sayang, kalau saja waktu itu mama gak ke Belanda. Mungkin semua itu tak akan terjadi. Mama gak bisa jagain kamu, maaf. Maafkan mama....". Isakan mama ikut mengeras.

"Aku benci dia!". Lirih gadis itu, hampir tak terdengar.

"Lupakan sayang, kamu harus bisa ngelupain". Ujar mama membelai rambut anaknya lembut.

Mimpi yg sama, selama 15tahun silam. Mimpi yg memotret secara nyata. Seperti tak membiarkannya bebas, mengikatnya, memenjarakan dan memasungnya dalam sumur gelap tak berdasar. Mimpi itu menjadi pupuk penyubur dukanya. Yups, gadis itu adalah 'Gold Angel' alias Ve.

‪#‎Kisah_Veranda‬#

Hari yg panas, langit berwarna biru bersih dan di tiap sisi2 langit itu, nyempil potongan awan2 kecil.

Di jalanan, mobil2 merayap pelan. Tak jarang lengkingan suara klakson yg saling bersahutan. Ini adalah hari sabtu, jam 1 siang. Weekend ini yg membuat hampir seluruh makhluk bumi tertumpah di jalan raya, menuju takdir dan tujuan masing2.

Di sebuah mall, di pusat kota Jakarta. Andy sang pemilik sebuah event organizer berjalan mondar-mandir. Satu jam lagi akan di adakan perhelatan akbar. Sebuah acara yg di selenggarakan atas kerjasama beberapa perusahaan fashion dan kecantikan di berbagai bidang.

"Mana Veranda?". Ucap Fahmi sang make up artist, terlihat panik.

"Apa? Dia belum datang?!". Andy mendelik, terkejut.

"Coba tanya Andre, managernya".

"Eh iya, si Andre juga belum kelihatan".

Cepat2 Andy mengambil hp dari saku celananya.

"Halo, Andre. Veranda mana? Acara satu jam lagi loh?". Suara Andy dengan logat kemayu.
"Aku gak mau tau, pokoknya yeiy cari dia. Acara fashion show itu acara puncak!!"
"Eike gak mau gagal cuma gara2 seorang modelmu yg gak nongol!". Andy mengomel gemas.

Pandangan Andy di edarkan ke seisi atrium mall. Berbagai stand sudah berdiri dengan anggun dan mewah. Dengan karpet merah yg menjulur 10meter. Para model2 cantik akan melenggang untuk memperagakan pakaian dari berbagai butik terkenal.

"Kak Andy". Suara Fahmi agak takut2.

"Apa?!".

"Veranda masih lama gak datengnya? Tanganku dah gatel nih mau merias".

"Oh gitu, masih mending yeiy yg gatel tangannya! Kalo eike mulut yg gatel pengen maki2 orang!!"
"Sana pergi! Jangan buat eike tambah kesal!!".

Setelah Fahmi berlalu, Andy menuju toilet. Di hisapnya batang rokok kuat2.

"Aduuuuh, pusing deh eike kalo begindang!". Kesal Andy menghentakkan kaki kanannya.
*
*
Seorang gadis cantik baru saja keluar dari mobil sedan hitam miliknya. Dengan santai, kakinya melangkah memasuki mall dan menuju ke sebuah lift. Semua pasang mata yg berada di lift memandangnya kagum. Ada yg mencuri pandang, melirik bahkan ada yg menatap tanpa berkedip sambil menelan ludah susah. Karena melihat seorang bidadari masuk lift. grin emotikon

*Ting*. Bunyi pintu lift terbuka.

Andre, sang manager sudah berada di atrium mall yg tampak rame. Dia berdiri di salah satu sudut. Terlihat seorang gadis dengan langkah gemulai menghampirinya.

"Ah, Veranda....akhirnya kamu datang juga. Andy sudah rewel banget nungguin kamu".

Beberapa saat mereka ngobrol, laki2 kemayu datang menghampiri.

"Ya ampun..... Veranda. Yeiy bikin pusing eike aja deh!!".
"Fahmi!!!!". Teriak Andy dengan kerasnya.

Yg di panggil lari tergopoh2, dengan gaya yg tak kalah kemayunya.

"Dandani Veranda sekarang. Acara bentar lagi mulai, cepat!!".

"Iya...iya....tapi gak pake teriak2 juga dong ciiiiin".

Veranda tersenyum. Pemandangan seperti itu sudah tak asing baginya.

"Veranda, nanti habis fashion show jangan langsung pulang. Ada casting film yg di angkat dari sebuah novel. Kamu harus ikut". Pesan Andre sebelum Ve menuju ruang make up.

"Oke!". Jawab Ve mantap.
***

Tempat itu adalah galeri lukisan yg di sulap menjadi tempat casting dadakan. Beberapa kamera di tempatkan di berbagai sudut ruangan. Sebuah layar 32 inci di letakkan di atas meja. Di belakangnya ada 3 orang yg duduk, mata mereka tak lepas dari layar. Dan di belakang kamera paling besar, berdiri seseorang berpakaian serba hitam.

"Kamu pasti bisa". Bisik Andre.

Ve tersenyum simpul. Dia berdiri di tengah2 ruangan dengan kamera yg menyorot di berbagai sudut.

"Oke! Kamu harus beracting jadi wanita yg di tinggal suaminya". Instruksi dari kameramen.

"Satu...dua...action!!".

"Mas, kenapa kamu tinggalin aku sendiri? Kamu sudah janji akan hidup sampai tua nanti. Bahagia bersama anak2 kita kelak. Tapi sekarang? Mana janjimu, mas bohong!!". Veranda sesenggukan. Tubuhnya terhenyak ke lantai dengan mata sayunya begitu dramatis.

"Cut!! Oke!".

Tiba2 ada seseorang yg menghampiri Veranda.

"Aku mau, kamu acting satu peran lagi. Jadi wanita kaya yg sombong". Pintanya.

Ve yg masih terduduk, mendongakkan kepala. Terpana, suara orang di hadapannya itu sangat merdu dan lembut. Rambut pendeknya sempat membuat Ve menyangka dia laki2, tapi ternyata dia adalah seorang perempuan. Perempuan tampan.

Ve beracting sesuai instrusi dari orang tersebut. Setelah selesai orang tadi menghampiri.

"Oke, tahap pertama kamu lolos. Besok kembali ke sini jam 3 sore. Untuk lanjut ke tahap berikutnya".

Perempuan tampan itu menjabat tangan Ve, tanpa sadar muncul semburat rona merah di kedua pipi chubbynya*duh.
*****

"Dion, tunggu dong". Ku jejeri langkah Dion yg cepat di areal parkir sebuah restoran.
"Aku dah capek2 nyusul kemari, malah di tinggalin gitu aja!". Protesku.

Dion berhenti dan berbalik ke arahku.

"Siapa yg minta kamu nyusul kemari?! Bukan aku kan!!". Sinisnya.

"Ya....aku inisiatif sendiri. Oh ya tadi aku ke kantormu, tapi mereka bilang kamu disini"
"Kamu kenapa sih yank, gak bisa di hubungi akhir2 ini". Ku coba membela diri.

"Udah deh gak usah sok manis. Janji lunch sama mama aja kamu lupa. Kenapa sekarang justru nyamperin aku di saat yg gak tepat!". Ujar Dion begitu menohok.

"Apa maksudnya di saat yg gak tepat?"
"Oh aku tau..... saat kamu lagi seneng2 dengan cewek2 tadi, iya!!". Aku mendengus marah.

"Mereka cuma teman2ku, gak usah cari2 kesalahanku deh!!". Dion tak mau kalah.

Aku tau Dion marah, karena kedatanganku yg tiba2 mengganggu acara makan siangnya bersama gadis2 cantik dan seksi di restoran itu. Tapi aku jauh lebih marah! Melihat itu semua di depan mataku! Sakitnya tuh di sini?*nunjuk hidung author yg pesek*eh?

"Yank, please....aku cuma ingin minta maaf"
"Aku harap kita bahas masalah ini dengan masalah kepala dingin, kita bukan anak kecil lagi. Bersikaplah dewasa". Aku mencoba mengalah.

"Gak ada gunanya lagi! Mama sudah terlanjur marah dan nge-judge kamu jelek!".

"Gak ada yg gak bisa di perbaiki, kan?".ku sentuh lengan Dion lembut yg terlipat di depan dadanya.

"Mungkin gak sekarang, Melody!". Ucapnya tanpa melihat mataku.

Aku terkejut, hingga menarik tanganku dari lengannya.

"Aku tau aku salah, tapi kalo kamu maafin aku. Kita berdua pasti bisa luluhin hati mama kamu". Aku membujuk lagi.
"Maaf, kemari itu karena aku gak bisa ninggalin meeting penting tentang novelku".

"Hah! Aku sudah muak dengan kata2 novel! Penulis! Karir! Aku muak!!". Ucapnya begitu kasar dan melenggang pergi, masuk kembali ke dalam restoran.

Aku terdiam, mematung. Dion meninggalkanku sendiri dengan keterkejutan yg siap merobek jantungku.

Terik matahari seakan menertawakanku. Ku angkat kepalaku tinggi2, menengadah menantang langit. Tak pedulikan terik yg menampar wajahku keras. Ada sesuatu yg mulai luruh dari pelupuk mataku, harus aku cegah.

Semakin keras aku menggigit bibirku, semakin cepat air itu mendesak ingin keluar. Bahuku mulai berguncang. Awalnya pelan, semakin lama semakin kencang.

Pandanganku mulai pudar, tiba2 sepasang tangan menarik tubuhku. Saat ku buka mata, aku sudah berada di dalam pelukannya. Beberapa menit sudah, aku masih berada di pelukannya. Aku semakin menangis sesenggukan. Menumpahkan semua rasa sakit dan kekecewaan. Membuncah keluar melalui air mata kesedihan yg tak tersampaikan*temodemo no namida*(lagu favorit author*plakk!kok malaha curcol?lanjut!!)

"Ma...maaf". Ucapku melepas pelukannya.

"Tak apa. Kalo masih ingin menangis. Menangislah". Ujarnya dengan senyuman. Kemudian di sodorkan sebuah sapu tangan.

"Thank's". Lalu sapu tangan itu langsung ku usap di kedua mata dan piiku yg basah.
"Aku malu banget, bertemu kembali tapi dalam keadaan seperti ini"
"Jelek banget ya, aku". Aku berusaha bercanda.

"Udahlah, justru ketika seorang perempuan menangis, itu adalah puncak aura yg makin memperlihatkan kecantikannya".

Kata2nya selalu membuatku terpesona. Aku menatapnya lembut. Tanpa sadar aku menyunggingkan senyum kelegaan.

"Cowok tadi, pacar kamu?".

Aku hanya mengangguk lesu.

"Hmmm.... sekarang, mau kemana? Pulang kah?".

"Emmm Nal, kamu sibuk gak? Mau nemenin aku?". Pintaku yg tanpa malu2 menggenggam kedua tangannya. Kinal hanya menganggung dengan senyum menawan.
*****

Veranda menyeka wajahnya dengan tisu basah. Hari ini dia melakukan tugasnya dengan baik. Casting tahap akhirnya berjalan mulus, semulus......*plakk author mulai gila*abaikan.

"Veranda!!". Sebuah teriakan menghentikan langkahnya yg berjalan menuju tempat parkir.

Ve menoleh, ternyata Andre sang manager melambaikan tangan. Mengisyaratkan untuk menunggunya. Sepertinya dia masih ada urusan mendadak.

Ve memutuskan unyuk duduk, menunggu di jok sebuah motor yg menarik baginya. Motor itu berwarna campuran merah, hitam dan biru. Ve asik mengamati. Unik, penuh dengan modifikasi. Motor harley yg gagah, terparkir di bawah pohon beringin yg rindang(selalu deh, author belum bisa move on dari pohon beringin*ck!)

Tepat di atas lampu motor itu terdapat stiker bertuliskan 'GF'. Tiba2 seseorang berjalan mendekati Ve.

"Excuse me". Sapanya lembut.

Ve menoleh, ternyata si perempuan tampan.

"Yes!". Jawab Ve sedikit cuek.

"Dari tadi ku perhatikan, kamu asik banget ngelihatin motor ini. Unik ya?". Ucapnya yg memperlihatkan gigi gingsulnya.

"Yups, kayaknya yg punya motor ini pasti berselera tinggi, gak norak". Komentar Ve dengan angkuhnya.

"Thank's".

Ve mengerutkan kening.

"Apa sekarang yg punya motor ini boleh mwngambil alih?". Ada godaan di nada suaranya.

"Maksudnya?". Ve makin tak mengerti.

"Pemilik motor yg kamu bilang unik dan punya selera tinggi itu, ada di hadapan kamu"
"Sekarang, apa aku boleh mengambil alih motorku?".

Ve terlonjak, cepat2 dia berdiri dari jok motor itu. Menggeser tubuhnya ke samping.

"Sorry". Ucap Ve kikuk.

Tawa renyah dari si perempuan tampan langsung membahana di areal parkir.

"It's oke. Thank's dah suka sama motorku". Ucapnya dengan menge-wink ke arah Ve yg makin salah tingkah.

"Ghaida Farisya, biasa di panggil Ghaida". Dia menjulurkan tangan kanannya.

"Jessica Veranda Tanumihardja. Panggil aku, Ve". Dengan membalas uluran tangan itu.
"Oh, jadi tulisan 'GF' itu singkatan dari namamu?".

"Yuhuuu, bener banget"
"Oh ya, selamat sudah lolos casting". Ucap Ghaida lalu menoleh kiri-kanan, memastikan tidak ada yg mendengar pembicaraan mereka.
"Asal tau aja, dari ratusan peserta casting, aku merasa kamu yg paling cocok untuk jadi peran utamanya".

Ve mengerutkan keningnya, lagi.
"Sebenarnya siapa Ghaida ini?". Pikirnya.
***

"Aku suka yg ini". Ghaida menunjuk sebuah foto.

Di atas meja, bertebaran foto2 para peserta casting yg lolos audisi kemarin.

"Kenapa kamu memilih dia?". Tanya Hery sang sutradara.

"Selain actingnya bagus, karakter wajahnya aku suka. Cocok banget sama tokoh di dalam novel".

Hery mengamati foto yg di tujuk Ghaida. Gadis cantik dan menarik. Bibir mungil, hidung mancunh serta mata yg teduh. Tiap orang yg memandang foto itu seakan terhipnotis. Terbawa merasakan keteduhan dari sorot matanya.

"Tapi yg ini juga cantik?". Dimas, sang kameramen berkomentar menunjuk foto lain.

"Memang, tapi wajahnya arab banget"
"Dia bisa dapat peran lain. Untuk peran utamanya, gadis ini yg lebih pantes!". Ghaida memegang foto di tangannya dengan penuh kemenangan.

"Siapa namanya?". Tanya Hery.
***

"Suka sama peran yg kamu dapat?". Tanya Ghaida.

"Suka dong. Peran utama gitu loh?". Ve tak bisa menyembunyikan rona bahagia di wajahnya.

"Benerkan aku bilang, kamu emang paling cocok untuk peran utama ini".

"Kebetulan kali". Ucap Ve dengan senyum meremehkan.

Ghaida tersenyum menanggapinya. Lalu melanjutkan membagi beberapa lembar kertas berisi nama2 yg lolos audisi dan peran masing2 ke yg lainnya.

"Baiklah semua, tolong perhatiannya sebentar". Hery bersuara.

Para peserta mulai duduk di kursi lipat membentuk lingkaran.

"Oke, semua sudah tau perannya masing2 dan telah di bagikan skrip. Kalian bisa pelajari di rumah"
"Minggu depan, kita bertemu di tempat ini jam 3 sore untuk shooting"
"Oh ya satu lagi, saya perkenalkan penulis novel yg menjadi film kita. Dia adalah Ghaida Farisya". Ujar sang sutradara menunjuk ke arah Ghaida.

Ghaida langsung berdiri, membungkukkan badan. Ve langsung melongo, dan salah tingkah ketika Ghaida menoleh ke arahnya dan mengerling penuh arti.
 
 
To be Continued
 
Writer  : Dwi Nurmala
Twitter : @dwinurmala4351



 

Kamis, 16 April 2015

Three Angels ( Part 2 )



#‎Kisah_Kinal‬

Entah kenapa hari ini, Kinal bangun terlalu pagi. Biasanya gadis itu paling malas bangun. Kinal bergegas masuk ke kamar mandi. Bibir seksinya mengeluarkan bunyi siulan saat Kinal berada dalam bath up air hangat. Tak terasa bunyi itu menghilang, seiring dengan terpejamnya kedua matanya.

*hei para gadis telah tiba hari bagi kita untuk bangkit*

Terdengar nada dering hp yg membuat Kinal kembali ke alamnya.

"What!!!!!".

Kinal berlari setelah keluar dari mobil avanza merah miliknya. Memasuki sebuah ruko yg lumayan besar. Lantai dasar adalah toko alat2 musik, lantai dua adalah ruangan latihan dance dan lantai atas di jadikan kantor. Ruko itu terpampang jelas bertuliskan 'Kinal Studio'.

Kinal mengawali karirnya sebagai seorang dancer. Dulu ia kuliyah di jurusan seni. Selain itu, Kinal juga menyukai musik sehingga ia merambah usahanya menjual berbagai alat2 musik dari tradisional sampe yg modern di studionya.

Sebenarnya, Ayah Kinal menentang apa yg di lakukannya selama ini. Karena dari dulu beliau menginginkan Kinal mengikuti jejaknya sebagai seorang dokter.
Tapi bukan Kinal namanya kalo tidak keras kepala. Dengan tanpa restu sang Ayah. Dia bisa membiayai kuliyahnya dengan profesinya yg seorang dancer.

Setelah lulus Kuliyah Kinal bisa buka usaha sendiri yaitu memiliki ruko yg cukup mewah di banding ruko2 sekitarnya. Tapi bukan sepenuhnya dari jerih payah Kinal. Modalnya di peroleh dari neneknys yg meminjamkan secara cuma2 alias gratis. Karena Kinal adalah cucu satu2nya dan kesayangannya.

"Pagi mbak, macet ya?". Sapa Dhian begitu Kinal memasuki ruangannya.

"Eh, pagi". Kinal tersenyum garing karena ia datang ke kantor pukul 08.48 WIB.

"Mau di bikinin kopi, mbak?". Dhian menghampiri Kinal di meja kerjanya.

"Boleh. Biasa ya... gula 1sendok teh".

"Siip". Dhian langsung menuju pantri.

Dhian adalah sekretaris Kinal, yg tiap pagi selalu membuatkan kopi untuknya.

Setelah mengecek scedule harian, iseng Kinal membuka akun twitternya dan mulai mengetik.

*tidak ada yang mengerti....

"Ini kopinya, mbak". Mendadak Dhian meletakkan secangkir kopi di atas mejanya.

Kinal kaget dan sempat terlonjak. Buru2 laptopnya langsung di tutup. Kinal tak ingin kalo sekretarisnya tau siapa dirinya di dunia maya.

"Mbak, mbak kenapa? Lagi galau ya?". Goda Dhian.

"Galau? Apa itu?".

"Haduuuh, masa galau gak tau? Itu loh, yg mendadak menye2, sering melamun, sedih, murung, resah dan gelisah gitu...". Jelas Dhian.

"Hahaaaa....itu
kan cuma buat ABG, galau itu gak berlaku bagiku". Sangkal Kinal.

"Masa sih, kok akhir2 ini mbak Kinal sering melamun?". Dhian tak mau kalah.
"Kalo aku yg lagi galau, mbak. Pasti aku langsung nangis, habis itu jadi ngantuk trus tidur deh". Curhat Dhian tanpa di minta.

"Aku gak pernah nangis tuh?".

"Hah! Masa cewek gak pernah nangis?". Dhian berkerutkan alis.

"Karena aku bukan cewek...".

"Mbak, bukan cewek?!". Dhian melotot.

"Bukan cewek sembarangan!!". Ketus Kinal.

Sejenak mereka hening. Dhian memang sekretaris yg kepo, selalu ingin tau masalah pribadinya. Kadang Kinal sampe kewalahan. Kalo lagi males paling Kinal cuma diam tak menanggapinya.

"Emmm mbak, boleh nanya sesuatu?".

"Hmmm".

"Emmm kenapa sih, sampe sekarang mbak belum punya pacar?". Tuh kan kepo si Dhian!
"Padahal kan mbak itu cantik, sukses lagi. Yah walau penampilan mbak yg agak2....".

Kinal langsung menatap tajam ke arah Dhian. Dan di balas dengan cengiran kuda.

"Buat apa pacaran?".

"Heeee ya...gimana ya mbak, secara usia mbak kan dah 25 tahun. Dah pantes loh pacaran? Bahkan menikah".

"Haaaah...please deh, jangan ngomongin masalah pacaran, apalagi nikah? Karena tujuan hidupku bukan untuk menikah tuh". Santai Kinal.

Dhian melongo kayak kebo.
"Maksudnya?".

Kinal hanya membalas dengan senyuman misterius.
********

"Gimana perkembangannya, say?". Sebuah kepala menyembul dari balik pintu.

"Rona, gimana kamu bisa masuk? Kok gak ketuk pintu atau salam dulu kek?!". Tanyaku kaget sambil mendongakkan kepala dari laptop.

"Yaelah, aku dah gedor2 plus teriak2 kali.....tapi gak ada sahutan. Yaudah aku nyelonong aja"
"Eh, ternyata ibu negaranya sedang sibuk nulis".

Aku nyengir menanggapi sahabatku yg cerewet itu. Sejenak ku sandarkan punggung di kursi, tubuhku lelah dan pegal. Setelah menggeliat nikmat(?). Ku raih secangkir kopi di sebelah laptopku.

"Udah sampai mana nulisnya?". Tanya Rona sambil menggerak2an kursor, mengecek tulisanku.

"Sampai titik". Jawabku asal.

Rona menghela nafas, gemas. Sambil menonjok bahuku pelan.

"Eh-eh, ada yg suka sama kamu gak?". Godanya.

"Suka?". Keningku berkerut.

"Iyalah, narasumbermu kan lesbong cin...masa gak tertarik dengan seorang Melody yg super cantik, putih, langsing, hidung mancung dan kharismatik. Pasti mereka naksir dong? Atau malah udah jadian??".
"Sialan! Tolong ya...tuh mulut di jaga!!". Semprotku.

Rona malah ngakak2 gak jelas.
"Eh, tapi aku serius nih. Masa iya gak ada yg naksir?". Selidik Rona.

"Gak!!". Jawabku cepat2.

"Yah...padahal seru tuh kalo ada yg suka sama kamu, jadikan bisa di masukin adegan dalam cerita novel tuh. Biar real gitu loh". Rona terkikik.

"Gak harus gitu juga kali..!!!". Aku melotot sebal.

Rona makin terpingkal2.
"Eh Mel, makan yuk".

"Boleh. Traktir ya". Todongku cepat.

"Oke! Eh, apa!!". Rona mendelik.
"Kok aku yg ntraktir? Kan kamu yg dapat job? Harusnya aku dong yg minta di traktir?". Sewotnya.

"Aelah, kamu kan juga dapat bagian sebagai editor?!".

"Oh iya, heeee... oke deh. Apa sih yg gak buat kamu, cantik". Rona nge-wink genit.

"Diiih". Langsung ku tonyor jidatnya.
********

Lobi hotel yg luas dan mewah, serta lantainya yg di lapisi karpet persia(?). Sangat tebal sehingga mampu meredam suara2 yg di timbulkan oleh pijakan sepatu. Kinal duduk santai di sofa itu. Sebenarnya dia sering ke 'hotel nurmala' untuk sekedar meeting dengan beberapa klien dari luar kota. Dan saat ini, Kinal akan bertemu dengan manager periklanan sebuah perusahaan rokok terkemuka di Indonesia. Untuk menjadi sponsor di event yg akan di selenggarakannya.

"Maaf, sudah lama menunggu". Ujar suara berat seorang pria paruh baya.

Kinal yg duduk santai langsung buru2 berdiri menyambut pria itu.

"Tidak sama sekali, pak Budi". Jawab Kinal sopan.

"Maaf mbak Kinal, aaya tidak bisa lama2 karena ada tugas yg sangat mendesak". Ucap pak Budi to the point sambil melirik jam arlogi bermerk di tangan kirinya.
"Dan saya mau minta maaf, sepertinyavkita belum berjodoh untuk bekerjasama".

Kinal sempat mengerutkan kening.

"Direktur kami membuat perubahan rencana. Beliau tidak meng-approve konser musik yg di lakukan di kota kecil. Terlebih untuk acara amal. Karena beliau lebih tertarik melakukan event di kota2 besar dalam tema yg berhubungan dengan anak remaja jaman sekarang". Terang pak Budi dengan santainya.

Kinal mengangguk senyum. Tetap menjaga ekspresi tenang. Padahal badai telah memporakverandakan hatinya. Kinal menyentuh tas kulitnya sekilas. Kontrak kerja yg di siapkan tersimpam manis di dalamnya.

"Lain kali jika ada event yg lebih menarik, saya pasti akan menghubungi anda".

"Ya terimakasih. Mungkin kita memang belum berjodoh untuk bekerjasama".

Kinal berdiri dengan sikap profesional, menjabat tangan pak Budi sambil senyum manis. Setelah orang itu berlalu, Kinal benar2 kecewa dan terduduk lemas.

Bayangan mempertunjukkan anak didiknya perfome dance pupus sudah. Kinal meraih hp, berharap ada kontak nama yg bisa dihubungi untuk di ajak curhat. Tapi tak ada seorang pun yg mau untuk berbagi kekecewaan.

Kinal menutup mata sejenak, menghela nafas panjang. Berharap ketenangan menghampirinya. Saat ini dia butuh seseorang. Tapi tak tau harus dengan siapa?? Dhian? Kinal menggeleng, sekretarisnya itu terlalu kepo, gak tepat untuk di ajak curhat. Ayana? Delima? Sendy? Atau jeje? Kinal makin menggeleng.

Dihempaskan punggungnya pasrah di sofa empuk itu. Sekilas Kinal menoleh ke seberang, terdapat coffee break. Disana terlihat sepasang kekasih yg sedang asik bercengkrama, mengobrol, saling berpegangan tangan dan berpandangan. Mungkinkah itu yg di sebut cinta? Pikirnya.

Ada sesuatu yg selama ini telah hilang. Sebuah kerinduan akan seseorang. Sesosok makhluk yg dulu pernah mengisi relung hatinya.

Tiba2 saja, Kinal merasa amat sangat kesepian. Di edarkan pandangan ke sekitar lobi. Terdapat beberapa pasangan, ada anak2 bersama ortu mereka. Dan ada segerombolan remaja yg asik dalam gelak tawa mereka. Hanya dirinya yg duduk, sendirian! (Play higurashi no koi)

Apa ini yg di namakan galau? Mendadak Kinal mejadi melow. Dia butuh seseorang untuk menutupi rasa galaunya. Selama ini, bukan berarti tak ada sosok manusia yg mendekatinya. Sebenarnya banyak laki2 yg antri untuk mendapatkan hatinya. Hanya saja, Kinal tak tertarik dengan mereka. Karena dia sudah jatuh cinta dengan sesosok makhluk yg mengusik hatinya. Begitu lembut, dan.....cantik.
@@@@@

Ku hembuskan nafas pelan2. Entah sudah berapa lama aku menahannya, tanpa sadar. Mataku memejam, tapi rangkaian kalimat2 yg ku baca di layar depan mataku sungguh membuat perasaanku ikut menangis.

Ku raih gelas berisi air putih di samping laptopku. Ku tenggak sampe benar2 habis. Kerongkonganku mengering karena tegang. Setelah membaca email dari 'Gold Angel'.
*****

Langit mentari senja mulai menghilang, dan gelapnya malam siap menggantikan tanpa bintang.

Seorang anak berusia sekitar 10 tahun berjalan tergopoh2, berusaha mengikuti langkah kaki seorang pria dewasa di sampingnya. Pria itu mencengkram erat tangan kanannya. Sedang tangan kiri anak itu memeluk boneka stich. Mereka berdua berjalan menuju sebuah rumah kecil di belakang rumah utama.

"Kita mau kemana, om?". Bibir mungil si anak bertanya.

Pria tinggi besar itu mendengus kesal.

"Kalo gak mau om marah, jangan banyak tanya!"
"Ingat!! Mama kamu lagi di Belanda. Kalo kamu bikin om gak senang! Om bisa tinggalin kamu sendirian di rumah. Biar kamu di makan sama setan, mau!!". Bentak pria itu.

Anak kecil itu langsung terdiam. Dia berusaha menjadi anak yg penurut agar omnya senang dan tidak meninggalkan dirinya sendirian di rumah. Sejak Papanya meninggal 3 tahun lalu. Adik papanya yg selama ini menjaga dan menemaninya di rumah. Mamanya yg seorang motivator, selalu sibuk bekerja di luar kota atau bahkan sampe ke luar negeri.

Setelah sampe di rumah kecil yg tak terawat dan tampak kotor. Tiba2 dengan kasar pria itu menendang pintu di depannya hingga terbuka. Otomatis anak itu kaget dan memeluk boneka kesayangannya begitu erat. Ruangan itu tampak remang2, banyak barang2 yg tak terpakai dan berdebu.

"Kamu takut? Tenang snak manis, ada om disini". Ucapan yg nampak tak bersahabat, dengan seringai yg memuakkan.

Pria itu berjongkok di depan anak itu. Jakunnya naik turun, menatap anak kecil yg sangat manis dan cantik. Begitu menggiurkan walau masih bau kencur(?).

"Om, pulang yuk. Aku takut". Rengeknya.

Tanpa menjawab, pria itu langsung memeluk erat. Bukan pelukan sayang yg selama ini sering di berikan, tapi itu adalah pelukan yg aneh. Anak itu menyadari sesuatu yg lain, dia mulai berontak. Tapi apalah daya seorang gadis kecil di banding dengan pria dewasa berumur 25 tahunan.
Akhirnya.....

Bocah itu menangis, tubuhnya terkoyak dan berdarah.

"Mamaaaaa....!!!!!!".
******

Pukul 12.55 WIB.
Aku mengemudikan mobil jazz putihku dengan kecepatan yg sebelumnya tak pernah ku tempuh. Aku sudah terlalu telat untuk lunch meeting bersama Rona dan pak Agung. Janji pukul satu tepat bertemu di sebuah mall tepatnya di sebuah Pizza Hut. Sementara, aku baru saja keluarvdari rumah.

Saat lampu merah, aku meraih tas. Aku meringis menyadari Hp tertinggal di kamar. Bagaimana ini? Padahal aku harus ngabari Dion untuk minta maaf karena akan telat datang ke rumahnya.

Tadi pagi Dion sms, memberitahu bahwa Mamanya ingin berkenalan denganku sekalian makan siang bersama. Bodohnya.....aku lupa. Padahal siang ini juga ada meeting dan aku terlanjur menyanggupi permintaan Dion. Aaaah!!!

Pukul 13.25 WIB.
Mobilku memasuki areal parkir mall itu. Aku bergegas memasuki pizza hut sedikit berlari walau menggunakan heels tak ku pedulikan.

"Huh...huh... maaf telat, gara2 keasikan nulis jadi lupa waktu, heee". Sebelum mereka mempertanyakan keterlambatanku, aku langsung melapor dengan cengiran.

"Iih, aku dah telpon dan sms berkali2 gak di jawab!!". Sewot Rona.

"Hp ketinggalan cantik, sorry".

"Ya sudah gak apa. Netralin dulu tuh nafas. Baru kita mulai meetingnya". Pak Agung menengahi.

Begitulah, rapat bernuansa santai tapi tetap profesional. Kita membahas mengenai perkembangan novel, bahkan merembet ke pembuatan film yg akan di lakukan, jika novelku sesuai dengan keinginan sang produser.

Tak sengaja, aku melihat jam tangan milik Rona menunjukkan pukul 16.14 WIB. Ebusyeeett!! Cepat banget waktu berjalan. Aku langsung gusar. Ingatanku tertuju ke Dion dan Mamanya.

"Rona, aku pinjem hp sebentar ya? Mau sms Dion".

Rona menyerahkan hpnya dan aku langsung mengetik sms dengan terburu2.

"Tadi lagi meeting. Hp ketinggalan. Ini nomernya Rona. Maaf banget yank. -Melody-".
Selang beberapa detik.

*kita berdua saling jatuh cinta rasanya bagaikan jet coaster*

Dering hp Rona bersuara dari nomer yg sudah aku hafal. Tiba2 firasatku jadi tak enak. Aku langsung meminjam hp Rona dan meminta ijin ke toilet. Kini aku berada di depan kaca wastafel.

"Ha...".

"Sudah jutaan kali aku telpon kamu! Kok bisa sih hp ketinggalan! Kamu tau gak! Aku sama Mama nunggu sampe berapa jam, hah!!"
"Kamu dah buat mama kesal, Mel!!". Semprot Dion tanpa basa-basi.

"...lo". Ku selesaikan ucapanku yg terpotong.
"Yank, tadi keasikan nulis sampe lupa waktu. Buru2 juga baru inget ada meeting, sampe hp ketinggalan". Lirihku.

"Selalu itu alasan kamu! Keasikan nulis! Lama2 aku muak dengan profesimu!!"
"Masa gak bisa tinggalin bentar buat aku!". Dion melanjutkan amarahnya.

Aku pejamkan mata rapat2, lalu menghembuskan nafas perlahan. Agar emosiku tak terpancing.
"Maaf, aku ke rumahmu sekarang ya?".

"Gak usah!! Kamu dah ke buru punya image jelek di mata mama! Beliau dah kesal sama kamu! Katanya ; gimana mau ngurusin aku dan anak2 nanti, kalo urusan janji aja gak bisa nepatin!!".

"Tapi, aku gak sengaja yank?!". Desisku.

"Udahlah!! Aku juga marah sama kamu! Aku jadi berfikir kalo pendapat mama memang benar!!".

"Mak.....". *klik*
".....sud kamu?!". Lagi, belum selesai ucapanku. Hp sudah di matikan.

Tiba2 kepalaku berdenyut hebat, ku pijit pelipis kuat2. Apa tadi katanya? Mamanya marah dan sudah menge-judge aku wanita yg tak bisa mengurus keluarga hanya gara2 tidak bisa nepati janji? Aku kan belum menikah dengan Dion? Apa haknya menuduhku macam2 dan membatasi ruang gerakku? Dion kan tau, kalo jadi penulis adalah impianku sejak dulu. Dan sebelum Dion menjadi kekasihku, aku sudah jadi penulid? Tapi dia tadi bilang sudah muak dengan profesiku? Sebenarnya apa yg salah dengan ini? Siapa yg salah?
(Siapa lagi kalo bukan authornya, Mel......*eh?)

Belum habis rasa kesalku, aku di kejutkan oleh bayangan di depan kaca wastafel. Aku langsung berbalik, dia semakin mendekat dan berdiri beberapa centimeter di depanku. Sangat dekat, hingga aku bisa menghirup aroma parfum yg ia kenakan.

"Hai cantik". Sapanya dengan senyum.

"Ki...Kinal? Ngapain di sini?"
(Mau nonton theater jkt48, mau lihat kaptennya yg bernama Melody*yg jawab authornya grin emotikon )

"Oh, ini baru aja dari toilet, sempat dengar ada suara merdu yg aku kenal sedang ngomel sendirian. pas keluar ternyata benar, kamu orangnya heee". Jawab Kinal santai.
"Kita ketemu lagi nih, emang jodoh gak kemana ya?"
"Loh, mukanya kok di tekuk gitu? Hmmm... tapi makin cantik sih".

Entah kenapa, aku mulai terbiasa dengan Kinal. Dengan candaannya, dengan kata2nya yg membuat aku merasakan hal yg berbeda. Ih!! Kenapa aku jadi begini? Ku buang jauh2 pikiran liar itu.

"Itu sindiran atau pujian?!"
"Huuft...aku lagi bete nih! Anak orang ngajak ribut!!". Sambil ke perlihatkan hp di depan mukanya.

"Sama pacarnya ya?". Goda Kinal.
"Sabar Mel, semua cowok emang pada rese". Kinal tertawa kecil.

"Iya nih!! Gak bisa ngerti fikit perasaan cewek!!"
"Lama2 aku bosan pacaran sama.....".

Ups!! Ngomong apa aku barusan! Ah, sial. Ku gigit bibirku kuat2, agak gematar.
Tiba2 Kinal makin mendekatiku, benar2 dekat. Posisiku begitu sulit untuk menghindar dari tubuhnya dan tatapan matanya yg begitu dalam.

"Bosan pacaran sama siapa, Mel?". Bisik Kinal begitu lembut di telinga kiriku.

Aku merinding. Posisi kami benar2 seperti orang yg akan berpelukan. Kinal terus menatapku dengan senyum yg begitu manis. Perlahan wajahnya mendekati wajahku. Oh God!! Aku merasakan hembusan nafasnya, jantungku mendadak berdegup kencang. Tapi kenapa? Entah sejak kapan, aku malah memejamkan mataku dan.................
 
 
To be Continued
 
 
Writer  : Dwi Nurmala
Twitter : @dwinurmala4351